Share

2. Kedatangan Kanaya

Auteur: Yu.Az.
last update Dernière mise à jour: 2025-10-14 16:38:04

Elena kini telah selesai berbenah diri, setelah dibantu oleh Cani. Di depan cermin Elena duduk menatap wajahnya yang cantik nan alami.

“Nona, apa riasannya—” suara pelayan itu terdengar ragu.

“Tak perlu. Biar aku saja,” potong Elena cepat.

Cani terdiam, bibirnya terbuka ingin bicara, namun urung. Matanya menatap kagum ketika Elena mulai merias dirinya dengan gerakan lembut dan mantap. Bedak tipis, bahkan masih terlihat alami. Bukan riasan tebal yang biasa membuat orang lain yang jika melihatnya merasa sakit mata.

Cani akhirnya memberanikan diri berbisik. “Nona Anda terlihat sangat cantik, Anda hari ini berbeda sekali.”

Elena hanya tersenyum samar, “Dulu aku terlalu bodoh, Cani. Sekarang aku ingin hidup untuk diri sendiri.”

Cani terdiam mencoba mencerna ucapan sang nona. Namun, karena tidak menemukan jawabannya, ia akhirnya mengangguk saja.

“Ayo! Kita ke paviliun tamu!”

Selesai berbenah, Elena bangkit, gaun biru yang sederhana justru membuat kulitnya tampak lebih cantik. Ia melangkah ke arah pintu, gerakan anggunnya membuat Cani segera mengikuti di belakang.

Lorong menuju paviliun tamu dipenuhi pelayan yang pura-pura sibuk, namun bisik-bisik mereka jelas terdengar.

“Lihat, itu si nona jahat!”

“Masih berani datang juga, padahal sebentar lagi .…”

“Kasihan, sebentar lagi semua miliknya akan diambil.”

Jika di kehidupan sebelumnya, setiap ejekan seperti itu akan membuat darah Elena mendidih. Ia akan mengamuk, memaki, atau langsung menghukum. Tapi kali ini, Elena hanya melangkah tanpa menoleh, senyum tipis tetap terukir di bibirnya, seolah bisik-bisik itu hanyalah bisikan nyamuk yang menggangu.

Pelayan-pelayan itu saling pandang, merasa heran dengan sikap Elena.

Setibanya di paviliun tamu, Elena berhenti sejenak. Dari balik pintu besar yang terbuka, ia bisa mendengar tawa dan percakapan hangat keluarga Adipati Dirgantara. Namun begitu dirinya muncul, ruangan itu mendadak senyap, semua tatapan serentak tertuju padanya terkejut dan terpesona.

Elena masuk dengan langkah anggun. Ia menundukkan kepala dengan sopan dan memberi salam. “Salam hormat, Tuan, Nyonya. Tuan Muda.”

Adipati Dirgantara, tersentak kecil mendengar sapaan Elena, suara itu bukan lagi suara anak yang biasanya merengek manja saat mereka bertemu, melainkan seorang gadis yang tahu posisi dan harga dirinya.

“Kau sudah tiba,” ucap Adipati Dirgantara datar, berusaha menutupi kegelisahan aneh yang menyelinap. “Duduklah. Ada hal yang ingin kami sampaikan.”

Elena mengangguk anggun, “Silakan, Tuan,” ujarnya sambil duduk.

Nada panggilan itu membuat dada Adipati Dirgantara terasa sesak. Ia menatap Elena lekat-lekat, seolah mencari jawaban di balik ketenangan itu.

“Kenapa kau memanggil Ayah seperti itu?” tanya Adipati Dirgantara akhirnya, nada suaranya terdengar tidak terima.

Elena mengangkat wajah, senyum tipis tetap tersemat di bibir. “Saya hanya ingin membiasakan diri. Bagaimanapun juga, saya bukan putri kandung keluarga ini.”

Tuangan tiba-tiba hening mendengar ucapan Elena. Nyonya Andini menatap Elena, bibirnya terkatup rapat. Rangga dan Ringga, si kembar tertua, saling melirik, jelas terkejut melihat Elena yang sama sekali tak seperti biasanya. Bahkan Kanaya, yang duduk dengan hanfu mewah di sisi Nyonya Andini, sempat kehilangan senyum manisnya.

Adipati Dirgantara menghela napas panjang. “Baiklah kalau begitu.” Ia menatap Elena dengan tatapan sulit diartikan, lalu berkata pelan, “Ayah ingin katakan, kau tentu sudah tahu, bukan? Kanaya adalah putri kandung kami.”

Elena mengangkat salah satu alisnya, menunggu tanpa berkata apa-apa. Tentu kabar itu sudah diketahui oleh semua orang, kabar tertukarnya Putri Adipati Dirgantara akibat dari musuh keluarga akhirnya terungkap setelah tabib yang menukarnya membongkar sebelum kematiannya.

“Mulai hari ini,” lanjut sang adipati, “paviliun Mawar akan diberikan pada Kanaya.”

Seisi ruangan kembali terdiam, mereka semua menunggu menanti ledakan kemarahan seperti yang selalu mereka kenal dari Elena. Gadis itu biasanya akan mengamuk, berteriak, atau menangis keras.

Elena mencoba membuka mulut, namun Kanaya tiba-tiba memotongnya dengan suara lembut.

“Kakak! Maafkan aku, ini semua salahku, aku tidak bermaksud merebutnya.” Mata Kanaya mulai berkaca-kaca.

“Jika Kakak gak mau, tak apa! Aku bisa mencari paviliun lain,” lanjutnya dengan air mata yang menetes.

Mata Rangga menatap nyalang ke arah Elena. “Lihat perbuatanmu! Kanaya baru datang ke sini dan kau mulai membuatnya menangis!”

“Kau benar-benar gadis jahat! Harusnya kau tahu diri,” sambung Ringga.

Elena hanya tersenyum tipis, ia hanya bergeming di tempatnya. Dulu, dia akan mengamuk dan mencoba menyerang Kanaya, yang membuat semua orang semakin membencinya. Sekarang ia tak ingin membuang-buang energi.

“Aku bahkan belum berkata apa-apa. Tapi kalian sudah menuduhku menyakitinya? Apa aku terlihat memukulnya?” tanya Elena, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Kanaya. “Apa aku memukulimu, hingga kau menangis seperti itu? Aku bahkan tidak menyentuhmu sama sekali.”

Rangga dan Ringga terdiam, dengan wajah memerah. Begitu juga dengan Kanaya, wajahnya memerah entah karena malu atau marah.

“Sudah, hentikan! Jadi apa keputusanmu, Elena?” lerai Adipati Dirgantara.

“Aku tidak keberatan! Ambil saja, aku tidak butuh paviliun itu!”

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 101

    Di dalam paviliun Selatan. Elena duduk di tepi ranjang, sementara Cani berdiri di depannya dengan wajah cemberut dan tangan yang bekerja cepat mengoleskan krim herbal ke lengan Elena yang memerah.Cani terus menggerutu tanpa berhenti.“Mereka benar-benar jahat, nona. Apa hati mereka sudah jadi batu? Saya benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana bisa Kanaya meracuni pikiran mereka semua sampai seperti itu.”Elena menghela napas panjang, lelah, lalu menatap Cani dengan senyum menggoda.“Sudahlah, Cani. Kau akan cepat tua kalau marah-marah seperti itu.”Cani langsung mempout bibirnya, wajahnya penuh protes. “Nona! Saya serius ini!”Elena tidak bisa menahan tawa kecil. Ia meraih tangan Cani dan menggenggamnya lembut.“Aku tahu kau serius. Tapi kau tidak perlu membuang energimu hanya untuk mereka.”Bibirnya melengkung sinis kecil. “Lagipula, kenapa kau mengoleskan krim ini padaku? Aku bisa menyembuhkannya pakai elemen cahaya. Sembuh dalam sekejap.”Cani buru-buru menatap Elena, lalu memuk

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 100

    Elena akhirnya tidak tahan lagi. Suara yang sejak tadi ditahan meledak begitu saja.“Hentikan!”Teriakan itu membuat Rangga dan Ringga refleks berhenti. Elena menyentakkan tangannya dengan kekuatan penuh. Cekalan kasar itu terlepas, meninggalkan bekas kemerahan di kulitnya.Elena menatap mereka berdua dengan tatapan tajam, penuh luka, dan penuh kemarahan yang selama ini ia pendam.“Aku tidak melarikan diri,” suaranya pecah tapi tegas. “Karena aku tidak bersalah.”Rangga hendak membalas, tapi Elena lebih dulu melanjutkan, suara yang keluar kini bukan sekadar marah melainkan pilu yang menohok. “Kalian .…” Elena menarik napas gemetar, “kedua kakakku yang dulu selalu melindungi dan menyayangiku sejak kecil. Kita tinggal bersama selama belasan tahun. Apa kalian tidak mengenalku sedikit pun?”Air matanya mengalir setetes. Dingin salju yang turun tak bisa mengalahkan dinginnya kata-katanya. “Sedangkan Kanaya … orang yang baru tinggal bersama kita beberapa bulan … kalian langsung percaya pa

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 99

    Setelah makan bersama di kedai. Elena baru saja melangkah melewati gerbang taman bunga ketika suara lembut tapi terkejut memanggilnya.“Elena … kau sudah bebas?”Nyonya Andini berdiri di bawah naungan pohon plum, wajahnya pucat dan matanya membesar melihat Elena benar-benar ada di hadapannya. Wanita paruh baya itu tampak seperti baru saja kehilangan kekuatan untuk berdiri.Elena tersenyum tipis, senyum yang tidak lagi hangat seperti dulu. “Tentu saja nyonya. Aku sudah berada di depan Anda sekarang.” Elena menatap langsung ke mata wanita itu. “Atau … apa nyonya Andini berharap aku tetap berada di penjara?”Nyonya Andini cepat-cepat menggeleng. “Bukan seperti itu … bukan, Nak .…”Suara itu pecah, air mata mulai memenuhi pelupuk matanya. Bagaimanapun, dialah yang menggendong Elena sejak bayi, yang menimang, menyuapi, mengajari berjalan. Dan sekarang, dia merasa seperti seseorang yang telah menusuk anaknya sendiri.Cani di sisi Elena menunduk, tak berani menatap siapapun.Nyonya Andini me

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 98 Bebas

    Elena melangkah keluar dari aula Kekaisaran Solaria dengan napas lega. Udara luar terasa jauh lebih ringan daripada atmosfer penuh intrik di dalam sana. Cani yang berjalan di sampingnya langsung memekik kecil sambil tersenyum lebar."Nona! Syukurlah nona tidak apa-apa. Saya benar-benar takut tadi."Elena tersenyum tipis lalu menepuk punggung tangan Cani dengan lembut."Terima kasih, Cani. Tanpa kau semua mungkin akan berjalan berbeda."Cani menggeleng cepat, wajahnya memerah bangga. "Saya hanya melakukan kewajiban saya."Elena lalu menoleh pada pemuda di sisi kirinya Caspian, dengan tatapan tajam namun hangat yang selalu membuat orang lain susah menebak isi pikirannya."Dan kau, terima kasih. Kalau bukan karena bantuanmu, aku tidak akan selamat dari tuduhan itu."Caspian tersenyum tipis, senyuman khasnya yang jarang muncul. Ia mengangkat tangan dan tanpa ragu mengusap kepala Elena pelan."Aku sudah bilang aku tidak akan pernah membiarkanmu terluka."Wajah Elena seketika memerah. "K–ka

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 97 Hukuman Mati

    Aula utama Kekaisaran Solaria mendadak bergemuruh begitu Nina, gadis yang baru saja diseret prajurit, berteriak histeris. Kaisar Noah berdiri sedikit dari singgasananya, ekspresinya tajam namun tidak terburu-buru. Beliau menatap Elena.Kaisar Noah berkata dengan suara berat.“Nona Elena, apa maksudnya semua ini?” Elena melangkah maju. Wajahnya tampak tenang, tapi sorot matanya dingin.“Yang Mulia, beberapa waktu lalu mantan pelayan pribadi Kanaya ini dihukum cambuk dan diusir dari kediaman Adipati Dirgantara, karena ketahuan menggelapkan uang bulanan saya selama berbulan-bulan.” Bisik-bisik langsung pecah di antara para bangsawan. Sebagian terperanjat, sebagian lagi saling bertukar pandang, mencoba mengingat rumor-rumor lama.Rano Kusuma terkejut, ia menatap Nina dengan raut wajah sesuatu dan tentu Elena menangkap perubahan berbeda itu. Adipati Dirgantara mengerutkan kening. Ia lalu menoleh pada pemimpin pembunuh bayaran itu dan berkata dengan suara menggelegar. “Kau! Katakan yang

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 96 Pelaku Sebenarnya

    Semua orang mengangguk setuju mendengar perkataan Kanaya. Suasana aula menjadi bising, penuh bisikan dan kecurigaan.Rano Kusuma tiba-tiba berdiri. Dia menunduk hormat pada Kaisar Noah. “Maaf menyela pembicaraan Yang Mulia.”Aula langsung sunyi. Semua kepala menoleh. Sebagai Penegak Hukum Kekaisaran, ucapannya punya bobot besar.Kaisar Noah mengangguk pelan. “Katakan.”Rano Kusuma menoleh pada semua orang, kemudian tatapannya mengarah pada Elena.“Apa yang dikatakan Nona Kanaya ada benarnya nuga,” ucapnya lantang. “Kita semua melihat sendiri siapa yang membawa para pembunuh bayaran itu ke depan aula persidangan kekaisaran ini, pelayan Nona Elena dan Tuan Muda Caspian. Apa ini bisa dibilang sebuah kebetulan? Tidak mungkin bukan.”Ucapan dari pria berperut buncit itu benar-benar masuk akal. Dalam hati, Rami tersenyum licik. Ia tak akan melepaskan Elena, apalagi gadis itu sudah mempermalukan dirinya dan jga putri kesayangannya itu. Beberapa pejabat mulai berbisik lagi.“Benar juga.”“Ca

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status