Share

4. Ulah Siapa?

Auteur: Yu.Az.
last update Dernière mise à jour: 2025-10-14 16:54:42

“Apa yang kau katakan?” suara Adipati Dirgantara meledak, membuat semua orang terhenyak. Tatapan pria paruh baya itu, menusuk tajam ke arah pelayan yang kini berlutut gemetar.

Pelayan itu menunduk semakin dalam, matanya melirik sekilas ke arah Elena yang berdiri diam di sisi kanan ruangan.

Adipati yang tak luput menangkap lirikan itu kembali menegaskan. “Katakan dengan jelas! Jangan hanya diam seperti patung!”

Pelayan itu menelan ludah, tubuhnya bergetar hebat. “A–ampun, Tuan … Paviliun Melati … paviliun itu … hancur berantakan. Saat kami hendak membersihkan kamar untuk Nona Kanaya, kami mendapati seluruh ruangan sudah kacau … barang-barang porak-poranda.”

Semua orang membelalak terkejut, mata serentak tertuju pada Elena, yang terlihat tenang.

Rangga tiba-tiba berdiri dari duduknya, langsung menatap tajam ke arah Elena. “Lihat! Benarkan dugaanku! Pantas saja kau begitu cepat menyerahkan Paviliun Melati. Rupanya ini rencanamu sejak awal!”

Ringga ikut maju setengah langkah, suaranya penuh tuduhan. “Benar! Bahkan sebelum Kanaya datang, kau pasti sudah merencanakan hal ini. Licik! Kau merusaknya agar Kanaya tidak bisa menempati paviliun itu!”

Nyonya Andini memandang Elena dengan sorot kecewa. “Elena benar kau melakukan semua ini hanya karena tidak rela? Ayahmu sudah mempercayaimu, dan kau membalasnya seperti ini?”

Elena tetap berdiri tenang, wajahnya dingin walau jantungnya berdegup kencang, dalam hatinya, bayangan kehidupan pertamanya terlintas cepat di saat yang sama, tuduhan ini pernah menghantarkannya pada cambuk tanpa pembelaan. Tapi kali ini, semua akan berbeda.

Tapi ebelum Elena membuka mulutnya, suara dingin Adipati Dirgantara memotong. “Cukup. Kita lihat sendiri kebenarannya. Ayo, semua ikut ke Paviliun Melati.”

Tanpa memberi kesempatan Elena menjawab, Adipati melangkah cepat keluar, rombongan keluarga pun mengikuti.

Di belakang, Cani pelayan pribadi Elena mendekat dengan wajah cemas. “Nona apa yang sebenarnya terjadi? Padahal kita sudah membersihkan paviliun itu pagi tadi.”

Elena meraih tangan Cani dan menepuknya lembut. “Tenanglah. Jangan takut. Semuanya akan baik-baik saja,” ucapnya yakin.

Perjalanan menuju Paviliun Melati berlangung tegang. Kanaya menunduk sambil menahan isak, sesekali menatap Elena dengan mata berkaca-kaca seolah meminta jawaban.

Begitu sampai, pemandangan yang tersaji membuat semua orang terkejut. Paviliun yang biasanya rapi dan elegan kini seperti baru saja diterjang badai. Perabotan terbalik, vas pecah berserakan, tirai sobek, dan lantai penuh serpihan kayu.

“Ya, ampun!” Kanaya menutup mulutnya terkejut.

Adipati Dirgantara berdiri di ambang pintu, rahangnya mengeras. Ia menatap Elena lama, penuh kemarahan. “Ternyata kau tidak berubah, Elena. Ayah kira kau sudah dewasa, tapi ternyata masih sama seperti dulu.”

Kanaya tak menahan tangisnya lagi, berjalan memeluk ibunya. “Kak Elena kenapa kakak melakukan ini? Kalau kakak tidak rela, aku … aku bisa menempati paviliun lain … tidak perlu seperti ini.”

Nyonya Andini mengusap punggung putrinya, matanya basah, penuh kemarahan. “Lihatlah betapa baiknya adikmu, Elena. Sementara kau … kau tega merusak kamar sendiri hanya karena iri.”

Rangga mengepalkan tangan, suaranya meninggi. “Kau pikir kau bisa menipu kami dengan wajah tenang itu? Kali ini kau sudah keterlaluan!”

Ringga ikut menimpali. “Ayah, jangan biarkan dia lolos lagi. Dia harus belajar akibat dari perbuatannya.”

Adipati Dirgantara menghela napas berat, sorot matanya tajam menusuk ke arah Elena. “Elena, kau sungguh mengecewakan. Kali ini kau benar-benar harus dihukum. Prajurit!” serunya lantang.

Dua orang prajurit segera masuk dan menunduk. “Siap, Tuan!”

Cani semakin panik, ia takut nona-nya kembali dihukum seperti yang sudah-sudah. “Tuan, Nona Elena tidak melakukan ini. Saya—”

“Cani, aku tahu kamu ingin melindungi Kak Elena. Kak Elena mungkin melakukannya karena marah, tapi itu bisa dimaafkan.” Kanaya menatap Adipati Dirgantara dengan wajah memelas. “Ayah, jangan hukum Kak Elena lagi. Aku sudah memaafkannya.”

Adipati menggeleng cepat. “Tidak Kanaya. Jangan terus melindungi Elena. Dia sudah berbuat kesalahan. Dia harus dihukum! Prajurit hukum cambuk Elena sebanyak 50 kali!” titahnya.

Elena menatap dua prajurit itu dengan mata tenang, tidak menunjukkan sedikit pun rasa takut.

Ssebelum dua prajurit itumelangkah lebih lanjut, Elena melangkah maju. Suaranya dingin seketika menghentikan pengawal itu.

“Tunggu.”

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 101

    Di dalam paviliun Selatan. Elena duduk di tepi ranjang, sementara Cani berdiri di depannya dengan wajah cemberut dan tangan yang bekerja cepat mengoleskan krim herbal ke lengan Elena yang memerah.Cani terus menggerutu tanpa berhenti.“Mereka benar-benar jahat, nona. Apa hati mereka sudah jadi batu? Saya benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana bisa Kanaya meracuni pikiran mereka semua sampai seperti itu.”Elena menghela napas panjang, lelah, lalu menatap Cani dengan senyum menggoda.“Sudahlah, Cani. Kau akan cepat tua kalau marah-marah seperti itu.”Cani langsung mempout bibirnya, wajahnya penuh protes. “Nona! Saya serius ini!”Elena tidak bisa menahan tawa kecil. Ia meraih tangan Cani dan menggenggamnya lembut.“Aku tahu kau serius. Tapi kau tidak perlu membuang energimu hanya untuk mereka.”Bibirnya melengkung sinis kecil. “Lagipula, kenapa kau mengoleskan krim ini padaku? Aku bisa menyembuhkannya pakai elemen cahaya. Sembuh dalam sekejap.”Cani buru-buru menatap Elena, lalu memuk

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 100

    Elena akhirnya tidak tahan lagi. Suara yang sejak tadi ditahan meledak begitu saja.“Hentikan!”Teriakan itu membuat Rangga dan Ringga refleks berhenti. Elena menyentakkan tangannya dengan kekuatan penuh. Cekalan kasar itu terlepas, meninggalkan bekas kemerahan di kulitnya.Elena menatap mereka berdua dengan tatapan tajam, penuh luka, dan penuh kemarahan yang selama ini ia pendam.“Aku tidak melarikan diri,” suaranya pecah tapi tegas. “Karena aku tidak bersalah.”Rangga hendak membalas, tapi Elena lebih dulu melanjutkan, suara yang keluar kini bukan sekadar marah melainkan pilu yang menohok. “Kalian .…” Elena menarik napas gemetar, “kedua kakakku yang dulu selalu melindungi dan menyayangiku sejak kecil. Kita tinggal bersama selama belasan tahun. Apa kalian tidak mengenalku sedikit pun?”Air matanya mengalir setetes. Dingin salju yang turun tak bisa mengalahkan dinginnya kata-katanya. “Sedangkan Kanaya … orang yang baru tinggal bersama kita beberapa bulan … kalian langsung percaya pa

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 99

    Setelah makan bersama di kedai. Elena baru saja melangkah melewati gerbang taman bunga ketika suara lembut tapi terkejut memanggilnya.“Elena … kau sudah bebas?”Nyonya Andini berdiri di bawah naungan pohon plum, wajahnya pucat dan matanya membesar melihat Elena benar-benar ada di hadapannya. Wanita paruh baya itu tampak seperti baru saja kehilangan kekuatan untuk berdiri.Elena tersenyum tipis, senyum yang tidak lagi hangat seperti dulu. “Tentu saja nyonya. Aku sudah berada di depan Anda sekarang.” Elena menatap langsung ke mata wanita itu. “Atau … apa nyonya Andini berharap aku tetap berada di penjara?”Nyonya Andini cepat-cepat menggeleng. “Bukan seperti itu … bukan, Nak .…”Suara itu pecah, air mata mulai memenuhi pelupuk matanya. Bagaimanapun, dialah yang menggendong Elena sejak bayi, yang menimang, menyuapi, mengajari berjalan. Dan sekarang, dia merasa seperti seseorang yang telah menusuk anaknya sendiri.Cani di sisi Elena menunduk, tak berani menatap siapapun.Nyonya Andini me

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 98 Bebas

    Elena melangkah keluar dari aula Kekaisaran Solaria dengan napas lega. Udara luar terasa jauh lebih ringan daripada atmosfer penuh intrik di dalam sana. Cani yang berjalan di sampingnya langsung memekik kecil sambil tersenyum lebar."Nona! Syukurlah nona tidak apa-apa. Saya benar-benar takut tadi."Elena tersenyum tipis lalu menepuk punggung tangan Cani dengan lembut."Terima kasih, Cani. Tanpa kau semua mungkin akan berjalan berbeda."Cani menggeleng cepat, wajahnya memerah bangga. "Saya hanya melakukan kewajiban saya."Elena lalu menoleh pada pemuda di sisi kirinya Caspian, dengan tatapan tajam namun hangat yang selalu membuat orang lain susah menebak isi pikirannya."Dan kau, terima kasih. Kalau bukan karena bantuanmu, aku tidak akan selamat dari tuduhan itu."Caspian tersenyum tipis, senyuman khasnya yang jarang muncul. Ia mengangkat tangan dan tanpa ragu mengusap kepala Elena pelan."Aku sudah bilang aku tidak akan pernah membiarkanmu terluka."Wajah Elena seketika memerah. "K–ka

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 97 Hukuman Mati

    Aula utama Kekaisaran Solaria mendadak bergemuruh begitu Nina, gadis yang baru saja diseret prajurit, berteriak histeris. Kaisar Noah berdiri sedikit dari singgasananya, ekspresinya tajam namun tidak terburu-buru. Beliau menatap Elena.Kaisar Noah berkata dengan suara berat.“Nona Elena, apa maksudnya semua ini?” Elena melangkah maju. Wajahnya tampak tenang, tapi sorot matanya dingin.“Yang Mulia, beberapa waktu lalu mantan pelayan pribadi Kanaya ini dihukum cambuk dan diusir dari kediaman Adipati Dirgantara, karena ketahuan menggelapkan uang bulanan saya selama berbulan-bulan.” Bisik-bisik langsung pecah di antara para bangsawan. Sebagian terperanjat, sebagian lagi saling bertukar pandang, mencoba mengingat rumor-rumor lama.Rano Kusuma terkejut, ia menatap Nina dengan raut wajah sesuatu dan tentu Elena menangkap perubahan berbeda itu. Adipati Dirgantara mengerutkan kening. Ia lalu menoleh pada pemimpin pembunuh bayaran itu dan berkata dengan suara menggelegar. “Kau! Katakan yang

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 96 Pelaku Sebenarnya

    Semua orang mengangguk setuju mendengar perkataan Kanaya. Suasana aula menjadi bising, penuh bisikan dan kecurigaan.Rano Kusuma tiba-tiba berdiri. Dia menunduk hormat pada Kaisar Noah. “Maaf menyela pembicaraan Yang Mulia.”Aula langsung sunyi. Semua kepala menoleh. Sebagai Penegak Hukum Kekaisaran, ucapannya punya bobot besar.Kaisar Noah mengangguk pelan. “Katakan.”Rano Kusuma menoleh pada semua orang, kemudian tatapannya mengarah pada Elena.“Apa yang dikatakan Nona Kanaya ada benarnya nuga,” ucapnya lantang. “Kita semua melihat sendiri siapa yang membawa para pembunuh bayaran itu ke depan aula persidangan kekaisaran ini, pelayan Nona Elena dan Tuan Muda Caspian. Apa ini bisa dibilang sebuah kebetulan? Tidak mungkin bukan.”Ucapan dari pria berperut buncit itu benar-benar masuk akal. Dalam hati, Rami tersenyum licik. Ia tak akan melepaskan Elena, apalagi gadis itu sudah mempermalukan dirinya dan jga putri kesayangannya itu. Beberapa pejabat mulai berbisik lagi.“Benar juga.”“Ca

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status