Share

5. Pelakunya

Author: Yu.Az.
last update Last Updated: 2025-10-14 17:12:01

Tuan Dirgantara menoleh, begitu juga dengan yang lain.

“Kalian tidak bisa menghukumku, tanpa ada bukti,” kata Elena seraya menepis tangan pengawal yang mencoba menyeretnya.

Rangga maju selangkah, jari telunjuknya menuding tepat ke wajah Elena. “Apa maksudmu, Elena? Bukti sudah jelas, kau memang berusaha merusak paviliun ini hanya karena tak ingin Kanaya menempatinya. Jangan bilang kau mau memutar balikkan fakta!”

Elena menatap jari itu dengan datar sebelum menepisnya kwras. “Apa begini sikap adil yang ditunjukkan oleh keluarga Adipati Dirgantara?” tanyanya menyindir, matanya menatap satu per satu wajah di hadapannya.

Mata Adipati Dirgantara menyalak tajam merasa tersinggung ucapan Elena. Suasana mendadak hening. Tak ada yang berani bersuara, baru kali ini mereka melihat Elena berbicara dengan nada setegas itu.

Adipati Dirgantara menyipitkan mata. “Apa maksudmu, Elena? Bukti sudah jelas! Kau yang paling terakhir menempati paviliun itu, dan sekarang tempat ini hancur! Jangan berani menuduh kami tidak adil!”

Elena menatap pria paruh baya itu, lalu tertawa kecil bukan tawa bahagia, tapi tawa getir.

Kanaya hendak menyela, namun Elena mengangkat tangannya pelan. “Diam, Kanaya. Aku belum selesai bicara.”

Gadis itu menatap kembali ke arah Adipati Dirgantara. “Tuan Adipati, apakah Anda memiliki bukti bahwa aku yang merusak Paviliun Melati?”

Ringga langsung menyela dengan nada menyindir, “Bukti? Kau pikir kami butuh bukti untuk hal sejelas ini? Siapa lagi yang bisa melakukannya selain kau?”

Elena mengangkat tangan lagi, memotong ucapan Ringga. “Jangan hanya karena aku yang tinggal di paviliun itu, kalian seenaknya menuduhku. Dunia ini luas, dan rumah ini juga dipenuhi banyak orang. Bisa saja ada seseorang yang ingin merusak reputasiku.”

Rangga mencibir tajam. “Reputasimu? Kau sendiri yang merusaknya! Tidak perlu menuduh orang lain untuk menutupi perbuatanmu sendiri.”

Elena menatap Rangga dengan senyum tipis. “Kau benar. Aku tidak akan menyangkal bahwa aku pernah berbuat jahat. Tapi bagaimana kalau kali ini bukan aku pelakunya?” tantang Elena.

Ucapan itu membuat semua orang saling berpandangan, mereka mulai terlihat ragu. Sementara di antara mereka, seseorang mulai tampak gelisah, keringat dingin menetes di pelipisnya.

Elena menatap Adipati Dirgantara. “Bagaimana, Tuan Adipati? Bukankah menurut aturan, seseorang harus diberi kesempatan membuktikan dirinya tidak bersalah sebelum dijatuhi hukuman?”

Tuan Dirgantara menatap Elena lama, sebagai seorang jenderal kekaisaran, ia tahu ucapan gadis itu benar. Kalau ia menghukum tanpa bukti, itu akan mencoreng namanya sendiri.

Setelah diam beberapa saat, Adipati Dirgantara akhirnya mengangguk. “Baiklah. Sekarang buktikan kalau kau tidak bersalah. Tapi ingat, kalau ternyata kau berbohong, hukumannya dua kali lipat, cambuk papan seratus kali.”

Elena tersenyum tipis, matanya berani menatap ke arah ayahnya. “Kalau perlu, potong tanganku sebagai gantinya.”

Semua orang terkejut mendengarnya, nyonya Andini bahkan menatap Elena dengan panik. “Elena, jangan bicara seperti itu! Kau tahu apa yang kau katakan?”

Elena menoleh dengan tenang. “Tentu, Nyonya. Aku sangat paham, apa yang aaku ucapkan.”

“Tarik perkataanmu itu, Elena. Kau tidak perlu berbicara seperti itu hanya karena ingin membuktikan diri,” tegur nyonya Andini.

Elena menolak tegas. “Tidak! Aku tidak akan pernah menarik kata-kataku.”

Rangga menyeringai sinis. “Kalau begitu, buktikan sekarang juga.”

Elena menatap Rangga sebentar lalu berjalan perlahan ke sudut ruangan yang porak-poranda. Ia menyingkirkan beberapa pecahan kayu dan porselen yang hancur, lalu memanjat sedikit ke bagian dinding atas. Tangannya meraih sesuatu, sebuah batu kecil berwarna biru kehitaman yang berkilau.

Semua orang memperhatikan dengan bingung.

Elena berbalik, memegang batu itu di tangannya. “Ini batu sihir,” katanya. “Beberapa hari lalu aku tidak sengaja memasangnya. Awalnya hanya untuk merekam kegiatan sehari-hariku.”

Tentu Elena berbohong, padahal dia sengaja menyiapkan hal ini, karena tahu sesuatu akan terjadi.

Tuan Dirgantara mengerutkan alis, lalu memberi perintah. “Bawa ke sini.”

Salah satu pengawal segera mengambil batu itu dan menyerahkannya ke tangan sang Adipati. Semua mata kini menatap batu kecil itu penuh rasa ingin tahu.

Tanpa banyak bicara, Adipati Dirgantara mengalirkan energi spiritual ke dalamnya. Batu itu memancarkan cahaya lembut, dan sesaat kemudian, cahaya itu membentuk bayangan seperti layar di udara.

Adegan demi adegan terpampang di depan mereka, terlihat Elena dan Cani meninggalkan paviliun setelah membereskan kamar. Setelah keduanya pergi, sosok lain masuk diam-diam melalui jendela belakang, sosok itu mengangkat tangan dan mengeluarkan energi elemen angin, membuat seluruh isi ruangan beterbangan dan hancur.

Semua orang ternganga, mata mereka terbelalak kaget.

Namun yang paling mencolok adalah wajah pelaku yang terlihat jelas di akhir rekaman pelayan yang sebelumnya datang melapor.

Tubuh pelayan itu menegang, wajahnya pucat seperti kapas, bibirnya bergetar. Rangga, Ringga, bahkan Nyonya Andini menatapnya tidak percaya.

Adipati Dirgantara perlahan menurunkan tangannya, matanya menyala penuh amarah. “Kau pelakunya?” murka Adipati Dirgantara.

Pelayan itu langsung berlutut keras di lantai, membenturkan dahinya hingga terdengar suara yang nyaring. “A–ampun, Tuan! Saya hanya … saya hanya ingin memberi pelajaran pada Nona Elena! Dia sudah terlalu jahat selama ini! Saya tidak tahan melihatnya memperlakukan Nona Kanaya dengan kasar!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    9. Ketahuan?

    Suara berat itu membuat Elena dan Cani seketika membeku. Keduanya menoleh perlahan, di sana di ambang pintu kamar berdiri Rangga. Tubuh tegapnya bersandar di kusen pintu, sorot matanya tajam menusuk, mencoba mengintimidasi. “Elena.” suaranya datar. “dari mana saja kalian?” ulang RanggaCani menunduk refleks, wajahnya pucat pasi. Elena hanya menarik napas pelan, berusaha menenangkan debar di dadanya sebelum menjawab dengan nada datar, tanpa rasa bersalah sedikit pun.“Kami hanya berjalan-jalan di belakang taman paviliun,” ucapnya. “Sekalian menanam beberapa tanaman.”Rangga menyipitkan mata, bibirnya terangkat membentuk senyum sinis. “Kau pikir aku percaya? Aku tahu kau pasti merencanakan sesuatu di belakang kami.”Tatapan Elena berubah dingin, tak ada sedikit pun rasa takut di matanya. “Aku tidak butuh kau percaya atau tidak,” jawabnya tegas. “Lagi pula, apa yang kau lakukan di sini? Setahuku, kau tidak pernah repot-repot mengunjungi kamarku.”Ucapan itu membuat garis rahang Rangga

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    8. Berbisnis

    Setelah Orion pergi meninggalkan kedai kecil itu, Elena menatap punggung lelaki tua itu hingga hilang di balik kerumunan pasar. “Sekarang waktunya bagian kedua,” gumam Elena, lalu berbalik pergi. Langkah Elena berhenti di depan sebuah toko pakaian kecil di sudut pasar. Cat pada papan nama toko itu sudah mengelupas, dan kaca jendelanya berdebu, tempat itu sangat sepi, hanya kain kusam yang tergantung. .Elena membuka pintu kayu itu perlahan, dan suara lonceng tua berdentang menandakan kedatangannya. Namun, tak ada yang datang. Elena menunggu sebentar di dekat pintu, lalu akhirnya melangkah masuk. Toko itu sepi, hanya terdengar suara seorang anak kecil dari ruang belakang. Saat Elena menoleh, ia melihat seorang wanita berambut kusam sedang menenangkan anaknya yang tampak kelaparan. Tubuh wanita itu kurus, bajunya lusuh. Begitu menyadari ada seseorang di pintu, wanita itu langsung berdiri waspada, melindungi anaknya di belakang punggung.“Siapa kamu?” serunya tajam. “Mau apa kau ke s

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    7. Menolong

    Sudah seminggu Elena tinggal di paviliun Selatan dan tak pernah keluar, hanya Cani yang membawakan makanan untuknya. Elena duduk di kursi dekat jendela, menatap buku tebal bertuliskan huruf kuno tentang sihir dasar dan aliran spiritual. Ia membaca dengan seksama, namun semakin lama, ekspresinya berubah frustrasi. Tangannya mengepal, dan buku itu terhempas ke lantai.“Kenapa belum juga bangkit?” gumamnya pelan, seraya menatap kosong ke arah luar jendela.Sudah seminggu penuh ia mencoba memusatkan kekuatan spiritualnya, namun tak ada satu pun percikan sihir muncul.Elena menutup matanya, mengatur napas panjang, lalu tiba-tiba teringat sesuatu.Sebuah kenangan dari kehidupan lalunya berkelebat, saat Kanaya, si putri asli tanpa sengaja menolong seorang pengemis tua di pasar. Tak lama setelah itu, Kanaya memiliki guru rahasia yang membuat kekuatannya melonjak pesat.Elena segera berdiri, seolah mendapat pencerahan.“Cani!” panggilnya cepat.Pelayan muda itu segera masuk, menunduk sopan. “

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    6. Dihukum

    Pelayan itu terus membenturkan kepalanya ke lantai dengan keras, hingga darah mulai menetes dari dahinya. "Ampuni saya, Tuan. Saya menyesal!" “Cukup!” seru Tuan Dirgantara, tapi pelayan itu tetap berlutut, tubuhnya gemetar memohon ampunan. Dengan tangan berlumur darah dari dahinya, pelayan itu merangkak ke arah Kanaya dan berusaha memegang ujung roknya. “Nona Kanaya, tolong saya ... saya tidak sengaja ... saya hanya—” suaranya tersendat, matanya memohon tapi ada sesuatu di matanya. Kanaya menatap pelayan itu dengan wajah tidak percaya. Suaranya terdengar kecewa. “Kenapa kamu melakukan ini? Apa kamu tidak tahu kalau Kak Elena bisa dihukum karena perbuatan yang tidak dia lakukan?”Pelayan itu masih memohon, tubuhnya bersujud di lantai, “Nona tapi bukankah Nona kemarin—”“Cukup!” potong Kanaya cepat, matanya membulat dan pandangannya langsung beralih ke ayahnya, Adipati Dirgantara. “Ayah,” kata Kanaya, suaranya memelas, “pelayan ini memang bersalah. Tapi bisakah hukumannya diringankan

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    5. Pelakunya

    Tuan Dirgantara menoleh, begitu juga dengan yang lain. “Kalian tidak bisa menghukumku, tanpa ada bukti,” kata Elena seraya menepis tangan pengawal yang mencoba menyeretnya. Rangga maju selangkah, jari telunjuknya menuding tepat ke wajah Elena. “Apa maksudmu, Elena? Bukti sudah jelas, kau memang berusaha merusak paviliun ini hanya karena tak ingin Kanaya menempatinya. Jangan bilang kau mau memutar balikkan fakta!”Elena menatap jari itu dengan datar sebelum menepisnya kwras. “Apa begini sikap adil yang ditunjukkan oleh keluarga Adipati Dirgantara?” tanyanya menyindir, matanya menatap satu per satu wajah di hadapannya.Mata Adipati Dirgantara menyalak tajam merasa tersinggung ucapan Elena. Suasana mendadak hening. Tak ada yang berani bersuara, baru kali ini mereka melihat Elena berbicara dengan nada setegas itu.Adipati Dirgantara menyipitkan mata. “Apa maksudmu, Elena? Bukti sudah jelas! Kau yang paling terakhir menempati paviliun itu, dan sekarang tempat ini hancur! Jangan berani m

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    4. Ulah Siapa?

    “Apa yang kau katakan?” suara Adipati Dirgantara meledak, membuat semua orang terhenyak. Tatapan pria paruh baya itu, menusuk tajam ke arah pelayan yang kini berlutut gemetar.Pelayan itu menunduk semakin dalam, matanya melirik sekilas ke arah Elena yang berdiri diam di sisi kanan ruangan.Adipati yang tak luput menangkap lirikan itu kembali menegaskan. “Katakan dengan jelas! Jangan hanya diam seperti patung!”Pelayan itu menelan ludah, tubuhnya bergetar hebat. “A–ampun, Tuan … Paviliun Melati … paviliun itu … hancur berantakan. Saat kami hendak membersihkan kamar untuk Nona Kanaya, kami mendapati seluruh ruangan sudah kacau … barang-barang porak-poranda.”Semua orang membelalak terkejut, mata serentak tertuju pada Elena, yang terlihat tenang. Rangga tiba-tiba berdiri dari duduknya, langsung menatap tajam ke arah Elena. “Lihat! Benarkan dugaanku! Pantas saja kau begitu cepat menyerahkan Paviliun Melati. Rupanya ini rencanamu sejak awal!”Ringga ikut maju setengah langkah, suaranya pe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status