Ansel baru saja mendapat kabar baik bahwa salah satu kenalannya yang berprofesi sebagai model mau membantu mereka dalam pemotretan selanjutnya. Dengan semangat membara ia berlari menghampiri Clara yang sedang memasak di dapur mereka. Clara bahkan sampai terkejut karena aksi mendadak Ansel."Clara! Aku punya kabar baik untuk kita!" Seru Ansel bahagia.Clara terhenyak dan menatap Ansel dengan sebal. Apakah Ansel tidak menyadari bahwa Clara adalah manusia yang sangat mudah terkejut? Tidakkah ia sadar bahwa teman serumahnya ini, gadis bernama Clara ini, memiliki jantung yang lemah dan tidak tahan dengan segala spontanitasnya?"Astaga, Ansel! Tenangkan dirimu! Lama-lama aku bisa terkena serangan jantung gara-garamu!" Sembur Clara sewot.Ansel hanya meringis menunjukkan barisan giginya yang rapih dan putih. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal."Maafkan aku, Clara. Hanya saja aku terlalu senang karena kabar baik ini." Ucap Ansel bersemangat.Clara lalu menyuapkan masakannya langsun
Ansel berjalan dengan canggung mendekati Clara. Gadis itu menatapnya tak berkedip. Membuat Ansel semakin salah tingkah."Jangan menatapku seperti itu, Clara. Kamu membuatku malu." Seru Ansel sebal.Gadis itu langsung menggelengkan kepalanya beberapa kali. Seolah berusaha menyadarkan dirinya sendiri."Ah, maaf Ansel. Hanya saja kamu tampak berbeda." Balas Clara pelan.Marcel tersenyum sumringah sembari menghampiri mereka berdua. Tangannya memegang kamera besar yang akan digunakan untuk pemotretan."Kalian sudah siap? Ayo kita mulai pemotretannya!" Seru Marcel antusias.Dengan kikuk, Clara dan Ansel berjalan ke tempat pemotretan akan dilakukan. Keduanya berdiri berjauhan dan tidak mampu menatap wajah masing-masing."Astaga! Bagaimana aku akan melakukan pemotretan kalau kalian berpose sangat kaku seperti ini?" Ucap Marcel kesal.Ansel mendelik ke arah Marcel. Ia sebal dengan Marcel yang seolah-olah ingin terus mempermalukannya."Ansel, ayo peluk Clara dan Clara, kumohon letakkan tanganmu
"Uncle Liem, aku pulang dulu ya!"Clara berpamitan pada Uncle Liem yang sedang asyik menghitung lembaran dollarnya. Pria tua itu hanya melambaikan tangan memberi isyarat yang mempersilahkan Clara pulang. Gadis itu berjalan dengan langkah ringan dan bahagia. Uang pemotretannya kemarin baru saja cair dan hari ini Clara akan mentraktir Ansel sebagai tanda terimakasihnya.Clara berjalan dengan penuh semangat menyusuri barisan pertokoan di kanan dan kirinya. Lalu matanya tertuju pada sebuah poster yang baru saja di tempel di etalase sebuah toko. Toko pakaian dalam wanita. Clara terhenyak. Ia melihat fotonya dipajang disana. Fotonya yang berbalut pakaian dalam seksi ditempelkan di etalase toko dan dilihat oleh ratusan pasang mata."Kenapa fotoku bisa ada disini? Bukankah Miss Grace bilang fotoku tidak akan digunakan di Singapura?!" Ucap Clara panik. Ia segera berlari menjauh dari tempat itu karena orang-orang tampak menyadari bahwa ia adalah model yang ada di poster. Dengan tergopoh-gopoh,
Ansel membelalak mendengar permintaan Clara. Ia tidak tahu harus bereaksi bagaimana menanggapinya. Melihat reaksi Ansel, Clara langsung melepaskan pegangannya."Tidak apa-apa jika kamu keberatan." Ucap Clara pelan.Ansel tersenyum canggung."Tidak, bukan begitu. Hanya saja aku sedikir kaget mendengar kata-katamu."Clara menatap lurus ke arah dinding kamarnya."Maafkan aku, aku sangat takut mimpi itu kembali muncul, Ansel. Makanya aku memintamu untuk menemaniku malam ini." Jelas Clara lirih.Ansel buru-buru mengangguk dan menempelkan bokongnya di kasur Clara."Tidak, aku tidak keberatan, Clara. Dimana aku harus tidur?" Tanya Ansel kikuk.Clara tertawa kecil. Lucu sekali melihat Ansel salah tingkah seperti ini. Gadis itu lalu menepuk sisi di sebelahnya beberapa kali."Disini. Kamu bisa tidur disampingku, Ansel." Ucap Clara.Dengan hati-hati Ansel berbaring di samping Clara sementara gadis itu juga merebahkan dirinya. Keduanya tidur bersisian tanpa berbicara sepatah kata pun. Kedua pasan
Clara tertawa kecil melihat Ansel yang tampak sangat bergairah."Apa yang ingin kamu lihat?" Tanya Clara geli.Ansel mengelus bagian kewanitaan Clara yang mulai menghangat."Tentu saja ini." Bisiknya halus."Apakah boleh?" Sambung Ansel yang dijawab oleh anggukan pasti dari Clara.Dengan cepat Ansel menarik celana pendek dan celana dalam Clara turun. Seperti yang ia lakukan pada kaos Clara, Ansel melempar dua potong bawahan itu entah kemana. Kini di hadapan Ansel, Clara tampil bugil. Tanpa sehelai benang pun yang menutupinya."Astaga, Clara. Bagaimana mungkin kamu bisa secantik ini." Puji Ansel lagi.Clara tertawa kecil. Ansel lalu membenamkan kepalanya di antara kedua kaki Clara. Dengan manja, Ansel menggosok-gosokkan jarinya di bibir kewanitaan Clara. Naik turun dengan dengan cepat dan sesekali melambat. Lalu jari telunjuk dan jari tengah Ansel menjepit tonjolan daging yang ada di atas bibir kewanitaan Clara. Titik yang disebut dengan nama klitoris. Titik dimana berjuta saraf terkum
Clara terbangun oleh ciuman Ansel yang tak henti-hentinya ia daratkan di seluruh bagian wajah Clara. Tangan Ansel masih melingkar di pinggul Clara sementara bibirnya masih sibuk memagut setiap jengkal kulit Sarah."Mmm... Ansel... ahh... hentikan..." desah Clara pelan.Tapi Ansel tetap tak menghentikan ciumannya yang membabi buta. Pria itu sudah benar-benar dimabuk birahi. Ciumannya menuruni leher dan kini berada di dada telanjang Clara."An...sel... hentikan... ini masih pagi..." gumam Clara sambil menggeliat.Tapi berlainan dengan mulutnya yang meminta berhenti, badan Clara bergerak seirama dengan ciuman Ansel. Mulut Ansel kembali menangkap salah satu dada Clara dan mengulumnya dengan liar. Lidahnya menjilat dalam gerakan memutar di puncak dada Clara. Gerakan yang membuat tubuh Clara menggelinjang nikmat.Dada Clara kini dipenuhi oleh bekas ciuman dan gigitan Ansel yang berwarna kemerahan. Nafas Clara terengah-engah karena Ansel yang begitu membabi buta menyerang dadanya. Jemarinya
Clara menatap lurus ke mata Ansel. Ia mencari jawaban yang tak kunjung ia temukan disana."Bagaimana? Apakah kamu setuju?" Tanya Clara sembari mengulurkan tangannya.Ansel menghela nafas pelan. Ia akhirnya mengangguk dan menjabat tangan Clara."Baiklah, aku setuju, Clara. Dan apa yang akan terjadi jika salah satu dari kita melanggarnya?" Ansel balik bertanya.Clara tampak berpikir keras."Entahlah, aku belum memikirkan sampai sana karena aku yakin aku tidak akan melanggarnya. Tapi kalau memang salah satu dari kita melanggar, maka hubungan apapun di antara kita harus diakhiri. Dengan kata lain, aku akan angkat kaki dari sini, Ansel." Ucap Clara mantap.Ansel mendelik tak percaya. Ia lalu mengerjapkan matanya beberapa kali berusaha mengembalikan fokusnya."Ah, baiklah. Aku setuju dengan semua yang kamu buat."Clara tersenyum puas. Setidaknya hatinya bisa merasa tenang. Ia tidak perlu khawatir akan melukai perasaan Ansel. Karena memang tidak akan pernah ada apapun di antara mereka. Entah
Ansel tidak tahu apa yang baru saja dialami Clara. Sejak di kampus ia hanya memikirkan Clara dan Clara. Karena itu ia segera pulag saat kelasnya selesai. Alasannya apalagi kalau bukan untuk bersenang-senang dengan teman serumahnya itu lagi. Tapi barulah menginjakkan kaki di rumah, pemandangan yang ia lihat adalah Clara yang duduk mematung di ruang tengah mereka. Pandangannya kosong entah kemana. Ansel menangkap sinyal sesuatu yang buruk sedang menimpa Clara. Dan benar saja. Gadis itu hancur dalam tangisan ketika Ansel memeluknya."Kamu mau menceritakan apa yang terjadi?" Tanya Ansel sembari menyodorkan segelas susu cokelat hangat kepada Clara.Clara mengambil gelas itu dan meneguknya sedikit. Ia lalu merapatkan selimut yang diberikan Ansel kepadanya tadi."Entahlah. Aku bingung harus bercerita darimana, Ansel." Ucap Clara pelan.Ansel duduk di sisi Clara sembari mengambil remote di tangan kanannya. Sementara tangan kirinya merangkul Clara erat. Gadis itu refleks menyenderkan kepalany