LOGIN"Hmm ...." Wajah Ardhan terlihat acuh tak acuh menatap istrinya.
"Sarapan pasti sudah disiapkan. Pergilah dulu, nanti aku menyusul sambil membawa Chloe." Winda tersenyum manis.
Ardhan tak mengucapkan sepatah kata pun dan hanya mengangguk lalu berjalan pergi dengan tas kerjanya.
Setelah Ardhan pergi, Winda mendelik pada Laras.
"Saat aku dan suamiku berduaan, jangan tiba-tiba muncul atau mengganggu kami."
"Maaf, Bu Winda. aku tidak tahu kamu dan Tuan keluar dari kamar. Aku hanya mau keluar bawa Chloe berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk mendapat vitamin D,” ujar Laras meminta maaf.
"Jangan banyak alasan. Ini peringatan pertama, ya. Awas kalau mengganggu waktu berduaan kami lagi. Kalau lihat aku dan Ardhan berdua, kamu harus menjauh dan bawa juga Chloe ...." Winda menatap putrinya.
Sebelah alis Laras terangkat melihat kilat kecemburuan di mata Winda saat menatap putrinya sendiri.
Wajar seorang ibu cemburu karena perhatian Ardhan lebih banyak tertuju pada putrinya.
“Sudahlah, aku mau mandi. Bawa Chloe keluar berjemur seperti yang kamu bilang,” ujar Winda acuh tak acuh lalu masuk kembali ke dalam kamarnya tanpa mencoba memeriksa Chloe.
Laras menghembuskan napas menatap bayi dipelukannya. Dia dapat merasakan Winda begitu acuh tak acuh dengan putrinya sendiri, sangat berbeda dengan Ardhan yang protektif pada anaknya.
Jika Winda begitu dingin pada anaknya, anaknya tidak bisa dekat dengan ibunya.
Laras menghela napas dan menggelengkan kepala. Ini bukan urusannya mengomentari rumah tangga majikannya. Dia hanya perlu mengasuh dan menyusui bayi majikannya agar mendapat uang untuk membesarkan Aidan-nya.
Dia tersenyum lembut pada Chloe.
“Bibi akan bawa Chloe berjemur ya ….”
Bayi tersenyum memperlihat mulutnya yang ompong namun Lucu.
Laras menahan keinginan untuk menciumnya. Dia sangat menggemaskan, membuatnya merindukan Aidan-nya.
Laras membawa Chloe turun dari lantai dua dan menuju halaman mansion sementara anggota keluarga Wikrama sedang sarapan.
“Matahari tidak terlalu kuat, cuacanya juga sejuk ….” gumam Laras berdiri di tengah halaman sambil menggendong Chloe. Dia menutup kepala dan mata Chloe dari sinar matahari sambil memantau kulit Chloe jika terjadi reaksi sensitif terhadap sinar matahari.
Namun bayi itu justru anteng sambil menghisap jarinya.
“Waah, rumah ini sudah sangat tenang. Ternyata Chloe sudah anteng dan tidak menangis lagi.”
Laras menoleh dan tersenyum hormat menyapa Sofia yang keluar dari dalam rumah dengan penampilan yang sudah rapi.
“Selamat pagi, Nyonya.”
“Pagi.” Sofia melirik Chloe diperlukan Laras berdecak. “Benar-benar udah anteng. tidak sia-sia adikku menyarankan kamu jadi ibu susunya. Kamu lebih berguna daripada ibu kandungnya sendiri.” Saat dia mengatakan itu dia melirik ke arah kamar di lantai dua.
“Anaknya bangun pagi, tapi ibunya asyik tidur setelah semalam begadang di diskotik. Aku heran kenapa Ardhan begitu toleran pada istrinya,” ujarnya dengan nada tidak senang.
Laras hanya tersenyum menanggapinya, merasa tidak berhak untuk ikut berkomentar tentang majikan.
Dia mencoba mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, "Nyonya hendak pergi ya?"
"Ya. Aku mau bertemu dengan temanku. Kami ada janji pagi ini." Kemudian wanita itu mengeluh tentang ketidaksukaan bangun pagi untuk bertemu dengan temannya, namun tetap harus menemuinya.
Dia melambai pada Laras sambil menuju ke arah mobil yang sudah disiapkan sopir pribadinya.
Laras mengalihkan pandangannya pada Chloe yang sudah mulai mengantuk.
"Chloe sudah mulai ngantuk ya, ayo kita kembali kamar ...." Dia mengusap pipi bayi itu dan mulai berjalan menuju ke dalam rumah.
"Tunggu Nona ...." Seorang penjaga gerbang mansion memanggil Laras membuat wanita itu menoleh.
"Kamu Laras Aubrey, pengasuh Nona Chloe, kan?" Satpam itu bertanya sambil menatap penampilan Laras.
"Ya. Ada apa, ya?"
"Ada yang mencari kamu. Dia sudah menunggu di depan gerbang." Satpam itu menunjuk ke arah gerbang mansion Wikrama yang sangat tinggi.
Seorang wanita paruh baya dengan punggung membelakangi Laras terlihat samar-samar dari kejauhan dan berdiri di luar gerbang. Laras tak bisa melihat wajahnya karena wanita itu membelakangi gerbang.
"Siapa yang mau bertemu denganku?"
"Katanya ibu mertuamu."
Wajah Laras langsung berubah muram.
"Maaf Pak. Kami sudah putus hubungan. Bisa tolong jangan izinkan dia masuk?" bisik dengan Laras dengan suara memohon.
"Hm, begitu ya ... Oke aku tidak akan izinkan masuk." Satpam itu menatap Laras dengan pengertian lalu melanjutkan ucapannya. "Hubungan dengan mertua memang begitu buruk, ya ...."
Laras hanya mengangguk lemah.
Sayangnya saat mobil Sofia berjalan keluar, satpam lain membuka gerbang, lalu dengan ekspresi menakutkan, Yanti mengambil kesempatan saat gerbang terbuka bergegas masuk.
"Laras!" Dia berteriak keras menghampiri Laras dengan cepat.
"Kamu! Berani sekali menerobos masuk!" Satpam itu mencoba menghentikan Yanti.
"Lepaskan aku!" Yanti menggeram kesal mencoba melepaskan satpam yang sedang menahannya.
Jantung Laras berdegup kencang karena melihat Yanti begitu berani menerobos masuk ke mansion keluarga Wikrama.
Dia sangat berani.
Teriakannya mengagetkan Chloe, dan gadis kecil itu mulai menangis.
"Ssstt, Chloe ... tidak apa-apa sayang." Laras membujuk bayi di pelukannya lalu melirik Yanti yang berteriak memarahi satpam.
Laras merasa tidak enak karena Yanti memarahi satpam keluarga Wikrama. Teriakan itu akan menarik orang-orang di mansion dan Laras akan dicap jelek jika mertuanya membuat keributan di rumah orang.
Meski memutuskan hubungan dengan mertuanya, mereka tetap mengganggunya layaknya parasit.
"Ada apa ini? kenapa sangat berisik?" Tania keluar dari dalam rumah dan menghampiri mereka.
"Tania, boleh minta tolong sebentar jaga Chloe dan bawa dia ke dalam." Laras mencoba menyerahkan Chloe pada Tania dengan ekspresi memohon.
"Apa yang terjadi?" Tania menerima Chloe dengan ekspresi bingung. Bayi kecil itu menangis membuat dia kewalahan.
"Ini ada masalah dengan mantan ibu mertuaku. Tolong bantu aku jaga Chloe. Aku akan segera mengurus masalah ini."
"Oh oke ...." Tania mengerutkan kening menatap Yanti yang berteriak di tahan oleh satpam. "Cepat selesai masalah ibu mertuamu itu. Dia sangat berisik dan mengganggu kenyaman Tuan Hendra. Tuan Hendra tidak suka kebisingan."
"Baik, Tania. Maafkan aku."
Tania menggelengkan kepala lalu berjalan kembali masuk ke dalam rumah sambil membawa Chloe.
Laras menghembuskan napas dan berbalik memandang Yanti. Dia menghampiri ibu mertuanya dan menarik tangannya karena mencakar satpam.
"Bu, apa kamu gila? Kenapa membuat keributan di rumah orang!"
Yanti menepis tangannya menampar wajah Laras keras. Segera pipi mulus dan putih Laras memerah dengan tanda telapak tangan.
"Semua ini salah kamu, dasar perempuan murahan!"
"Bu, tolong tenang! Kamu tidak boleh memukul orang seenaknya. Masalah bisa diselesaikan dengan berbicara.” Sang Satpam menegur Yanti dan menatap Laras prihatin.
Pipinya jadi bengkak. Mata Laras merah, tangannya mengusap pipinya yang ditampar dengan mata berkaca-kaca. Itu membuatnya terlihat menyedihkan. Satpam itu merasa iba dan menatap Yanti galak.
Yanti tidak memedulikannya dan mengangkat tangannya menunjukkan ke wajah Laras
"Dasar perempuan murahan. Kamu pikir bisa kamu begitu saja dengan uang Rizal!"
"Sudah kubilang semua uang Rizal sudah habis. Semua uang itu dia habiskan untuk selingkuhannya," desis Laras.
"Cuih! Aku tidak percaya dengan ucapanmu itu! Cepat berikan uang Rizal padaku! Aku tidak akan pergi sebelum dapatkan uang anakku."
"Kamu ini aneh sekali. Uang anakmu dipakai untuk selingkuhannya, kenapa kamu memeras menantumu!" Satpam berkomentar dengan kening berkerut mendengar percakapan mereka.
"Diam! Ini bukan urusan kamu! Anakku meninggal juga karena perempuan sial ini. Sejak anakku menikah dengan perempuan sial ini, hidup kami menjadi sulit! Sekarang anakku meninggal, dan tidak ada yang menafkahi kami! Perempuan sial ini harus bertanggung jawab! Beraninya dia lari dan memberikan rumah anakku pada tetangganya itu!"
Laras mengusap keningnya mendengar ucapan Yanti menjadi semakin tidak masuk akal dan penuh omong kosong.
"Sejak aku menikah, Rizal tidak bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga kami, jadi aku bekerja sendiri mencari uang. Kamu sendiri yang membuat hidup kalian susah karena terus berhutang. Hutang-hutang itu adalah urusan kalian. Tolong berhenti mengganggu hidupku."
Yanti mengangkat dagu dengan angkuh.
"Aku tidak peduli! Kembalikan uang anakku!"
"Pak Satpam tolong usir saja. Dia terus bicara omong kosong. Kami sudah tidak ada hubungan lagi karena suamiku meninggal dalam kecelakaan mobil dengan selingkuhannya."
"Iya, tenang saja. Jangan berurusan lagi dengan keluarga mertua kamu yang seperti ini ini. Lebih baik lapor polisi saja."
Yanti cemas mendengar percakapan mereka, dan dengan marah berteriak.
"Aku tidak akan pergi sampai aku dapat kembali uang anakku! Enak saja kamu membawa uang anakku dan kerja di tempat keluarga kaya!" Yanti memandang ke arah rumah mewah.
Pandangannya berbinar menatap seorang pria tampan yang sedari tadi berdiri di depan pintu dengan tangan di masukkan ke dalam saku celana.
Dia menghampiri pria itu dengan cepat.
Laras berbalik melihat tindakan tiba-tiba Yanti menghampiri seseorang di belakangnya. Wajahnya menjadi pucat saat melihat Ardhan berdiri di depan pintu.
Sejak kapan pria itu ada di sana?
"Tuan, jangan pekerjakan perempuan itu. Dia punya catatan j
elek. Dia mantan pelayan hotel yang tidur dengan banyak pria yang membayarnya dan punya anak haram.”
Mobil itu sangat familiar, seperti BMW hitam yang selalu dikendarai Ardhan.Ardhan memiliki kesukaan untuk mengoleksi mobil dari merek BMW. Bahkan garasi keluarga Wikrama lebih banyak terparkir mobil BMW dibandingkan jenis mobil merek lain yang dipakai anggota keluarga Wikrama yang lain.Laras sudah beberapa kali menaiki mobil itu dan akrab dengan mobil BMW yang dikendarai Ardhan Wikrama.Namun ketika dia melihat plat nomor mobil itu berbeda, Laras menghembuskan napas yang tanpa sadar di tahannya.Konyol jika dia berpikir Ardhan ada di sini sekarang.Namun mobil itu bukan mobil yang dipakai Sinta atau Dian. Mungkinkah mereka membeli mobil baru? Atau ada tamu yang datang berkunjung di rumah mereka?"Kak Laras, sedang apa?" Sandra berdiri di sampingnya lalu menatap mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Shinta."Wah, itu mobil yang sangat mewah. Apa itu jenis mobil BMW keluaran terbaru? Aku bisa tahu karena salah satu teman kampusku punya mobil seperti itu. Sepertinya tetanggamu j
"Hmm ...." Laras menanggapi dengan acuh tak acuh mulai berjalan mencari susu formula untuk Aidan."Baiklah, aku anggap Kak Laras sudah memaafkan kami," kata Sandra dengan riang lalu menyusul Laras."Wah, Aidan sudah tumbuh tambah besar dan gemuk. Lihat wajah lucu dan kulit putihnya, dia sangat mirip dengan Kak Rizal." Sandra mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi Aidan di stroller.Laras langsung menahan tangannya."Apa yang kamu lakukan?" Tanyanya dengan waspada. "Aku hanya ingin memegang pipi Aidan.""Apa kamu sudah mencuci tangan?""Uhmm apa itu perlu?" Sandra mengernyit.Laras mendorong tangan Sandra menjauh dari wajah Aidan."Kulit anak-anak itu sensitif. Jadi jangan sembarang mencubit atau memegang Aidan," balas Laras datar.Sandra ingin memutar matanya mendengar kata-kata Laras. Namun karena dia sedang ingin berbaikan dengan Laras, dia menahan sikap yang seperti biasa."Oh, aku tidak tahu hehehe ... Omong-omong Kak Laras banyak uang ya? Kamu bahkan bisa membeli stroller yan
Sebelum pulang, Laras singgah di sebuah toko supermarket untuk membeli kebutuhan popok dan susu untuk Aidan. Dia kebetulan bertemu Sandra, mantan adik iparnya."Kak Laras, apa kabar?" dia menyapa Laras dengan sikap yang sangat ramah.Laras menatapnya sesaat dengan sebelah alis terangkat.Sandra, adik iparnya yang dulu selalu bersikap ketus dan mengompori hubungan Laras dan Rizal agar mereka bertengkar, lalu menghasut ibu mertuanya untuk membenci Laras.Laras membuang muka dan mendorong stroller Aidan menjauh. Dia sudah memutuskan untuk menjauh dari keluarga mertuanya yang toxic dan tidak ingin terlibat apapun dengan mereka."Kak Laras, tunggu!" Sandra buru-buru mengejarnya lalu berjalan di sebelahnya. "Kak Laras, kapan pulang?" Dia bertanya dengan nada yang sangat ramah dan manis."Minggu lalu," balas Laras datar, malas meladeni mantan adik iparnya namun dia tidak mau bertengkar saat sedang berbelanja di supermarket karena dia tahu Sandra tidak akan berhenti meski dia mengabaikannya.
“Sa-sayang aku ….”“Pertimbangkan pilihan yang aku berikan padamu. Mulai sekarang aku akan membekukan seluruh kartu kredit yang aku berikan padamu.”“Kenapa kamu seperti ini? Padahal semuanya baik-baik saja dan Chloe tidak rewel ….”Tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi dari kamar sebelah.Tak lama kemudian, pintu kamar mereka diketuk dari luar dengan keras dan mendesak.“Tuan! Nyonya! Tolong keluar sebentar!”Ardhan hanya menatap pintu kamar dengan dingin dan tak beranjak dari tempatnya.Winda dengan kesal berdiri lalu menuju pintu kamar dan membuka pintu.Vina, pengasuh baru Chloe berdiri di depan pintu mereka dengan campur aduk kesal, lelah dan tak berdaya.“Apa yang terjadi?”“Nyonya, Nona Chloe mulai demam.”“Lalu kenapa kamu tidak mengurusnya? Beri obat atau telpon Dokter Andrew untuk memeriksa Chloe.”“Tapi Nyonya ….”Winda berdecak dan mengusir Vina karena tidak tahan mendengar tangisan anaknya.“Bawa Chloe pergi. Bukankah tugas kamu untuk menenangkannya? Kenapa kamu membawa
Ketika Winda pulang pada pukul 12 malam, dia melihat Ardhan belum tidur. Suaminya duduk di sofa dan laptop yang terbuka di atas meja dalam kamar mereka.Dia melipat tangan di depan dada dan mendongak dengan tatapan tajam di matanya saat Winda masuk ke kamar mereka.“Sayang, kamu sudah pulang? Kenapa belum tidur?” Winda menyisir rambutnya dan bertanya dengan lembut sambil mendekati Ardhan.“Kamu dari mana?” Suara Ardhan terdengar dingin dan menusuk.“Uhm … aku ada syuting iklan tadi siang lalu bertemu dengan teman-temanku. Maaf ya, aku pulang agak telat. Aku lupa waktu, hehe jangan marah, ok?” Dia duduk di samping Ardhan sambil tersenyum manis meraih lengan suaminya.“Winda ….” Ardhan memanggilnya dengan suara rendah.“Kamu pergi seharian tapi sama sekali tak memedulikan Chloe?”“Apa maksudmu? Tentu saja aku peduli pada Chloe. Lagipula bukankah ada pengasuh yang selalu menjaga Chloe?”“Kamu meninggalkan Chloe pada pengasuh yang baru kamu kenal?” Suara Ardhan terdengar semakin dingin.
Ketika Ardhan pulang kerja pada pukul 10 malam dan pergi ke kamar Chloe untuk memeriksa putrinya, dia melihat seorang wanita paruh baya dengan seragam babysitter sedang menggendong putrinya yang menangis dan memaksanya minum susu dari dot.Dia tak melihat keberadaan Laras di kamar itu."Kamu siapa?" Ardhan bertanya dengan suara tajam. "Apa yang kamu lakukan pada putriku?!""Halo Tuan, aku Vina, pengasuh baru yang dipekerjakan Nyonya Winda." Pengasuh memperkenalkan dirinya dan berhenti memaksakan dot susu pada bayi perempuan di pelukannya."Pengasuh baru? Lalu di mana Laras?""Laras? Maksud Tuan pengasuh Nona Chloe sebelumnya? Dia sudah diberhentikan. Jadi aku pengasuh baru Nona Chloe. Nyonya Winda tidak memberitahumu, Tuan?"Raut wajah Ardhan berubah membeku sesaat lalu mengerutkan kening dengan ekspresi keras.Jadi sekarang Laras tidak berada di mansion ini lagi. Ardhan merasakan perasaan aneh mendengar pengasuh muda putrinya itu sudah tidak ada lagi di rumah ini, dan tidak akan melih







