Monica menyiapkan jamuan dengan antusias. Perempuan itu tampak bersemangat menyiapkan keperluan untuk menyambut keluarga calon besan. Perempuan itu tidak mau ada yang kurang. Bagian dapur kediaman Adiasta hari ini sangat sibuk. Monica jelas tidak mau sampai ada penilaian buruk dari keluarga Adriano atas jamuan yang diberikannya sebagai nyonya rumah.
Kenzo melihatnya. Keisya. Sejak dipersilakan masuk ke rumah megah milik keluarga Adiasta ini, Kenzo mencoba mengenali seperti apa perempuan yang dipilih oleh ayahnya untuk menjadi istrinya itu. Seperti kata teman-temannya, wajah Keisya memang menawan. Sebagai laki-laki ia mengakui hal itu. Kecantikan Keisya sangat terpancar meski perempuan itu tidak menggunakan riasan berat di wajahnya. Mata bulat dengan kelereng berwarna gelap itu terlihat sangat memikat namun belum cukup untuk membuat Kenzo terpikat sepenuhnya. Kerlip mata itu terasa familiar, Kenzo belum menemukan ingatan yang menyatakan bahwa mereka pernah saling berinteraksi atau semacamnya karena temannya berkata bahwa mereka berada di satu Universitas yang sama dengan perempuan itu dulu. Hidungnya kecil dan mancung, bibir plum yang berwarna layaknya ceri itu jelas menjadi nilai tambah untuk visual yang ditampilkan oleh sosok Keisya. Rambutnya hitam agak kecoklatan ditata sedikit bergelombang di ujungnya. Perempuan itu memakai gaun maxi berwarna putih. Dari tampilan luarnya memang Keisya mendapat nilai sempurna. “Jadi, bagaimana? Keisya mau menjalani perjodohan ini?" Tanya itu keluar dari bibir Zayden Adriano. Pria itu bertanya dengan akrab. Saat ini kedua keluarga Adiasta dan Adriano tengah menikmati hidangan makan malam di ruang makan kediaman Adiasta. Tidak perlu diragukan, masakan koki dari dapur Adiasta tidak pernah mengecewakan. Monica benar-benar tidak memberikan ada yang kurang malam ini. Keisya melirik papanya yang ada di ujung meja. Pria itu memberikan senyum kepada tamu mereka hari ini. Hampir dua menit lamanya berlalu dan Keisya menggantungkan pertanyaan dari Zayden Adriano. Semua orang di sana jelas sedang menanti jawaban darinya. “Saya mengikuti apa yang papa saya siapkan untuk saya. Saya yakin pilihan papa saya adalah yang terbaik untuk saya." Ujar Keisya dengan mata tertuju pada sang papa. Keisya ingin tahu reaksi seperti apa yang papanya itu berikan setelah mendengar jawaban darinya. Sayangnya Pratama tidak menunjukan raut wajah lain selain ekspresi datar. Khas pria itu. Keisya pun menggulirkan matanya menuju Zayden Adriano dan memberikan senyuman tipis sebagai bentuk kesopanan. Keisya bisa melihat gurat kelegaan terpatri dari wajah pria yang merupakan ayah dari Kenzo itu. “Lalu bagaimana dengan Kenzo? Apa Kenzo juga menyetujui perjodohan ini?" Kali ini Pratama yang mengajukan pertanyaan. Pertanyaan itu menggantung lebih lama daripada milik Zayden. Kenzo tidak kunjung menjawab. Membuat papa dan mamanya tersenyum sedikit sungkan kepada Pratama dan juga Monica. Sementara Keisya memasang telinganya baik-baik untuk mendengar jawaban seperti apa yang diberikan oleh tuan muda itu. Suasana menjadi sedikit tegang karena Kenzo yang tidak kunjung menjawab pertanyaan dari Pratama. Zayden sendiri sudah mendelikkan mata kepada sang putra agar segera menjawab. Akhirnya setelah hampir lima menit tidak mendapatkan jawaban, Pratama mendapatkan jawaban dari Kenzo. “Saya pun begitu. Sama seperti Keisya." Suara berat itu terdengar jelas di telinga Keisya. Jawaban itu memang terdengar tegas, tapi Keisya bisa merasakan sedikit getar yang terselip di antara kata-kata yang disampaikan oleh Kenzo dan perempuan itu tahu apa alasannya. Apalagi jika bukan rasa berat harus mengikuti kemauan orang tua yang menjodohkannya dengan perempuan lain, sementara dirinya sendiri masih belum move-on dari mantan kekasihnya. *** Kenzo dan Keisya kini duduk bersebelahan di kursi santai yang ada di pinggir kolam renang yang berada di halaman belakang rumah. Orang tua mereka melanjutkan agenda dengan minum teh bersama, sementara Keisya dan Kenzo disuruh untuk mendekatkan diri dengan diberikan waktu untuk berduaan seperti ini. “Kenapa kamu mau menerima perjodohan ini?" Setelah beberapa menit terlalui dalam keheningan akhirnya Kenzo memecah kesunyian di antara mereka. “Seperti yang aku katakan di meja makan tadi.” jawab Keisya singkat. “Kita berdua tahu bahwa itu bukan jawaban yang sesungguhnya. Jadi karena kita hanya berdua saja di sini, kamu bisa menyampaikan kepada saya." “Kamu jelas tahu bahwa kamu tidak akan mendapatkan keuntungan banyak dari pernikahan ini. Jadi apa alasannya?" Kenzo kembali bertanya. Pria itu ingin tahu apa yang mendasari Keisya mau menerima perjodohan dengan dirinya. Jika dilihat dari kecantikannya, perempuan itu tidak akan mendapat masalah untuk mencari pasangannya sendiri. Ada banyak laki-laki yang mengantri untuk menjadi suami perempuan itu. Untuk ukuran orang yang akan dinikahkan, cara bicara mereka cenderung kaku. Mau bagaimana lagi, mereka berdua memang baru mengenal secara personal saat ini. “Saya tidak merasakan adanya keuntungan disini. Tidak seperti kamu, yang jelas merima perjodohan ini atas desakan orang tua, bukan? Karena Adriano Group menawarkan bantuan untuk menangani khasus perusahaan Adiasta Group yang saat ini sedang dalam kondisi kurang baik." Suara Kenzo terdengar datar begitupun dengan ekspresi wajahnya. Bahkan sepanjang malam ini, Keisya hanya melihat raut datar dari wajah pria itu. Sesekali memang pria itu menampilkan senyum, tapi senyum itu hanya sebuah formalitas yang perlu ditunjukkan bukan benar-benar dari hati. Pria ini bisa dengan gamblang menyampaikan bahwa Keisya semata-mata menerima perjodohan ini karena desakan orang tuanya agar bisnis mereka tidak benar-benar mati. Keisya tidak tersinggung, karena kenyataannya memang demikian. PT Adiasta Group memang sedang tidak baik-baik saja. Orang kepercayaan papanya melakukan korupsi dana proyek-proyek yang mereka kerjakan. Klien pun mengajukan protes dan ingin menuntut ganti rugi karena mereka merasa membayar mahal dan ternyata ada penyelewengan dana. Kepercayaan terhadap perusahaan pun menurun, membuat Adiasta Group berkali-kali kalah tender. Itu jelas membuat perusahaan terus merugi. Tapi, setelah beberapa klien mendengar bahwa calon pewaris Adiasta Group akan menikah dengan calon pewaris Adriano Group, disitulah klien mulai kembali percaya dan perlahan mulai membaik. “Alasanku menerima perjodohan ini karena memang berniat mengikuti apa yang disiapkan oleh mama dan papaku saja. Toh tidak ada salahnya juga, aku memang sudah waktunya menikah." Intonasi suara Keisya masih cenderung datar. “Kamu tidak keberatan menikah tanpa cinta?" Kali ini Keisya memutar kepalanya dan menatap manik Kenzo yang terlihat teduh. Pandangannya terlihat sayu, barang kali memang lelaki itu sedang lelah dengan bagaimana kehidupannya berjalan. “Sepertinya kamu yang keberatan. Kamu tidak bisa melupakan mantan kekasihmu?" Kenzo mengerutkan dahinya. Laki-laki itu balas menatap perempuan di sebelahnya. Ekspresi datar itu masih bertahan di wajah tampan Kenzo. “Kamu tahu tentang masa lalu saya?" Keisya mengendikkan bahunya acuh. Perempuan itu kemudian kembali memandang ke depan, melihat air kolam yang tenang. “Bukan sesuatu yang sulit untuk dicari." “Kita lanjutkan obrolan ini di lain hari. Ada terlalu banyak mata dan telinga di rumah ini. Aku tidak mau orang tua kita semakin membuat seputusan yang tidak kita sukai.” Keisya berucap kemudian ekor matanya melirik ke arah pintu yang menyambungkan halaman belakang dengan rumah, ia bisa melihat kelebat bayangan seseorang dari balik tirai pintu geser. Jelas mama papanya sedang memperhatikannya melalui asisten rumah tangga yang ditugaskan untuk mengawasi. Mungkin takut jika ia merencanakan sesuatu dengan Kenzo terkait pernikahan ini.Mobil Kenzo terparkir di carport. Itu artinya Kenzo sampai lebih dulu dari pada dirinya. Begitu sampai dirumah Keisya ingin segera membersihkan tubuhnya yang terasa lengket di kamar mandi kamarnya. Sayangnya bayangan tentang berendam sejenak buyar saat langkah kakinya harus terhenti karena menjumpai seseorang di depan pintu. Melihat siapa yang menjumpainya itu, suasana hati Keisya menjadi masam. “Oh lihat, siapa yang datang. Mama dan papaku.” Di lain sisi, Kenzo juga terkejut mendapati keberadaan sang mertua. Laki-laki itu menundukkan kepalanya dan tersenyum tipis sebagai sapaan. “Selamat sore, ma, pa.” Sapa Keisya dan Kenzo bersamaan ramah pada mama papanya yang berdiri memandangi pasangan itu. “Hai, honey. Mantu ganteng dan anak cantik mama apa kabar?” “Baik ma.” Keisya tidak banyak bertanya. Perempuan itu mengangguk. Saat menoleh ke samping lagi untuk melihat keadaan Kenzo, dada suaminya sudah tidak kembang kempis seperti sebelumnya. “Kami keatas dulu, ma. Nanti biar kakak
Kenzo dan Keisya. Hubungan pernikahan mereka masih berjalan kaku selama beberapa hari ini. Mereka masih seperti dua orang yang dipaksa untuk tinggal satu rumah yang sama. Sebatas itu. Kenzo memasuki ruang makan. Di sana sudah ada Bi Iin yang cekatan menghidangkan menu sarapan. Kenzo adalah ripe orang yang membutuh kan makanan berat untuk sarapan, jadi harus selalu ada nasi di pagi hari. Tidak hanya ada Bi Iin, pagi ini ada juga Keisya yang berpenampilan rapi. Perempuan itu memakai kemeja berwarna cream yang di kemudian dilapisi oleh v-neck cardigan keluaran Thom Brown berwarna hitam dan dipadukan dengan rok berwarna senada. Kenzo menarik kursi dan mulai membalik piring. Laki-laki itu tersentak saat Keisya bergabung di meja makan membawa secangkir kopi dan diletakkan di sebelah piring Kenzo. Matanya tidak berhenti mengikuti pergerakan Keisya setelah perempuan itu meletakkan cangkir kopinya. “Kamu mulai bekerja hari ini?” tanya Keisya. Kentara sekali jika pertanyaan itu sekedar basa
Rolls-Royce Phantom yang dikemudikan oleh Kenzo memasuki komplek perumahan. Keisya mengenali komplek perumahan ini. Aarden Townhouse. Setahu Keisya, harga rumah di sini tidak murah. Aarden jelas membuat kompleks perumahan ini untuk para kaum elit. Fasilitas yang diberikan juga sepadan dengan harga yang dipatok. Mereka tiba di depan rumah dengan gaya minimalis berlantai dua. Jika dibandingkan dengan rumah keluarganya, rumah ini kemungkinan hanya berkisar separuh luas rumah milik papanya. Tapi rumah itu jelas sangat nyaman. Apalagi dengan taman kecil yang ada di halaman depan. Tepatnya di sebelah carport. Rumput gajahnya dipangkas dengan rapi. Ada pula kolam ikan dengan air mancur yang bergemericik. Kenzo turun terlebih dahulu dan langsung menuju bagasi mobil untuk mengeluarkan koper mereka. Setelah menginap sehari di rumah orang tua Kenzo, keduanya ke rumah Keisya untuk mengemas barang-barang dan menyewa jasa pindahan. “Ini Bi Iin. Yang bantu bersih-bersih dan masak di sini.”
Mereka sampai di kediaman orang tua Kenzo pukul setengah sepuluh pagi. Hari ini memang Kenzo dan Keisya akan pulang ke rumah orang tua Kenzo dulu. Sebelum memutuskan di mana mereka akan tinggal selanjutnya. Mama Jenny menyambut keduanya dengan antusias, sambil memperlihatkan senyum-senyum menggoda. Kenzo sudah jelas mengenali senyum itu. Pasti Mama Jenny mengira jika putranya sudah melakukan malam pertama. Sayangnya pikiran perempuan itu sama sekali tidak benar. Setelah pesta, pasutri itu memang berencana untuk menginap di hotel semalaman. Tapi tidak untuk satu kamar. Mereka memesan dua kamar yang bersebelahan, karena Kenzo yang memintanya. “Kenzo bawa istrimu ke kamarmu dulu. Turun lagi pukul satu siang ya. Kita makan siang bersama.” “Baik, ma.” Kenzo melirik Keisya. Mengkode perempuan itu mengikutinya. Koper mereka sudah dibawakan pelayan ke atas. Mereka menaiki lift dalam diam hingga kotak besi itu berhasil mengantarkan mereka sampai ke lantai dua. Kenzo melangkah keluar terle
Siang itu Kenzo kembali menjemput Keisya di kantornya. Seminggu yang lalu keduanya sudah bertemu dengan pihak WO. Hari ini mereka akan mengunjungi butik untuk mengukur badan untuk gaun dan tuksedo. Selama ini Keisya tidak punya keinginan tertentu untuk pesta pernikahannya, karena ia sendiri memang tidak menaruh harapan besar pada pernikahannya. Ia sendiri sudah membayangkan jika Kenzo akan menceraikannya setelah masing-masing tujuan mereka sudah tercapai melalui pernikahan ini.Mereka sampai di butik dan disambut oleh asisten designer yang bekerja di sana. Perempuan yang mengenalkan dirinya sebagai Vanya itu membimbing mereka menuju sebuah ruangan. Di dalam ruangan tersebut ada beberapa gaun yang terpajang. Tidak hanya warna putih, ada beberapa warna lain. “Kenzo!” itu adalah suara Melisa Adriano. Perancang busana sekaligus adik perempuan dari Zayden Adriano. Melisa akan membantu Keisya mewujudkan gaun yang diinginkannya. Tante dari pria yang akan dijodohkan dengannya itu cukup ter
“Vy, tolong reservasi meja untuk dua orang malam ini. Dan carikan gue informasi nomor ponsel pribadi, Keisya.” “Siap laksanakan, Bos!” Ivy -sekertaris pribadi sekaligus sahabat pria dingin itu tersenyum kecil pada Kenzo yang saat ini begitu fokus dengan layar komputernya. Sedikit geli mendengar atasannya memintanya mencari tahu ponsel calon istrinya. Bukankah aneh jika tidak mengetahui nomor ponsel pribadi seseorang yang sudah ditetapkan sebagai calon pasangan sehidup-semati. Oh, Ivy lupa kondisi mereka sedikit berbeda dengan calon-calon pasangan pada umumnya. Ivy meninggalkan Kenzo dan kembali ke mejanya sendiri. Melakukan tugas yang diberikan kepadanya. Pertama ia akan melalukan reservasi di restoran langganan Kenzo, kemudian mencari nomor ponsel Keisya. Sebelumnya mereka memang sudah mengantungi nomor ponsel Keisya, namun itu nomor yang digunakan untuk kepentingan pekerjaan. Kenzo menghentikan kegiatannya mengecek file di monitor saat ponselnya bergetar. Ada pesan dari Ivy yan