Beranda / Romansa / Terjerat Hasrat Dunia Gelap / Bab 3. Antara Dua Racun

Share

Bab 3. Antara Dua Racun

Penulis: Shenna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-12 11:39:52

"Apa?" Mata Ella membelalak. Tubuhnya seolah membatu, jantungnya memukul-mukul rusuk. Baru beberapa menit yang lalu Alexander mengaku tidak mengenalnya, tapi sekarang ucapannya berubah drastis. Ella menggeleng pelan, mencoba menahan gemuruh dalam dada. "A ... aku tidak mengerti. Apa yang Anda bicarakan?"

Alexander menyeringai. Senyumannya bukan senyum biasa, seperti ada racun di balik garis bibirnya. "Sepertinya kau memang memiliki kepribadian ganda," ujarnya tenang, menusuk tanpa nada tinggi. "Semalam menjual diri, dan sekarang bertingkah seolah menjadi wanita suci."

"Aku tidak menjual diri!" bentak Ella. Jemarinya mencengkeram setang sepeda kuat-kuat, seakan bisa menyalurkan gemetar tubuhnya pada logam dingin itu. "Maksudku, semalam aku memang mabuk. Aku tidak sadar dengan semua yang kulakukan dan katakan. Tapi tidak sekali pun aku berniat melecehkan Anda. Maaf jika perkataanku kasar. Tapi tolong ... jangan bawa masalah pribadi ini ke urusan kampus."

"Tenang saja, Ella," ucap Alexander dengan lirih yang menyebalkan. "Aku bukan pria murahan. Aku bahkan menawarkan tumpangan ... bukan membelimu."

Ella menelan ludah pahit. "Terima kasih. Tapi maaf, keputusanku tetap sama. Aku harus pergi. Permisi." Ia mulai mendorong sepedanya, ingin segera menjauh dari pria itu. Darinya muncul atmosfer aneh yang membuat jiwanya menegang.

Namun, belum sempat melangkah lebih jauh, tangan Alexander mencengkeram lengannya. Hangat, kuat, dan membuat kulit Ella seperti terbakar. "Aku sudah bersikap baik padamu dan ini balasannya?" ujarnya pelan tapi penuh tekanan. "Apa kau sudah lupa siapa diriku?"

Ella menoleh. Matanya tajam, tapi di baliknya ada ketakutan yang tak bisa disembunyikan. "Tidak, aku tidak lupa. Tapi seorang pria sejati tidak akan memaksa," katanya sambil menepis tangan Alexander sekuat tenaga. "Argh, semua pria memang sama saja."

Ia berbalik dan melangkah cepat, kepalanya menunduk, matanya berkabut. Jantungnya masih belum tenang saat akhirnya sampai di rumah.

***

Hari itu, pukul 01:57 AM, Ella dan Daisy berjalan menelusuri koridor kampus untuk keluar gedung.

"Kamu tidak latihan tambahan lagi?" tanya Daisy.

"Tidak, aku lelah dan bosan," jawab Ella.

Daisy menatap wajah Ella dengan dramatis. "Wow Ella bosan dengan Ballet? Apa ini tanda dunia akan segera berakhir?"

Ella tersenyum geli, lalu menggelitik pinggang temannya. "Berhenti berlebihan, kita sudah dewasa."

"Jika merasa sudah dewasa, ayo beranikan diri untuk clubbing."

"Kecuali itu, tidak bisa."

Namun, keseruan dan langkah dua wanita itu serempak berhenti. Di ujung lorong, Joseph, mantan pacarnya, berdiri, seolah sudah menunggu. Mereka memang berada dalam satu kampus, bedanya Joseph mengambil jurusan Seni Musik.

"Argh, mukanya ingin kupukul," gerutu Daisy. "Sudahlah jangan hiraukan." Daisy merangkul lengan Ella untuk mengajaknya menjauh.

Akan tetapi, Ella menolak rangkulan itu. "Tidak apa-apa. Kamu pergilah. Aku ingin menyelesaikan ini."

"Jangan mau ditipu kedua kalinya, Ella!"

"Aku tidak akan kena tipu. Percayalah."

Daisy mengembuskan napas berat. "Yasudah terserah padamu, tapi jika ada apa-apa, hubungi aku." Dibalas anggukan oleh Ella. Kemudian, Daisy pergi menjauh.

Merasa sudah punya peluang, Joseph mendekati Ella. "Bagaimana kabarmu?"

"Baik," jawabnya malas. Ella melanjutkan langkahnya menuju parkiran sepeda, diikuti Joseph dari belakang. Beruntung orangtuanya sempat membenarkan sepeda sebelum pergi ke luar kota selama 2 hari.

"Besok hari libur, apa mau pergi bersama?"

"Aku tidak ingin pergi dengan orang asing."

"Ayolah kita masih memperbaiki hubungan ini. Lusa kemarin, diriku sedang kacau jadi berbicara kalimat itu, bukan dari hatiku."

"Tapi ciuman itu dari hati, bukan? Kalian berdua menikmatinya."

"Ciuman hanya ciuman, tidak ada perasaan lebih."

Ella membalikan tubuhnya menatap tajam wajah Joseph. "Ciuman sudah pasti menggunakan perasaan, berbeda dengan sex," jelasnya berjalan cepat karena tempat tujuannya sebentar lagi.

"Ciuman dan seks? Dari mana kau tahu hal semacam itu?"

Ella tak menggubris. Ia berjongkok membuka kunci pada sepedanya.

"Jawab, Ella! Bagaimana kau tahu?"

"Bukan urusanmu." Ella menuntun sepedanya keluar parkiran.

Joseph mencekram lengan Ella. "Kemarin aku melihat kau dan seorang pria mengobrol, bahkan pergi bersama. Apa dia orangnya? Kalian tidur bersama?"

Ella menepis tangan Joseph. Tatapan matanya dingin dan menantang. "Benar. Dia orangnya, tapi sayangnya aku belum tidur bersamanya. Kuharap segera terjadi." Ia menggoeskan sepedanya cepat.

Namun Joseph meraih bagian belakang sepedanya, menahannya dengan paksa sehingga Ella terus berada di tempat yang sama. Padahal mereka sudah menjadi pusat perhatian karena kegaduhan.

"Menyingkirlah!" geram Ella.

"Tidak akan."

Merasa tidak tahan menjadi bisik-bisik orang-orang, akhirnya Ella turun dari sepedanya. "Ambil jika kau mau!" hardiknya mendorong sepedanya ke arah Joseph.

Ia melanjutkan langkahnya keluar gerbang utama, tanpa pedulikan keadaan sepeda kesayangannya.

Yang lebih mengesalkan adalah Joseph tidak kunjung berhenti. Mengucapkan kalimat melantur, bahkan terus mencoba menyentuh tangannya walau sudah ditepis berulang kali. Ella memilih melewati jalan gang sepi karena malu Joseph terus mengintilinya. Jika bertemu taksi, ia akan pulang menggunakannya.

Secara mendadak langkahnya berhenti. Kemarahannya hilang didominasi oleh perasaan terkejut. Joseph berhenti, mengikuti arah pandang Ella yang tertuju seorang pria yang sedang duduk di depan mobil mewah. Sebatang rokok menyala di antara jemarinya.

Alexander.

Wajah itu tenang, nyaris membeku dalam keteduhan yang menusuk. Sorot matanya tajam, menyapu mereka seperti hanya sepasang semut yang lewat di hadapannya. Tidak ada senyum, tidak ada reaksi.

"Dia bukan orangnya?" tanya Joseph menunjuk jemarinya ke Alexander.

Alexander tidak bicara. Hanya diam, rokok di antara jemarinya menyala tenang.

Ella menelan ludah, dadanya terasa sempit. "Sebaiknya kau pergi! Kita sudah selesai."

"Apa urusanmu sudah berganti dengan pria ini, hah?" Joseph mendekati Alexander. "Kau jangan dekati kekasihku."

Alexander mengangkat alisnya. "Dekati? Bahkan tertarik saja tidak."

Kalimat itu menusuk lebih tajam daripada pukulan. Joseph terdiam sejenak, lalu mendengus. "Baguslah. Jangan pernah sentuh dia."

Tanpa aba-aba, Joseph kembali mencengkeram lengan Ella. Genggamannya lebih keras dari sebelumnya, menyakitkan, penuh rasa menjijikkan. "Ayo pergi."

"Tidak!" Ella menggeliat, berusaha keras melepaskan diri. Lengan atasnya seperti diremas, nyeri dan panas.

Ella menatap mata Alexander dengan harapan lebih. Dia diam terus tanpa berniat membantu. "Tolong," lirihnya pelan.

Seperti orang tuli dan buta, Alexander bersikap seolah tidak ada yang terjadi di depan matanya. Menghisap rokok adalah kegiatan yang lebih menyenangkan. Seolah Ella dan penderitaannya bukan bagian dari semestanya atau Alexander memang membiarkan semesta menghukum Ella dengan caranya sendiri.

Ella menatap Alexander lalu berganti ke Joseph. Alisnya mengerut, sudah ditahap muak dengan situasinya. Dua pria di dekatnya memang tidak ada yang bisa dipercaya, tapi setidaknya ada yang sedikit lebih agak baik. "Aku tidak mau ikut denganmu, Joseph! Jika harus memilih, aku lebih memilih pria asing ini daripada kau."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 5. Hilang Tanpa Jawaban

    Denting jam dinding menyambut hari baru. Nyawanya sudah kembali, tapi kelopak matanya masih berat untuk terbuka. Perlahan, Ella menggeser kepala, menoleh ke sisi kiri ranjang. Membuka matanya perlahan untuk melihat pemandangan yang berbeda. Kosong. Hanya ada selimut putih berantakan dan paper bag berwarna hitam. Tidak ada sosok pria yang ia harapkan menjadi awal hari.Pandangannya menyapu ke seluruh kamar yang ternyata sangat sunyi. Tidak ada jejak keberadaan manusia. Pintu kamar mandi juga terbuka. "Alexander," panggilnya. Ella menarik selimutnya sampai menutupi dadanya yang tak dibalutkan sehelai benang pun. Ia duduk bersandar sambil mencerna situasi saat ini. Tidak ada suara dari luar kamar, tidak ada gerakan sedikit pun."Alexander?" panggilnya lagi dengan suara lebih kencang.Tetap tidak ada jawaban.Kegelisahan merayap dalam hatinya. Dengan tangan gemetar, ia meraih paper bag hitam itu, berharap menemukan petunjuk.Seketika matanya membelalak saat berhasil membukanya. Tumbuka

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 4. Sentuhan Lebih

    Cengkraman Joseph melonggar. Ella segera melepaskan tangannya tanpa pikir panjang."Pria mana yang kau maksud?" tanya Joseph dengan nada tinggi.Ella menunjuk ke arah Alexander. "Dia. Aku mengenalnya, dan kita akan pergi bersama ... seperti kemarin."Mata Joseph menyipit. Amarahnya memuncak melihat Ella begitu berani melawan. "Apa kau tuli? Dia sudah bilang tidak tertarik padamu. Jangan meminta seperti pengemis! Lihat aku! Aku di sini!""Tadi memang iya," sahut Alexander tiba-tiba. Suaranya tenang, tapi tajam. Kedua pasang mata langsung menoleh ke arahnya. Pria itu menjatuhkan putung rokoknya, menginjaknya dengan sepatu hitam mengilap, lalu berjalan mendekat. Mata tajamnya sedikit ke bawah karena tinggi Joseph berada di bawahnya. "Tapi sekarang tidak. Wanita ini ... terlihat menarik di mataku jadi kuperintah kau untuk melepaskan tangannya.""Siapa kau menyuruhku?""Siapa kau sampai aku harus memperkenalkan diri?""Dia kekasihku jadi jangan ikut campur."Alexander menoleh Ella. "Benark

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 3. Antara Dua Racun

    "Apa?" Mata Ella membelalak. Tubuhnya seolah membatu, jantungnya memukul-mukul rusuk. Baru beberapa menit yang lalu Alexander mengaku tidak mengenalnya, tapi sekarang ucapannya berubah drastis. Ella menggeleng pelan, mencoba menahan gemuruh dalam dada. "A ... aku tidak mengerti. Apa yang Anda bicarakan?"Alexander menyeringai. Senyumannya bukan senyum biasa, seperti ada racun di balik garis bibirnya. "Sepertinya kau memang memiliki kepribadian ganda," ujarnya tenang, menusuk tanpa nada tinggi. "Semalam menjual diri, dan sekarang bertingkah seolah menjadi wanita suci.""Aku tidak menjual diri!" bentak Ella. Jemarinya mencengkeram setang sepeda kuat-kuat, seakan bisa menyalurkan gemetar tubuhnya pada logam dingin itu. "Maksudku, semalam aku memang mabuk. Aku tidak sadar dengan semua yang kulakukan dan katakan. Tapi tidak sekali pun aku berniat melecehkan Anda. Maaf jika perkataanku kasar. Tapi tolong ... jangan bawa masalah pribadi ini ke urusan kampus.""Tenang saja, Ella," ucap Alexan

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 2. Kenangan Semalam

    "Ella, kemari," panggil pelatih Ballet-Eva. Panggilan itu membuat kesadaran Ella kembali. Ia diam sebelum akhirnya melangkah dengan kaki yang sedikit bergetar. Sekarang, dirinya bergabung bersama kumpulan orang-orang itu."Jangan menunduk dan sapa pria di depanmu," bisik Eva.Ella menelan ludahnya susah payah. Dengan penuh keberanian, ia mengangkat kepala. "H ... halo, aku ... Ella Force.""Dan Ella, di depanmu ada Tuan Alexander Hoffa yang akan menjadi sponsor utama pementasan kita. Sapa beliau."Begitu nama pria itu diucapkan oleh Eva, tubuh Ella seolah disambar petir. Jantungnya nyaris berhenti berdetak. Alexander Hoffa. Nama yang bagai kutukan, nama yang bahkan dalam tidur pun bisa membuatnya terbangun dengan keringat dingin."Jika tubuhmu merasa tidak enak, sebaiknya jangan memaksakan diri untuk masuk." Ucapan itu terdengar datar dari Alexander.Nada itu mengguncang relung hatinya. Membuat Ella ingin menghilang di balik tirai ruang latihan."Apakah kamu sakit, Ella?" tanya Eva c

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 1. Pangkuan dan Alkohol

    Cahaya strobo berkelip di langit-langit, melempar bayangan tajam ke wajah-wajah yang menari liar. Musik deep house menghentak dada, disusul asap kabut dan aroma pekat parfum, keringat, serta alkohol.Di sudut kursi bar counter, seorang pria duduk sendirian. Jas hitamnya masih rapi, meski dasi sudah dilonggarkan. Sepasang mata tajamnya menatap kosong ke arah gelas di tangan yang berisi Absinthe murni, tanpa campuran apa pun. Dengan kadar alkohol nyaris menembus batas legal.Rasa terbakar segera menjalari tenggorokan dan dadanya. Tapi ia tetap duduk tenang, tenggelam dalam dunianya sendiri.Di usia 30 tahun, beban bisnis dan tuntutan keluarga terasa lebih berat dari minuman terkeras sekalipun.Drrrt ...!Ponselnya bergetar pelan. Ia menoleh malas. Layar menyala menampilkan nama yang sudah terlalu sering membuat napasnya berat."Halo, Ayah," katanya."Apa kau sudah tiba di Melbourne, Alexander?" tanya pria tua dari seberang telepon, Reagan Hoffa."Baru saja tiba," jawab Alexander."Seles

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status