“Vy, tolong reservasi meja untuk dua orang malam ini. Dan carikan gue informasi nomor ponsel pribadi, Keisya.”
“Siap laksanakan, Bos!”
Ivy -sekertaris pribadi sekaligus sahabat pria dingin itu tersenyum kecil pada Kenzo yang saat ini begitu fokus dengan layar komputernya. Sedikit geli mendengar atasannya memintanya mencari tahu ponsel calon istrinya.
Bukankah aneh jika tidak mengetahui nomor ponsel pribadi seseorang yang sudah ditetapkan sebagai calon pasangan sehidup-semati. Oh, Ivy lupa kondisi mereka sedikit berbeda dengan calon-calon pasangan pada umumnya.
Ivy meninggalkan Kenzo dan kembali ke mejanya sendiri. Melakukan tugas yang diberikan kepadanya. Pertama ia akan melalukan reservasi di restoran langganan Kenzo, kemudian mencari nomor ponsel Keisya. Sebelumnya mereka memang sudah mengantungi nomor ponsel Keisya, namun itu nomor yang digunakan untuk kepentingan pekerjaan.
Kenzo menghentikan kegiatannya mengecek file di monitor saat ponselnya bergetar. Ada pesan dari Ivy yang berisi informasi mengenai detail reservasi dan ada pula nomor Keisya. Segera saja Kenzo mengirimkan pesan pada perempuan itu berisi ajakan untuk makan malam, guna mendiskusikan pembahasan mereka yang sempat tertunda pada malam itu.
Orang tua mereka sudah sepakat bahwa pernikahan akan dilaksanakan secepatnya kurang lebih satu bulan dari sekarang. Besok atau lusa pasti sudah ada media yang memberitahukan kabar pernikahan mereka. Semua sudah terencana. Timeline-nya pun sudah disusun. Papanya dan papa Keisya itu memang bersiap cukup banyak.
***
“Makan malam hari ini.”
Keisya memandangi layar ponselnya yang menampilkan pesan dari Kenzo. Ada ajakan atau lebih tepatnya sebagai perintah. Di bawah pesan itu ada lokasi restoran yang pasti sudah dipesan oleh pria itu.
“Shil, hari ini agenda saya sampai jam berapa?”
Sejak perusahaanya dalam kondisi jungkir balik, Keisya seringkali bekerja lembur. Mencoba menjalin hubungan baik dengan klien-klien sebelumnya dengan mengundang mereka untuk makan malam bersama dan sebagai upaya menarik kepercayaan mereka kembali, tetapi hal tersebut tidak membuahkan hasil.
“Hari ini tidak ada agenda bertemu dengan klien, Bu. Ibu bisa pulang sesuai jam kantor.”
“Ok. Thank you, Shil.”
Keisya memberikan anggukan singkat kepada sekertarisnya -Shilla dan mempersilahkan perempuan itu undur diri dari ruangannya. Keisya memandang kembali layar ponselnya yang berisi ruang obrolan dengan Kenzo. Perempuan itu mengentikkan balasan bahwa ia menyanggupi ajakan makan malam itu.
Keisya tidak kunjung menutup layar obrolan itu, justru melarikan jarinya ke arah profil Kenzo. Tangannya mengklik foto profil yang ditampilkan Kenzo di aplikasi perpesan, tidak ada yang spesial dari foto itu. Foto itu terlihat sangat formal. Kenzo menggunakan setelan kerja, jas berwana hitam.
Keisya sempat berpikir bahwa nomor yang menghubunginya ini adalah nomor bisnis laki-laki itu yang biasanya digunakan untuk keperluan pekerjaan dan bukan nomor pribadi. Dengan wajah rupawan itu, seakan sangat disayangkan jika Kenzo tidak menampilkan foto dengan pose-pose elok nan estetik yang dilakukan oleh banyak orang.
Oh, ya ternyata pria itu punya akun media sosial. Namun isinya bagaikan portofolio. Isinya semua yang berhubungan dengan pekerjaan pria itu. Bertemu klien, meeting, deal kontrak kerja sama, pokoknya hal-hal seperti itu. Tidak ada foto-foto yang isinya terkait kehidupan pribadinya. Well, jika seperti itu, Kenzo tidak ada bedanya sama sekali dengan dirinya. Keisya sendiri juga tidak suka mengumbar kehidupan pribadinya di luar pekerjaan ke media sosial.
***
Jam kerja Keisya berakhir pada pukul 4 sore. Janji makan malamnya dengan Kenzo pukul 7 malam. Keisya harus menghargai pertemuan malam ini, ia tidak mau mengenakan pakaian yang sudah lusuh saat bertemu dengan seseorang yang katanya akan menjadi suaminya itu.
Keisya sampai di rumah pada saat jarum jam hampir menyentuh pukul 5. Paling tidak ia punya waktu untuk mandi dan siap-siap selama satu jam. Pukul 6 harus dipastikan ia sudah rapi dan bisa langsung berangkat ke restoran yang sudah diberitahukan oleh Kenzo.
“Mau kemana, kak? Nggak ikut makan malam?” Monica bertanya kepada sang putri yang baru saja masuk ke ruang makan. Putrinya itu terlihat rapi, seperti akan pergi keluar.
Keisya menatap keluarganya satu persatu. Ada kedua orang tuanya dan adiknya yang duduk di kursi masing-masing, siap menikmati santapan makan malam yang sudah terhidang di meja makan.
“Aku ada acara diluar sama teman, ma.” ujar Keisya sedikit berbohong. Ia sengaja merahasiakan pertemuannya dengan Kenzo agar kedua orang tuanya tidak kepo akan hal yang mereka bicarakan nanti.
Keisya melirik papanya. Mencari-cari ekspresi seperti apa yang ditampilkan oleh pria itu. Namun yang Keisya lihat hanyalah ekspresi datar.
“Aku pergi dulu, ma. Dihabisin makannya.” Keisya mengacak-acak rambut Kinara yang sudah tertata rapi. Adiknya mendengus kesal. Bagaimanapun ia sudah rela mencatok rambut nya sampai harus menahan ngantuk.
Setelah berpamitan kepada keluarganya, Keisya segera bergegas menuju restoran yang sudah direservasi oleh Kenzo.
Sayangnya jalanan yang dilewatinya cukup ramai dan mengalami kemacetan. Ada banyak kendaraan yang bergabung di jalan raya.
Perjalanan Keisya lancar-lancar saja sampai ia menemui keramaian yang membuat beberapa pengemudi berhenti dan membuat arus jalanan menjadi kacau. Rupanya ada sebuah kecelakaan yang melibatkan pengendara bermotor. Keisya menepikan mobilnya dan keluar untuk melihat situasi.
Perempuan melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah hampir pukul setengah tujuh malam. Kemungkinan Kenzo sudah menunggunya. Keisya menggigit bibirnya, otaknya menimbang-nimbang sesuatu. Keisya berharap ia masih bisa mengejar waktu dan datang tepat waktu di pertemuan yang sudah dijanjikannya dengan Kenzo. Ia tentu tidak mau Kenzo memiliki kesan yang tidak terlalu baik terhadapnya. Keisya tidak mau dikenal sebagai orang yang tidak bisa menghargai waktu.
Tidak sampai 30 detik akhirnya dia menemukan jalan keluarnya. Buru-buru melaju mobilnya untuk berputar arah dan kini telah tiba di restoran. Pintu geser private room restoran tempatnya Kenzo menunggu digeser dengan keras. Menampilkan sosok Keisya yang sedang terengah-engah.
“Kamu terlambat.” Ucap Kenzo. Pandangannya menajam mengikuti Keisya melangkah mengambil tempat duduk.
“Aku tahu. Maafkan aku untuk itu. Jadi apa yang mau dibahas malam ini?”
“Kita makan saja dulu. Saya sudah memesan makanannya. Lagipula saya yakin berlari-lari membuat perutmu kosong.”
Pelayan masuk dan mengantarkan pesanan. Mereka pun makan dalam diam, hanya ada suara dentingan alat makan yang memenuhi ruangan itu. Suasana terasa dingin dan kaku.
“Apa yang mau dibahas?” Keisya langsung mengajukan pertanyaan kembali begitu ia melihat Kenzo sudah selesai dengan makanannya.
“Kita berdua tahu jika rencana pernikahan ini sama sekali diluar keinginan kita.” Kenzo membuka pembicaraan. Matanya menatap lurus pada Keisya yang terlihat siap mendengarkan setiap perkataan yang keluar dari bibirnya.
“Ada beberapa kondisi yang harus disesuaikan.”
Keisya sudah menebak-nebak, apakah akan terjadi perkawinan kontrak atau semacamnya?
“Saya mau kamu menandatangani surat ini.” Kenzo mengeluarkan selembar kertas putih dan di letakkan diatas meja.
“S-surat apa ini?”
“Surat kontrak nikah. Bahwa pernikahan ini hanya akan bertahan satu tahun. Tidak lebih. Setelah masa kontrak nikah ini habis, saya akan menceraikan kamu. Bukan itu saja, tapi selama menjalani pernikahan ini kamu tidak boleh mencampuri urusan saya, begitu juga dengan saya. Tidak ada hubungan badan yang terjadi di antara kita. Dan kamu bebas melakukan apa saja selama pernikahan ini terjadi.”
Itu gila. Keisya sempat terkejut mendengar rencana calon suaminya. Tapi di sisi lain, dia juga mengerti bahwa tidak ada cinta diantara mereka. Jadi, seharusnya mereka bisa dengan mudah menjalani rumah tangga seperti itu. Tanpa banyak pertimbangan, Keisya menandatangani surat perjanjian itu.
Kenzo menawarkan kebebasan untuknya. Kebebasan yang dimaksud pasti tidak mengikat dirinya pada kewajiban sebagai seorang istri. Pria itu memberinya kebebasan untuk bisa kembali bersama Alya jika sudah waktunya, dan tentunya sudah mendapatkan apa yang pria itu inginkan.
“Baiklah. Kalau begitu aku menyanggupinya,”
Kini ganti Kenzo yang mengangkat sebelah alisnya. Tidak menyangka jika Keisya bisa menyetujuinya semudah itu. Awalnya ia kira akan ada perdebatan, tapi itu sama sekali tidak terjadi. Semua berjalan dengan lancar. Jadi mereka sudah membuat kesepakatan. Tujuan pertemuan malam ini sudah tercapai.
Mobil Kenzo terparkir di carport. Itu artinya Kenzo sampai lebih dulu dari pada dirinya. Begitu sampai dirumah Keisya ingin segera membersihkan tubuhnya yang terasa lengket di kamar mandi kamarnya. Sayangnya bayangan tentang berendam sejenak buyar saat langkah kakinya harus terhenti karena menjumpai seseorang di depan pintu. Melihat siapa yang menjumpainya itu, suasana hati Keisya menjadi masam. “Oh lihat, siapa yang datang. Mama dan papaku.” Di lain sisi, Kenzo juga terkejut mendapati keberadaan sang mertua. Laki-laki itu menundukkan kepalanya dan tersenyum tipis sebagai sapaan. “Selamat sore, ma, pa.” Sapa Keisya dan Kenzo bersamaan ramah pada mama papanya yang berdiri memandangi pasangan itu. “Hai, honey. Mantu ganteng dan anak cantik mama apa kabar?” “Baik ma.” Keisya tidak banyak bertanya. Perempuan itu mengangguk. Saat menoleh ke samping lagi untuk melihat keadaan Kenzo, dada suaminya sudah tidak kembang kempis seperti sebelumnya. “Kami keatas dulu, ma. Nanti biar kakak
Kenzo dan Keisya. Hubungan pernikahan mereka masih berjalan kaku selama beberapa hari ini. Mereka masih seperti dua orang yang dipaksa untuk tinggal satu rumah yang sama. Sebatas itu. Kenzo memasuki ruang makan. Di sana sudah ada Bi Iin yang cekatan menghidangkan menu sarapan. Kenzo adalah ripe orang yang membutuh kan makanan berat untuk sarapan, jadi harus selalu ada nasi di pagi hari. Tidak hanya ada Bi Iin, pagi ini ada juga Keisya yang berpenampilan rapi. Perempuan itu memakai kemeja berwarna cream yang di kemudian dilapisi oleh v-neck cardigan keluaran Thom Brown berwarna hitam dan dipadukan dengan rok berwarna senada. Kenzo menarik kursi dan mulai membalik piring. Laki-laki itu tersentak saat Keisya bergabung di meja makan membawa secangkir kopi dan diletakkan di sebelah piring Kenzo. Matanya tidak berhenti mengikuti pergerakan Keisya setelah perempuan itu meletakkan cangkir kopinya. “Kamu mulai bekerja hari ini?” tanya Keisya. Kentara sekali jika pertanyaan itu sekedar basa
Rolls-Royce Phantom yang dikemudikan oleh Kenzo memasuki komplek perumahan. Keisya mengenali komplek perumahan ini. Aarden Townhouse. Setahu Keisya, harga rumah di sini tidak murah. Aarden jelas membuat kompleks perumahan ini untuk para kaum elit. Fasilitas yang diberikan juga sepadan dengan harga yang dipatok. Mereka tiba di depan rumah dengan gaya minimalis berlantai dua. Jika dibandingkan dengan rumah keluarganya, rumah ini kemungkinan hanya berkisar separuh luas rumah milik papanya. Tapi rumah itu jelas sangat nyaman. Apalagi dengan taman kecil yang ada di halaman depan. Tepatnya di sebelah carport. Rumput gajahnya dipangkas dengan rapi. Ada pula kolam ikan dengan air mancur yang bergemericik. Kenzo turun terlebih dahulu dan langsung menuju bagasi mobil untuk mengeluarkan koper mereka. Setelah menginap sehari di rumah orang tua Kenzo, keduanya ke rumah Keisya untuk mengemas barang-barang dan menyewa jasa pindahan. “Ini Bi Iin. Yang bantu bersih-bersih dan masak di sini.”
Mereka sampai di kediaman orang tua Kenzo pukul setengah sepuluh pagi. Hari ini memang Kenzo dan Keisya akan pulang ke rumah orang tua Kenzo dulu. Sebelum memutuskan di mana mereka akan tinggal selanjutnya. Mama Jenny menyambut keduanya dengan antusias, sambil memperlihatkan senyum-senyum menggoda. Kenzo sudah jelas mengenali senyum itu. Pasti Mama Jenny mengira jika putranya sudah melakukan malam pertama. Sayangnya pikiran perempuan itu sama sekali tidak benar. Setelah pesta, pasutri itu memang berencana untuk menginap di hotel semalaman. Tapi tidak untuk satu kamar. Mereka memesan dua kamar yang bersebelahan, karena Kenzo yang memintanya. “Kenzo bawa istrimu ke kamarmu dulu. Turun lagi pukul satu siang ya. Kita makan siang bersama.” “Baik, ma.” Kenzo melirik Keisya. Mengkode perempuan itu mengikutinya. Koper mereka sudah dibawakan pelayan ke atas. Mereka menaiki lift dalam diam hingga kotak besi itu berhasil mengantarkan mereka sampai ke lantai dua. Kenzo melangkah keluar terle
Siang itu Kenzo kembali menjemput Keisya di kantornya. Seminggu yang lalu keduanya sudah bertemu dengan pihak WO. Hari ini mereka akan mengunjungi butik untuk mengukur badan untuk gaun dan tuksedo. Selama ini Keisya tidak punya keinginan tertentu untuk pesta pernikahannya, karena ia sendiri memang tidak menaruh harapan besar pada pernikahannya. Ia sendiri sudah membayangkan jika Kenzo akan menceraikannya setelah masing-masing tujuan mereka sudah tercapai melalui pernikahan ini.Mereka sampai di butik dan disambut oleh asisten designer yang bekerja di sana. Perempuan yang mengenalkan dirinya sebagai Vanya itu membimbing mereka menuju sebuah ruangan. Di dalam ruangan tersebut ada beberapa gaun yang terpajang. Tidak hanya warna putih, ada beberapa warna lain. “Kenzo!” itu adalah suara Melisa Adriano. Perancang busana sekaligus adik perempuan dari Zayden Adriano. Melisa akan membantu Keisya mewujudkan gaun yang diinginkannya. Tante dari pria yang akan dijodohkan dengannya itu cukup ter
“Vy, tolong reservasi meja untuk dua orang malam ini. Dan carikan gue informasi nomor ponsel pribadi, Keisya.” “Siap laksanakan, Bos!” Ivy -sekertaris pribadi sekaligus sahabat pria dingin itu tersenyum kecil pada Kenzo yang saat ini begitu fokus dengan layar komputernya. Sedikit geli mendengar atasannya memintanya mencari tahu ponsel calon istrinya. Bukankah aneh jika tidak mengetahui nomor ponsel pribadi seseorang yang sudah ditetapkan sebagai calon pasangan sehidup-semati. Oh, Ivy lupa kondisi mereka sedikit berbeda dengan calon-calon pasangan pada umumnya. Ivy meninggalkan Kenzo dan kembali ke mejanya sendiri. Melakukan tugas yang diberikan kepadanya. Pertama ia akan melalukan reservasi di restoran langganan Kenzo, kemudian mencari nomor ponsel Keisya. Sebelumnya mereka memang sudah mengantungi nomor ponsel Keisya, namun itu nomor yang digunakan untuk kepentingan pekerjaan. Kenzo menghentikan kegiatannya mengecek file di monitor saat ponselnya bergetar. Ada pesan dari Ivy yan