Home / Romansa / Terjebak Gairah Liar Kakak Ipar / 6. Kenapa Kamu Perduli?

Share

6. Kenapa Kamu Perduli?

Author: Autumn
last update Last Updated: 2025-11-28 14:15:21

“Valeria!” teriak Teo ketika melihat kondisi Valeria yang begitu menyedihkan. Valeria tak sadarkan diri di lantai. Sebelah tangan wanita itu memegang sebilah pisau.

Teo buru-buru merengkuh tubuh ringkih wanita itu ke dalam pelukannya, “Vale bangun, sadarlah kumohon!” lirih Teo menepuk pelan pipi Valeria, dia tampak mulai frustasi melihat Valeria tak menjawab ucapannya. Pria itu memeriksa setiap inci bagian tubuh Valeria, tak ada luka berbahaya. Suhu tubuh Valeria sangatlah panas, hal itu membuat Teo semakin panik.

“Shit! Brengsek!” geram Teo menyadari ada luka memar di beberapa bagian tubuh Valeria. Jelas dia tau itu ulah Jason.

“Buka pintu mobilku!” titah Teo pada Flo sembari mengangkat tubuh Valeria dengan mudah. Pria itu berjalan dengan langkah panjang menuruni anak tangga, wajahnya tampak panik seakan takut kehilangan wanita yang berada di dalam pelukannya saat ini.

“Te ... O ...," lirih Valeria yang kini setengah sadar. Wanita itu bisa merasakan aroma familiar yang begitu menenangkan, wajah tegas itu kini bisa dia lihat dengan begitu jelas sebelum dia kembali kehilangan kesadarannya.

“Bersabarlah, aku akan menyelamatkanmu!" ucap Teo yang lebih terdengar seperti sebuah janji.

Florensia membuka pintu mobil sport berwarna putih milik Teo, dengan hati-hati pria itu menaruh Valeria di jok samping kemudi dan membaringkannya.

“Sejak kapan dia demam?” tanya Teo sebelum menutup pintu mobil.

“Sejak kejadian itu, tuan,” jawab Florensia cepat.

“Jangan beritahu siapapun soal kejadian hari ini. Suruh semua orang diam,” jelas Teo dengan tegas. Suara pria itu memang sengaja dipelankan agar tak ada orang yang menguping.

Florensia sudah faham dengan apa yang diinginkan oleh Teo. Dia adalah orang yang juga dipercaya untuk mengurus keperluan Teo. Teo bukanlah pria yang ribet seperti Jason, dia dikenal sebagai anak mami, berbanding terbalik dengan Teo yang sudah sangat mandiri sejak dari kecil.

Jadi keberadaan maid hanya dia butuhkan untuk hal-hal yang sangat urgent. Bahkan Flo merasa tak terlalu lelah ketika bekerja dengan Teo.

Berbeda dengan maid yang lain, yang selalu mengeluh karena tuan mereka terlalu banyak menuntut ini dan itu.

Florensia menatap kepergian mobil sport putih itu hingga menghilang dari pandangannya.

“Hah ... Seandainya nona Valeria menikah dengan tuan Teo, pasti dia tak akan merasa menderita sejak awal. Tapi semua sudah terjadi,” gumam Florensia merasa iba pada nasib Valeria.

“Ada apa, Flo? Kenapa wajahmu panik seperti itu?"

Deg.

Suara Marry tiba-tiba membuat Florensia terjengit kaget. Flo berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Marry, dia tau wanita itu bekerjasama dengan Viviane. Jadi di hadapan Marry dia perlu berhati-hati.

“Tidak ada, aku hanya melihat-lihat cuaca hari ini. Kamu baru datang?” Flo buru-buru mengalihkan pembicaraan.

“Iya, hari ini aku ada urusan di luar. Nyonya sudah pergi? Aku takut jika dia marah,” ujar Marry yang tampak pucat, dia tampak melirik kesana kemari seakan mencari keberadaan seseorang. Jelas saja, ini sudah cukup siang dan dia baru datang. Seharusnya dia datang pukul enam, bukan pukul sembilan.

“Kamu masih beruntung, lain kali jangan seperti ini lagi. Aku tak bisa terus menerus menutupi kesalahanmu dari nyonya, tugasmu di sini mengurus keperluan nyonya, kita punya tugas masing-masing,” ucap Florensia lalu pergi meninggalkan Marry begitu saja.

~

Di ruang VVIP Teo duduk di samping Valeria dengan ekspresi yang tak bisa disembunyikan, pria itu sangat khawatir melihat wajah yang dihiasi beberapa luka lebam.

“Kenapa jadi seperti ini, sadarlah ... Jangan pergi,” bisik Teo sembari menggenggam jemari Valeria.

Tatapan pria itu begitu tulus, jari-jarinya tak lepas menggenggam jemari Valeria. Sebuah pergerakan kecil membuat Teo memundurkan tubuhnya, dia menyandarkan punggungnya sembari melipat kedua tangannya seakan acuh kepada Valeria.

Valeria membuka kedua matanya perlahan, mengerjapkan beberapa kali. Bayangan kabur langit-langit putih, aroma khas obat terhirup menusuk indra penciumannya.

Pandangan wanita itu tertuju pada pria yang kini menatapnya dengan tajam.

“Egh ... Aku di mana?” gumam Valeria berusaha untuk bangkit dari tidurnya.

Sialnya suara berat Teo lebih dulu menyambutnya. “Tidak usah bangun, tetap seperti itu. Jangan membuatku repot!” tekan Teo yang terdengar sangat menusuk telinganya.

Valeria memalingkan wajahnya, rasa kesal mulai menjalar di dadanya. “jika tidak ingin repot, kenapa malah membawaku ke sini, seharusnya biarkan saja aku mati," sahut Valeria dingin.

Dia sempat kagum sebentar sebelum pada akhirnya kecewa dengan sikap Teo yang tiba-tiba dingin. ‘Apa yang kamu harapkan, Valeria? Dia orang lain, jangan berharap lebih,’ ucapnya bermonolog.

“Diamlah!” Satu kata itu meluncur dari bibir Teo, pelan, tapi tegas. Seperti ia sedang berusaha menahan sesuatu yang lebih besar dari sekadar emosi.

Valeria mengerjapkan mata, terdiam beberapa detik. Bukan karena takut, tapi karena tatapan Teo berbeda. Ada sesuatu yang dia sembunyikan.

Pria itu menarik napas panjang, memalingkan wajah sejenak, seakan meredam luapan amarah yang hampir meledak. Bukan pada Valeria, tapi pada keadaan dan pada dirinya sendiri. Seandainya dia terlambat sedikit saja, Valeria tak akan selamat.

“Aku membawamu ke sini karena ….”

Teo berhenti. Tenggorokannya bergerak naik turun. “… karena kalau aku terlambat sedikit saja, kamu mungkin sudah.”

Dia tidak melanjutkan. Kalimat itu menggantung, seperti duri yang menancap di dada Valeria.

Valeria menoleh perlahan, bibirnya bergetar. “Kenapa kamu peduli? Aku ini … bukan siapa-siapa bagimu.”

Teo terkekeh pendek bukan tawa, tapi semacam kepedihan yang disamarkan.

“Jangan bodoh.”

Kali ini nada suaranya melebur, tak setajam sebelumnya.

“Kau pikir aku akan diam melihatmu hancur seperti ini huh? Ingatlah, kau itu milikku!” bisik Teo mendekat ke arah wajah Valeria, hingga hampir tak ada jarak diantara keduanya. Valeria susah payah meneguk salivanya sembari sesekali memperhatikan bibir Teo yang entah mengapa sangat menggodanya saat ini.

Valeria mencengkeram selimut. Pandangannya kabur oleh emosi yang membuncah, dia segera memalingkan wajahnya. Teo menyeringai lalu memundurkan dirinya kembali.

“Tapi kamu … kamu terus bersikap dingin, Teo. Kamu bilang aku merepotkan… kamu,”

“Aku bilang begitu,” potong Teo lirih, “karena kalau aku terlalu dekat, aku tidak tau apa yang akan terjadi.”

Suasana kamar mendadak sunyi.

Hening yang berat. Hening yang mengungkap lebih banyak dari kata-kata.

Valeria menahan napas. ‘Tidak ... Ini sema salah, tidak seharusnya aku mengatakan hal itu, tapi kenapa aku merasa begitu nyaman ketika bersamanya. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?’

Ada sesuatu di balik kata-kata Teo yang membuat dadanya sesak, sesuatu yang tidak boleh ia pikirkan … tapi justru semakin mengikatnya.

Teo berdiri perlahan, mendekat. Jemari besarnya terangkat, ragu, lalu menyentuh pelipis Valeria yang memar. Sentuhan itu begitu lembut, seakan ia takut tangis Valeria pecah.

“Aku tidak suka melihatmu seperti ini …” bisiknya suaranya terdengar berat dan dalam. “Dan aku tidak akan membiarkan Jason menyentuhmu lagi.”

Jantung Valeria mencelos.

Kata-kata itu ...

Janji itu …

Itu bukan kalimat orang yang tidak peduli.

“Teo …”

Namanya meluncur dari bibir Valeria, rapuh, seakan ia menahan diri untuk percaya. Pria itu menunduk, hanya beberapa inci dari wajahnya.

Mata mereka kembali bertemu, tegang, terlarang, tapi tak ada yang sanggup mengalihkan.

Tiba-tiba monitor di samping tempat tidur Valeria berbunyi pelan. Teo langsung tersentak, mundur selangkah, memasang kembali dinding dinginnya.

“Kau butuh istirahat.” Suaranya berubah datar lagi. “Aku akan tetap di sini.”

Valeria ingin bertanya kenapa.

Ingin memaksa Teo jujur.

Namun kelopak matanya terasa berat.

Saat ia hampir terlelap, suara Teo terdengar pelan, terlalu pelan kalau bukan karena ruangan begitu sunyi.

“Maaf … aku terlambat menemukanmu, Vale. Mulai sekarang, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu.”

Valeria ingin menoleh. Ingin memastikan ia tidak salah dengar. Tapi tubuhnya terlalu kalah oleh lelah.

Sebelum gelap menelannya, ia merasakan sesuatu sentuhan hangat di punggung tangannya. Teo menggenggamnya erat, seakan takut kehilangan.

Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama … Valeria merasa aman. Teo yang diam-diam menunduk, menatap Valeria yang tertidur, rahangnya mengeras dipenuhi dendam, rasa bersalah, dan perasaan terlarang yang mulai tumbuh. Rasa ingin memiliki Valeria terasa semakin kuat dan dalam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Gairah Liar Kakak Ipar   25. Cucu

    Valeria masuk ke ruang makan pelan-pelan. Suasananya masih terasa dingin.Gerald fokus membaca koran. Teo santai seperti biasa.Viviane mengaduk tehnya pelan, gelagatnya sedikit mencurigakan. Membuat Valeria sedikit waspada. Meskipun terlihat santai, Viviane sering berbicara menusuk hati.Begitu Vale duduk, Viviane langsung mengangkat kepala. Seakan wanita itu sengaja menunggu momen yang pas.“Kamu turun sendiri?”Nadanya manis, tapi dinginnya begitu menusuk. Bahkan ekspresinya masih tampak biasa.“Jason mana? Istri itu biasanya nungguin suami, bukan jalan duluan.” Viviane menoleh ke belakang mengira Jason akan menyusul Valeria.Valeria menahan napas sejenak. “Jason masih di kamar, Ma. Dia masih mandi.”Viviane cuma menggumam pendek. “Hmm… ya, harusnya saling nunggu kalau sudah nikah. Bukannya jalan sendiri-sendiri,” ucapnya sedikit ketus.Valeria masih tampak santai, dia tak mau terjerat dalam kekacauan yang dibuat oleh mertuanya. Teo berhenti mengaduk kopinya. Suaranya keluar datar

  • Terjebak Gairah Liar Kakak Ipar   24. Bermain Api

    “Asal jangan berlebihan saja, kalo kamu mau papa bisa mencarikan kegiatan biar kamu ada kesibukan,” tawar Gerald.“Tidak usah, pa. Saya akan mencari kesibukan sendiri yang memang cocok,” tolak Valeria dengan halus.”Baiklah-baiklah.” Langkah kaki berat terdengar dari arah pintu.Jason berjalan masuk ke ruang makan, rambut masih acak-acakan, mata merah sedikit, kemeja hitam dari kemarin masih nempel bedanya tampak lebih kusut saja.Dia berhenti.Karena seluruh keluarga menoleh.Tapi yang paling membunuhnya adalah Valeria.Karena Valeria menatap Jason, tanpa kemarahan, tanpa tangisan, tanpa tanya, tanpa kecewa.Dia tampak lembut dan elegan.“Jason kamu baru pulang?” ucap Valeria lembut, dan sopan.Seolah dia bukan istri yang ditinggal suaminya semalaman.Jason berkedip cukup lama.Kepalanya kosong karena tidak ngerti kenapa Valeria tidak marah.Valeria mendekat, nada suaranya tetap halus.“Sini, biar aku bantu bawa tasnya ke kamar.”Jason bahkan tidak bisa bereaksi.Dia hanya mematung,

  • Terjebak Gairah Liar Kakak Ipar   23. Sebuah Strategi

    “Tenanglah ... Masih banyak kesempatan. Aku ahli dalam hal itu," bisik Teo lalu melumat bibir Valeria untuk kesekian kali.Kali ini ciuman mereka cukup singkat. “Ayo, kita pulang sekarang!” ajak Teo mulai menyalakan mesin mobil. Melaju perlahan, sebelumnya mereka singgah di sebuah toko untuk membeli obat dan salep untuk Valeria.“Mau aku bantuin pakai?” ucap Teo setelah memasuki mobil. Bukan sebuah godaan, lebih terdengar tulus dan serius.“Ayolah, biarkan aku sendiri. Aku masih bisa melakukan semuanya sendiri. Kita langsung pulang saja,” ajak Valeria.Teo sedikit kecewa, dia segera menyalalan mesin mobil dan membawa Valeria kembali ke mansion.Pintu mobil menutup pelan, hampir tanpa suara. Udara jam empat pagi masih dingin, tipis, dan sedikit berembun. Teo turun duluan, lalu membuka pintu untuk Valeria, gerakannya lembut tapi tetap dengan aura cueknya yang khas.“Pelan,” gumam Teo sambil menahan pintu agar nggak bunyi. “Orang-orang rumah biasanya bangun sebelum jam lima. Kita aman …

  • Terjebak Gairah Liar Kakak Ipar   22. Malam Panas 2

    Teo memanggilnya seperti sebuah mantra.Seperti pengakuan.Gadis itu hanya memejam mata, membiarkan dirinya tenggelam dalam sentuhan Teo.Mobil bergoyang pelan.Jendela berembun semakin tebal.Napas mereka semakin tidak beraturan.Teo menyatukan keningnya dengan Valeria, menatapnya dalam-dalam.Suaranya hampir tidak terdengar.“I’ve wanted you for so long…”Valeria meraih wajahnya, membalas ciuman itu lagi, lebih berani, lebih jujur dari sebelumnya.Teo menurunkan celananya, Valeria sedikit mendongak menatap suatu di bawah Teo sudah berdiri kokoh, seakan siap memasukinya saat itu juga.“Maaf jika itu akan sedikit menyakitimu, aku janji tidak akan lama, kalo kamu tidak sanggup aku akan berhenti kapanpun,” ucap Teo ragu, mengingat miliknya yang berukuran di atas rata-rata. Valeria meneguk salivanya kasar. Dia mengangguk ragu. Teo mendekatkan miliknya ke inti Valeria, mencoba mencari celah sekecil apapun dengan hati-hati.“Tahan baby,” bisik Teo merasa tak tega. “Akhh ... Sshhh!” jeri

  • Terjebak Gairah Liar Kakak Ipar   21. Malam Panas 1

    Mobil Teo berhenti di tempat yang semakin sepi. Lampu jalan ada beberapa yang menyala, sisa lainnnya gelap. Udara di dalam mobil mulai terasa hangat, napas mereka saling mengenai.Valeria masih diam, wajahnya memerah setelah ciuman tadi. Tapi Teo … dia sama sekali belum selesai. Masih ada hasrat yang dia tahan.“Valeria…” suaranya serak, dia seperti sedang menahan sesuatu yang lebih gelap.Valeria menelan ludah. “Hm?”Teo menatap bibirnya, lama, lalu menyapu perlahan menggunakan ibu jari.“Kenapa kamu bikin aku susah nahan diri kayak gini,” bisiknya rendah.Valeria memalingkan wajah, tapi Teo langsung menangkap dagunya dengan dua jari, lembut tapi mantap. Membuat Valeria kembali menatapnya.“Look at me,” ucap Teo pelan. Valeria patuh. Selalu patuh saat Teo berbicara seperti itu.Hujan sisa tadi menempel di kaca, memantulkan pantulan lampu dari kejauhan. Suasana semakin terasa privat, tapi justru itu yang membuat dada Valeria berdebar makin liar.“Teo … aku takut ada orang lewat?”“Let

  • Terjebak Gairah Liar Kakak Ipar   20. Jadikan Aku Sandaran

    “Nomor baru,” gumam Valeria.Seluruh tubuh Valeria kini terasa membeku, dadanya berdenyut nyeri. Dia berpikir jika suatu saat dia akan mendapatkan perhatian Jason. Sayangnya, impian itu harus dia kubur sedalam mungkin saat ini.”Nggak mungkin,” gumam Valeria menyadari siapa pria yang memeluk wanita naked itu. “Jangan dilihat!” ujar Teo meraih ponsel Valeria lalu menyimpannya di dalam saku.“Aku antar pulang,” ucap Teo, suaranya pelan. Dan akhirnya, setelah beberapa detik berdiam, Valeria mengangguk kecil. “iya.”Teo tersenyum tipis bukan kemenangan, tapi kelegaan yang menyakitkan. Dia sadar Valeria sedang tak banyak bicara saat ini.“Good girl.”Dia menuntun Valeria keluar kantor. Dan lift tertutup pelan.“Teo?”“Hm?”“Tolong rahasiakan yang aku lihat tadi ya?” ucapnya menatap lurus ke depan. Hatinya saat ini seakan mati rasa. Meskipun dia belum mencintai Jason, tapi melihat gambar suaminya bermain nakal dengan wanita lain, cukup membuat dadanya berdenyut nyeri. Ternyata semua rumor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status