Share

Berubah

last update Last Updated: 2022-12-18 03:44:26

Aksi Adiaz terhenti saat ia sadar apa yang akan diperbuatnya. Ia menurunkan kembali tangannya. Memilih pergi begitu saja. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 24:00 WIB.

Adiaz meraih kunci mobil dan mengenakan jaket, dengan tanpa menoleh ke arah Mentari, ia keluar seraya membanting pintu. Lalu ia menghubungi Angela. “Aku jadi ke sana.”

Angela tertawa penuh kemenangan. “Tuh, ‘kan, apa kubilang. Dia itu cuma perempuan yang membosankan, Sayang. Aku akan buat kamu puas malam ini," ucapnya.

Kondisi jalanan yang lengang membuat Adiaz yang sedang kalut mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dalam benaknya saat ini hanya terbayang asap kenikmatan yang disuguhkan Angela, sudah dua bulan terakhir ini Adiaz dikenalkan dengan ‘surga dunia' ala Angela, wanita seksi yang berprofesi sebagai penari telanjang di sebuah klub malam.

Sampai di tempat tujuan, Adiaz menghubungi Angela. Namun, berkali-kali panggilan Adiaz tak dijawab oleh Angela. Ia kemudian masuk ke klub yang sudah padat pengunjung. Berbagai macam aktivitas ia temui di dalam, dari mulai orang-orang yang berjoget sambil mabuk, hingga pasangan yang saling merangkul dan berciuman tanpa rasa malu lagi. Tak sedikit yang sibuk menggoda wanita-wanita yang menjual harga diri mereka di sana.

Matanya mencari-cari keberadaan Angela, dengan tiba-tiba wanita itu memeluk Adiaz dari belakang.

“Hei ... sudah datang. Cepat sekali, ya." sapanya manja di telinga Adiaz.

“Aku mau bicara. Jangan di keramaian seperti ini," ucap Adiaz.

“Baiklah," jawab Angela setuju. Wanita itu membawa Adiaz ke sebuah ruangan privat, yang biasa dipakai untuk memesan wanita.

“Sepertinya aku ingin pisah dengan Mentari," ucap Adiaz.

Angela refleks tersenyum lebar. Akhir dari semua permainan ini, dia akan memiliki Adiaz sepenuhnya. “Ya sudah, pisah saja. Apalagi kendalanya? Lagi pula, perempuan bodoh itu tidak bisa apa-apa tanpa kamu, ‘kan? Percuma kamu kasih semuanya ke dia, kalau kamu selama ini gak puas sama hubungan kalian," ucapnya sok bijak. Dalam hatinya, wanita itu sedang mengibarkan bendera kemenangan atas Mentari. Merasa dirinya di atas angin, dan Mentari bukanlah apa-apa baginya, yang sudah sering menggoda pria orang untuk mendapatkan uang.

“Itu masalahnya. Aku harus dapat promosi untuk naik jabatan, baru kami bisa pisah," ucap Adiaz. Suaranya agak mengecil, mungkin juga ragu.

Angela mendekat ke arah Adiaz. Dia menuangkan cairan kental berwarna ungu, itu adalah anggur mahal. “Udah, deh, daripada pusing, kita seperti ini saja dulu. Sampai kamu naik jabatan dan tinggalkan perempuan bodoh itu," ucapnya menggoda.

“Begitu, ya?” Adiaz tampak ragu.

“Tentu saja. Oke, aku rasa sekarang kamu butuh senang-senang. Aku sudah siapkan semuanya. Are you ready?” ucap Angela dengan gaya penggodanya.

Adiaz pasrah saja saat Angela menyuguhkan sesuatu yang belum lama ia nikmati, kepulan asap kenikmatan itu membuat ia melupakan Mentari dan terhanyut menikmati malam bersama Angela.

Sementara itu, Mentari cemas dengan keadaan Adiaz. Gadis berkulit putih dengan tinggi semampai itu terus saja menghubungi ponsel Adiaz, meski hasilnya nihil.

“Ya Allah, ke mana, sih, Adiaz? Apa dia benar-benar ada main sama perempuan lain? Apa gunanya memberikan komitmen selama ini kalau akhirnya semua lelaki sama saja! Selalu gak cukup dengan satu wanita!" Kesal, itu yang Mentari rasakan saat ini.

Mentari menangis tersedu. Dia duduk di teras rumah, sambil terus melihat layar ponsel berharap Adiaz membaca dan membalas pesannya seperti biasa. Sementara malam semakin beranjak menuju pagi.

Di tempat lain ....

Angela masih berbaring di tempat tidur dengan tanpa mengenakan sehelai benang pun. Matanya terpejam, tetapi ia tidak tidur. Sedangkan Adiaz sudah bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Dilihatnya ponsel yang tergeletak di sofa, ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari Mentari. Beserta chat yang menjadi spam.

Dia tidak peduli. Memilih untuk pulang ke rumahnya sebentar, berganti baju, lalu pergi ke kantor.

Hari ini, pimpinan perusahaan akan mengadakan rapat besar. Seluruh karyawan yang berkontribusi dalam proyek besar waktu itu, akan ikut serta termasuk Adiaz. Hari ini sepertinya akan ada pengumuman mengenai kenaikan jabatan.

Jika Adiaz bisa mendapatkan promosi lebih cepat, maka ia akan segera meninggalkan Mentari. Ia berencana untuk tinggal bersama Angela di sebuah apartemen. Meninggalkan wanita yang sudah menjalin kasih selama satu windu dengannya. Ya, dia benar-benar berpikir seperti itu, hanya untuk wanita murahan yang siapa saja bisa menikmatinya tentu saja setelah deal soal harga.

Dari pojok ruangan karyawan, terdengar sebuah pengumuman. “Untuk semua karyawan yang berkontribusi dalam proyek A, diharapkan untuk segera berkumpul di ruangan utama."

Hiruk pikuk mulai menggema di setiap sudut ruangan, satu-persatu yang merasa berkontribusi bergegas menuju ruangan utama. Ruangan rapat itu dipenuhi oleh Karyawan, termasuk Adiaz. Di meja panjang, mereka duduk berhadap-hadapan. Sedangkan pimpinan perusahaan berada di depan, sisi lain meja yang lebih pendek.

“Selamat atas kesuksesan kita untuk proyek besar ini," ucap sang pimpinan dengan wajah berseri. Semuanya bertepuk tangan dan bersorak gembira.

“Perusahaan kita, mendapatkan keuntungan berkali-kali lipat dari tahun kemarin. Kalian bisa melihatnya dari kurva ini," ucap pimpinan perusahaan, sambil menunjuk sebuah gambar di depannya. “Karena hal ini, kita mendapatkan berbagai macam tawaran dari industri raksasa, serta kepercayaan dari banyak pihak. Hal ini, menjadi mungkin untuk kita bersaing di kancah internasional," ucapnya lagi.

Semua orang menahan napas. Kini, tiba saatnya untuk mengumumkan siapa saja yang akan naik jabatan, “Saya akan mengumumkan hal penting––“ Pimpinan perusahaan menjeda kata-katanya.

Deg!

Deg!

Deg!

“Mengenai beberapa karyawan yang akan naik jabatan, karena sudah bekerja keras untuk proyek ini," lanjutnya.

Adiaz harap-harap cemas.

“Mereka adalah––”

“Yano … Gabriel … Myra …."

Deg!

Deg!

Deg!

“... dan … Adiaz."

“Huft." Ia menarik nafas lega.

“Selamat untuk kalian semua," ucap pimpinan perusahaan lalu meninggalkan ruangan rapat, setelah membubarkannya.

Adiaz bergegas keluar, ia tak sabar lagi untuk berbagi kabar gembira ini, tetapi bukan lagi Mentari yang menjadi tempatnya menumpahkan kabar bahagia, tapi Angela.

“Aku akan ke sana sekarang. Aku mendapatkan promosi naik jabatan!"

“Wah ... benarkah? Itu artinya kamu akan segera meninggalkan perempuan bodoh itu, 'kan?"

“Sepertinya begitu," ucap Adiaz.

Ia pergi ke sebuah toko perhiasan, membeli perhiasan kalung mahal, gelang serta anting untuk Angela. Tidak terbayang rasa sakit yang akan dirasakan Mentari jika ia tahu akan hal ini. Padahal, Mentari-lah orang yang selalu mendoakan keberhasilan Adiaz.

Saat sampai di kediaman Angela, Adiaz disambut dengan pelukan hangat oleh Angela. Wanita itu langsung merebut sebuah Paper bag dari Adiaz. Matanya berbinar-binar saat melihat apa yang Adiaz bawa.

“Wah ... ini semua untukku?"

“Iya. Itu untuk kamu."

“Terus, bagaimana dengan perempuan bodoh itu?"

“Dia tidak tahu aku sudah naik jabatan. Untuk ke depannya, aku akan pikirkan dulu secara matang."

“Baiklah, ayo masuk," ajaknya seraya menggelayut manja.

Sementara itu Mentari sejak semalaman tak tidur sama sekali, matanya sembab, kepalanya sedikit pusing.

“Adiaz, di mana, sih? Apa dia sudah makan? Biasanya karena sibuk, dia lupa makan." Mentari masih saja khawatir akan Adiaz. Gadis itu dengan setia memberikan pesan, meski tahu tidak akan dibalas.

“Apa aku cari ke rumahnya saja, ya?"

Saat akan beranjak, tiba-tiba pesan dari Mentari sudah terbaca. Sebuah pesan balasan masuk dan itu membuat Mentari melonjak bahagia. Segera ia membukanya.

[Laki lu lagi sama gue! Eh, ups ... Sori, maksudnya calon MAN-TAN laki! Lu jangan berharap bisa ketemu lagi sama dia. Lu kapan sadarnya, sih? Kalau dia udah jijik sama lu. Dia bosan sama lu, makanya pilih gua sebagai pasangan hidupnya. Lu gak merasa gagal apa jadi perempuan? Udah tunangan, tapi akhirnya dia lari juga ke gue yang baru dikenalnya. Berarti, lu seburuk itu, ya? Hahahaha.]

Saat membaca pesan teks itu, dunia Mentari tiba-tiba berubah menjadi gelap, kelam, dan sunyi. Perlahan, dadanya terasa sesak dan sakit. Ia merasakan kepalanya sakit yang luar biasa seperti ada banyak tombak tajam yang menghantamnya secara brutal. Tanpa disadari, air matanya mengalir deras. Mentari hanya bisa terdiam, tatapan matanya kosong.

“Adiaz, kamu tega menghancurkan kepercayaan yang aku beri? Demi perempuan lain, yang belum tentu mau berada di sisimu saat kamu jatuh," ratapnya pilu.

Perlahan semuanya gelap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat di Hati yang Salah   Ending_Semoga Tuhan Memaafkanmu Karena Aku Tidak

    [Aku sudah di Acclamare Coffee, kamu di mana, Yank?]Satu pesan masuk tepat saat mobil yang dikendarai Mentari memasuki kawasan tempat di mana mereka membuat janji untuk bertemu.“Tujuh menit lagi aku sampai.” Mentari mengirimkan balasan. Tempat tujuan sudah di depan mata, perempuan itu merasakan debaran di hatinya semakin tak dapat lagi terkontrol. Ia lebih memilih berdiam diri di dalam mobil seraya meredam gejolak perasaannya yang semakin tak karuan. Lima menit sudah berlalu dari waktu tujuh menit yang ia janjikan dan kini hanya tersisa dua menit saja.Dengan langkah pelan Mentari memasuki kafe. Di salah satu sudut meja, netranya menangkap satu sosok yang dulu pernah sangat merajai hatinya, mengukir mimpi, melalui hari-hari dengannya selama delapan tahun!Sampai akhirnya sesuatu yang sampai detik ini tak pernah ia mengerti pun terjadi, Adiaz berubah menjadi seorang yang asing bagi Mentari, lalu dia menghilang bak ditelan bumi.Hari ini, setelah enam tahun berlalu. Sosok itu

  • Terjerat di Hati yang Salah    Aku Tahu Apa yang Harus Aku Lakukan

    Setelah enam tahun ....Laki-laki itu menatap nanar sebuah foto seorang wanita cantik yang sedang tertawa bahagia memeluk erat dua anak perempuan kembar. Hatinya berdenyut sakit, seandainya ia bisa mengulang waktu, tak akan dulu ia tergoda wanita malam dan meninggalkan kekasih yang telah lama membersamainya.Dia adalah Adiaz. Kehidupannya kini telah berangsur membaik. Pada dasarnya ia memang seorang yang ulet dan pekerja keras. Setelah mengalami kehancuran hidupnya bersama Angela, ia bertekad untuk memperbaiki hidup, ia kembali meniti kariernya dari bawah dengan cara membuka usaha di bidang properti dan kini usahanya sudah menunjukkan perkembangan yang cukup memuaskan. ‘Maafkan aku, Mentari. Tapi sungguh aku dulu tidak bermaksud untuk meninggalkanmu. Hanya saja, aku terlanjur salah dan jauh melangkah. Bagimu, aku menghilang, aku lari dan melupakanmu. Tak apa jika kau menilai aku seperti itu. Tapi, satu hal yang harus kamu tahu, sebenarnya ... aku sedang melindungimu, karena rasa cin

  • Terjerat di Hati yang Salah   Luka Dalam Pelukan Rindu

    Tanpa terasa enam bulan sudah Mentari menyandang gelar sebagai Nyonya Maheswara. Maheswara memperlakukan Mentari seperti seorang Ratu. Apa pun yang dia minta, selalu dipenuhi oleh Maheswara. Mentari juga tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan rumah, “ Aku gak mau istriku kecapean, aku menikahimu untuk menjadi istri bukan untuk menjadi tukang bersih-bersih.” Itu jawaban Maheswara saat Mentari bersikukuh ingin membersihkan ruang kerja suaminya dengan alasan bosan tidak mengerjakan apa-apa. Kehidupannya kini jauh lebih bahagia daripada saat bersama dengan Adiaz. Hati Mentari sudah sepenuhnya terisi dan menerima Maheswara. Semua kisah masa lalu bersama Adiaz telah benar-benar ia ikhlaskan meski tak pernah ia melupakannya.‘Aku kehilangan seseorang sampai mengalami yang namanya depresi. Aku sempat terpuruk dan jatuh sejatuh-jatuhnya. Harga diriku sebagai perempuan yang punya komitmen, diinjak sampai tak tersisa oleh wanita murahan itu, tetapi kalau tahu akhirnya Tuhan akan memberik

  • Terjerat di Hati yang Salah   Menekan Rindu

    [Hmm ... pokoknya, kalau kamu sudah menikah dengan saya, tidak ada namanya kerja apalagi lembur, itu tugas dan kewajiban saya. Tugasmu cukup membuat saya merasa tidak ada orang lain di dunia ini selain kita berdua.]Mentari terbelalak heran ketika membaca pesan itu. “Rasanya aku belum memberikan jawaban, tapi, kok, bicaranya seperti itu? Ah, sudahlah. Dia, ‘kan Bos, jadi bebas bicara apa saja,” Mentari terkekeh sendiri.Mentari tidak mengetikkan lagi pesan balasan, dan segera berfokus pada komputer di hadapannya. Tepat ketika jarum pendek di jam dinding mencapai angka 20:30 WIB, pekerjaannya sudah selesai. Dia meregangkan badannya yang pegal. Lalu kini dia harus menelepon Rani untuk minta dijemput. Tut!.Sambungan telepon diterima. “Halo, Ran, jadi jemput aku, ‘kan?” [Tari, aku minta maaf karena sudah janji. Tapi, benar-benar gak bisa. Adikku masuk rumah sakit.] “Rino masuk rumah sakit? Kenapa, Ran?”[Penyakit lamanya kambuh, mungkin dia kecapean. Ini lagi nunggu hasi

  • Terjerat di Hati yang Salah   Bismillah ... Kulepas Kau Dari Hatiku

    Ketika tiba di kantor, entah mengapa atmosfer yang terasa berbeda dari sebelumnya. Semua orang tidak lagi menyapa seperti biasa, mereka menatap Mentari lalu tersenyum sungkan, tetapi ada juga yang setelahnya terlihat kasak kusuk seperti sedang bergosip, Mentari merasa heran juga dibuatnya. Belum genap lima menit Mentari duduk di kursinya, Eva membisikan sesuatu. “Ada pesan dari Pak Bos, katanya beliau meminta laporan keuangan hari ini,” ucap Eva membuat Mentari mengerutkan kening. “Hari ini? Bukannya masih ada waktu dua hari lagi, sesuai jadwal biasanya?” Mentari dibuat bingung oleh permintaan Maheswara yang menurutnya sangat absurd sekali. “Iya, Mbak, tadi pesannya seperti itu.” “Oke deh, Mbak Eva. Terima kasih, ya, eh, ngomong-ngomong sepagi ini beliau sudah datang?” “Sudah, malah sebelum karyawan datang beliau sudah ada di kantor, gitu kabar yang aku dengar dari Pak Satpam tadi.”“Ehm, tumben. Ya sudah, aku mau kerjakan dulu sesuai yang beliau minta, thankyou, ya, Mbak.“Kare

  • Terjerat di Hati yang Salah   Isi Hati dan Hukuman

    Apanya yang mendadak? Saya kan ajak kamu pergi nanti malam, sekarang masih pagi. Seharusnya, masih ada waktu untuk dandan, kan? Walaupun tidak perlu juga tidak apa-apa,” ucapnya santai. Mentari mengusap wajahnya gusar. Lelaki ini terkenal dingin, tetapi tidak terhadap Mentari.“Maksud saya, Pak, kenapa Bapak mendadak ajak saya jalan-jalan?” “Nanti juga kamu akan tahu apa alasannya. Saya ada banyak pekerjaan, kamu juga urus saja semua tugas-tugas kamu. Jangan membicarakan masalah pribadi di jam kerja, ya." Mentari mengerutkan kening, ‘Jangan membicarakan masalah pribadi di jam kerja’. “Bukankah dia yang memintaku menemuinya?"Ah, dasar aneh.” Mentari menggerutu dalam hati. “Ya, sudah, kamu boleh kembali ke mejamu,” ucapnya sedikit salah tingkah. Lagi-lagi pria itu tersipu malu. Dia mengusir Mentari karena malu tidak tahu harus bereaksi seperti apa sebenarnya. Wajahnya merona, telinganya juga merah. “Mentari, kamu bisa bikin aku gila dalam sehari. Dan itu cuma karena kita mengob

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status