Share

Berubah

Aksi Adiaz terhenti saat ia sadar apa yang akan diperbuatnya. Ia menurunkan kembali tangannya. Memilih pergi begitu saja. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 24:00 WIB.

Adiaz meraih kunci mobil dan mengenakan jaket, dengan tanpa menoleh ke arah Mentari, ia keluar seraya membanting pintu. Lalu ia menghubungi Angela. “Aku jadi ke sana.”

Angela tertawa penuh kemenangan. “Tuh, ‘kan, apa kubilang. Dia itu cuma perempuan yang membosankan, Sayang. Aku akan buat kamu puas malam ini," ucapnya.

Kondisi jalanan yang lengang membuat Adiaz yang sedang kalut mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dalam benaknya saat ini hanya terbayang asap kenikmatan yang disuguhkan Angela, sudah dua bulan terakhir ini Adiaz dikenalkan dengan ‘surga dunia' ala Angela, wanita seksi yang berprofesi sebagai penari telanjang di sebuah klub malam.

Sampai di tempat tujuan, Adiaz menghubungi Angela. Namun, berkali-kali panggilan Adiaz tak dijawab oleh Angela. Ia kemudian masuk ke klub yang sudah padat pengunjung. Berbagai macam aktivitas ia temui di dalam, dari mulai orang-orang yang berjoget sambil mabuk, hingga pasangan yang saling merangkul dan berciuman tanpa rasa malu lagi. Tak sedikit yang sibuk menggoda wanita-wanita yang menjual harga diri mereka di sana.

Matanya mencari-cari keberadaan Angela, dengan tiba-tiba wanita itu memeluk Adiaz dari belakang.

“Hei ... sudah datang. Cepat sekali, ya." sapanya manja di telinga Adiaz.

“Aku mau bicara. Jangan di keramaian seperti ini," ucap Adiaz.

“Baiklah," jawab Angela setuju. Wanita itu membawa Adiaz ke sebuah ruangan privat, yang biasa dipakai untuk memesan wanita.

“Sepertinya aku ingin pisah dengan Mentari," ucap Adiaz.

Angela refleks tersenyum lebar. Akhir dari semua permainan ini, dia akan memiliki Adiaz sepenuhnya. “Ya sudah, pisah saja. Apalagi kendalanya? Lagi pula, perempuan bodoh itu tidak bisa apa-apa tanpa kamu, ‘kan? Percuma kamu kasih semuanya ke dia, kalau kamu selama ini gak puas sama hubungan kalian," ucapnya sok bijak. Dalam hatinya, wanita itu sedang mengibarkan bendera kemenangan atas Mentari. Merasa dirinya di atas angin, dan Mentari bukanlah apa-apa baginya, yang sudah sering menggoda pria orang untuk mendapatkan uang.

“Itu masalahnya. Aku harus dapat promosi untuk naik jabatan, baru kami bisa pisah," ucap Adiaz. Suaranya agak mengecil, mungkin juga ragu.

Angela mendekat ke arah Adiaz. Dia menuangkan cairan kental berwarna ungu, itu adalah anggur mahal. “Udah, deh, daripada pusing, kita seperti ini saja dulu. Sampai kamu naik jabatan dan tinggalkan perempuan bodoh itu," ucapnya menggoda.

“Begitu, ya?” Adiaz tampak ragu.

“Tentu saja. Oke, aku rasa sekarang kamu butuh senang-senang. Aku sudah siapkan semuanya. Are you ready?” ucap Angela dengan gaya penggodanya.

Adiaz pasrah saja saat Angela menyuguhkan sesuatu yang belum lama ia nikmati, kepulan asap kenikmatan itu membuat ia melupakan Mentari dan terhanyut menikmati malam bersama Angela.

Sementara itu, Mentari cemas dengan keadaan Adiaz. Gadis berkulit putih dengan tinggi semampai itu terus saja menghubungi ponsel Adiaz, meski hasilnya nihil.

“Ya Allah, ke mana, sih, Adiaz? Apa dia benar-benar ada main sama perempuan lain? Apa gunanya memberikan komitmen selama ini kalau akhirnya semua lelaki sama saja! Selalu gak cukup dengan satu wanita!" Kesal, itu yang Mentari rasakan saat ini.

Mentari menangis tersedu. Dia duduk di teras rumah, sambil terus melihat layar ponsel berharap Adiaz membaca dan membalas pesannya seperti biasa. Sementara malam semakin beranjak menuju pagi.

Di tempat lain ....

Angela masih berbaring di tempat tidur dengan tanpa mengenakan sehelai benang pun. Matanya terpejam, tetapi ia tidak tidur. Sedangkan Adiaz sudah bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Dilihatnya ponsel yang tergeletak di sofa, ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari Mentari. Beserta chat yang menjadi spam.

Dia tidak peduli. Memilih untuk pulang ke rumahnya sebentar, berganti baju, lalu pergi ke kantor.

Hari ini, pimpinan perusahaan akan mengadakan rapat besar. Seluruh karyawan yang berkontribusi dalam proyek besar waktu itu, akan ikut serta termasuk Adiaz. Hari ini sepertinya akan ada pengumuman mengenai kenaikan jabatan.

Jika Adiaz bisa mendapatkan promosi lebih cepat, maka ia akan segera meninggalkan Mentari. Ia berencana untuk tinggal bersama Angela di sebuah apartemen. Meninggalkan wanita yang sudah menjalin kasih selama satu windu dengannya. Ya, dia benar-benar berpikir seperti itu, hanya untuk wanita murahan yang siapa saja bisa menikmatinya tentu saja setelah deal soal harga.

Dari pojok ruangan karyawan, terdengar sebuah pengumuman. “Untuk semua karyawan yang berkontribusi dalam proyek A, diharapkan untuk segera berkumpul di ruangan utama."

Hiruk pikuk mulai menggema di setiap sudut ruangan, satu-persatu yang merasa berkontribusi bergegas menuju ruangan utama. Ruangan rapat itu dipenuhi oleh Karyawan, termasuk Adiaz. Di meja panjang, mereka duduk berhadap-hadapan. Sedangkan pimpinan perusahaan berada di depan, sisi lain meja yang lebih pendek.

“Selamat atas kesuksesan kita untuk proyek besar ini," ucap sang pimpinan dengan wajah berseri. Semuanya bertepuk tangan dan bersorak gembira.

“Perusahaan kita, mendapatkan keuntungan berkali-kali lipat dari tahun kemarin. Kalian bisa melihatnya dari kurva ini," ucap pimpinan perusahaan, sambil menunjuk sebuah gambar di depannya. “Karena hal ini, kita mendapatkan berbagai macam tawaran dari industri raksasa, serta kepercayaan dari banyak pihak. Hal ini, menjadi mungkin untuk kita bersaing di kancah internasional," ucapnya lagi.

Semua orang menahan napas. Kini, tiba saatnya untuk mengumumkan siapa saja yang akan naik jabatan, “Saya akan mengumumkan hal penting––“ Pimpinan perusahaan menjeda kata-katanya.

Deg!

Deg!

Deg!

“Mengenai beberapa karyawan yang akan naik jabatan, karena sudah bekerja keras untuk proyek ini," lanjutnya.

Adiaz harap-harap cemas.

“Mereka adalah––”

“Yano … Gabriel … Myra …."

Deg!

Deg!

Deg!

“... dan … Adiaz."

“Huft." Ia menarik nafas lega.

“Selamat untuk kalian semua," ucap pimpinan perusahaan lalu meninggalkan ruangan rapat, setelah membubarkannya.

Adiaz bergegas keluar, ia tak sabar lagi untuk berbagi kabar gembira ini, tetapi bukan lagi Mentari yang menjadi tempatnya menumpahkan kabar bahagia, tapi Angela.

“Aku akan ke sana sekarang. Aku mendapatkan promosi naik jabatan!"

“Wah ... benarkah? Itu artinya kamu akan segera meninggalkan perempuan bodoh itu, 'kan?"

“Sepertinya begitu," ucap Adiaz.

Ia pergi ke sebuah toko perhiasan, membeli perhiasan kalung mahal, gelang serta anting untuk Angela. Tidak terbayang rasa sakit yang akan dirasakan Mentari jika ia tahu akan hal ini. Padahal, Mentari-lah orang yang selalu mendoakan keberhasilan Adiaz.

Saat sampai di kediaman Angela, Adiaz disambut dengan pelukan hangat oleh Angela. Wanita itu langsung merebut sebuah Paper bag dari Adiaz. Matanya berbinar-binar saat melihat apa yang Adiaz bawa.

“Wah ... ini semua untukku?"

“Iya. Itu untuk kamu."

“Terus, bagaimana dengan perempuan bodoh itu?"

“Dia tidak tahu aku sudah naik jabatan. Untuk ke depannya, aku akan pikirkan dulu secara matang."

“Baiklah, ayo masuk," ajaknya seraya menggelayut manja.

Sementara itu Mentari sejak semalaman tak tidur sama sekali, matanya sembab, kepalanya sedikit pusing.

“Adiaz, di mana, sih? Apa dia sudah makan? Biasanya karena sibuk, dia lupa makan." Mentari masih saja khawatir akan Adiaz. Gadis itu dengan setia memberikan pesan, meski tahu tidak akan dibalas.

“Apa aku cari ke rumahnya saja, ya?"

Saat akan beranjak, tiba-tiba pesan dari Mentari sudah terbaca. Sebuah pesan balasan masuk dan itu membuat Mentari melonjak bahagia. Segera ia membukanya.

[Laki lu lagi sama gue! Eh, ups ... Sori, maksudnya calon MAN-TAN laki! Lu jangan berharap bisa ketemu lagi sama dia. Lu kapan sadarnya, sih? Kalau dia udah jijik sama lu. Dia bosan sama lu, makanya pilih gua sebagai pasangan hidupnya. Lu gak merasa gagal apa jadi perempuan? Udah tunangan, tapi akhirnya dia lari juga ke gue yang baru dikenalnya. Berarti, lu seburuk itu, ya? Hahahaha.]

Saat membaca pesan teks itu, dunia Mentari tiba-tiba berubah menjadi gelap, kelam, dan sunyi. Perlahan, dadanya terasa sesak dan sakit. Ia merasakan kepalanya sakit yang luar biasa seperti ada banyak tombak tajam yang menghantamnya secara brutal. Tanpa disadari, air matanya mengalir deras. Mentari hanya bisa terdiam, tatapan matanya kosong.

“Adiaz, kamu tega menghancurkan kepercayaan yang aku beri? Demi perempuan lain, yang belum tentu mau berada di sisimu saat kamu jatuh," ratapnya pilu.

Perlahan semuanya gelap.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status