Share

9. Mempermalukan Reno.

Author: J.A
last update Last Updated: 2025-10-24 21:42:14

Dahayu menatap curiga, matanya menyipit.

“Hah, untuk apa kau ikut?” tanyanya dengan nada setengah ketus.

Bhumi menggaruk tengkuknya yang jelas-jelas tidak gatal, mencoba mencari alasan masuk akal agar tak terlihat mencurigakan.

“Bukan ikut, ah. Aku cuma mau numpang sampai tengah jalan. Semalam juga aku ke hotel ini menumpang orang.”

Dahayu melirik jam di ponselnya, waktu sudah menipis. Ia mengembus napas panjang,

“Ya sudah...”

Begitu mereka keluar dari kamar, langkah mereka berdua terhenti. Di ujung lorong, hanya berjarak tiga pintu, tampak sekelompok orang berkerumun di depan salah satu kamar. Suara gaduh tawa dan teriakan bercampur jadi satu.

“Ayo, kita lihat dulu ke sana.” Bhumi menunjuk arah keramaian itu.

“Untuk apa?” Dahayu menolak tanpa ragu.

“Aku nggak punya banyak waktu lagi, Bhumi.”

“Sebentar aja. Bukankah kau ingin tahu apakah ucapanku benar? di kamar itu aku di jebak."

Belum sempat Dahayu menjawab, Bhumi sudah lebih dulu menarik tangannya.

“Bumi! Eh—”

Di depan pintu kamar, beberapa orang tampak berebut menatap ke dalam kamar.

“Hai, ada apa?” tanya Bhumi basa-basi.

Salah satu dari mereka langsung menjawab dengan tawa tertahan. “Lu nggak bakal percaya, Bum. Reno ketahuan, dia punya skandal baru!”

“Skandal apaan?” Bhumi menaikkan alisnya.

“Dia di dalam… bersama dua waria! Dan... ehm, tanpa sehelai benang pun!” jawan yang lain dengan menahan tawa.

Bhumi hampir tersedak tawanya sendiri. Ia menutup mulut dengan tangan, pura-pura terkejut. “Astaga…” gumamnya setengah terpingkal.

Tanpa pikir panjang, ia menerobos masuk diikuti Dahayu yang pasrah.

Benar saja. Di dalam kamar itu, Reno tengah tergopoh-gopoh merapikan baju, wajahnya merah padam. Di belakangnya, dua wari, berdiri gugup sambil menunduk.

“Wah, wah, wah… tak kusangka, Reno. Ternyata seleramu… unik juga.” ujar Bhumi dengan nada menggoda, menahan tawa yang nyaris pecah.

“Bukan begitu!” teriak Reno, panik. “Ini semua rencanamu, kan?! Kau yang suruh mereka untuk menjebakku!”

Sorot matanya liar, mencari dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Berharap mereka semua percaya akan ucapannya.

Beberapa orang menatap ke arah Bhumi, tapi ia hanya menyilangkan tangan di dada, dengan tersenyum tipis.

“Rencanaku? Dengan bukti apa, Ren? Lagi pula, kau pria dewasa. Masa hal kayak gini bisa terjadi tanpa persetujuanmu sendiri?”

Di antara kerumunan, Alya yang saat itu berdiri tak jauh dari Reno langsung menimpali,

“Bhumi, aku tahu... Kau masih sakit hati karena aku lebih memilih Reno. Tapi aku tak menyangka kau akan sekejam ini,” katanya pelan namun cukup keras untuk didengar semua orang.

"Bodo amat, wleeee" Bhumi menjulurkan lidahnya. Lalu berbalik lagi ke pintu keluar.

Dahayu tertegun, tapi mengikuti langkah pria itu. Mereka berdua menyusuri lorong hotel yang panjang dan sepi, Bumi menyelipkan kedua tangannya ke saku celana, wajahnya datar tapi matanya menyala puas.

Dalam hati ia berbisik,

“Syukurin hal ini akan di ingat orang sampai kapanpun. Kita lihat saja apakah kau bisa bersikap sombong seperti biasanya."

Begitu sampai di parkiran, Dahayu mengerutkan kening bingung saat melihat supir pribadinya keluar dengan menepuk jidat, "Bu maaf saya kehilangan kunci mobil..."

“Apa? Hilang? ” Dahayu langsung membulatkan mata, menatapnya tak percaya. “Aduh, bagaimana ini... Aku punya janji penting."

Supir itu menggaruk kepala dengan wajah bersalah. “Saya cari dulu bu… Mungkin jatuh di ruang tunggu, atau di dalam lift."

“Bagaimana jika aku antar. Naik sepeda motor, mau?” tanya Bhumi tiba-tiba.

Dahayu menoleh, "Naik motor???" Ia menjawab cepat dengan menyilangkan tangan di dada, curiga. “Bukankah kau bilang datang ke sini menumpang? Motor siapa?"

Bumi tersenyum canggung. "Sudahlah untuk apa di bahas. Dari pada kau terlambat!"

Wanita itu mendengus kecil. Tapi karena waktu terus berjalan, akhirnya ia mengangguk pasrah. “Baiklah... Maaf sudah merepotkan."

Bhumi tersenyum puas. “Tak masalah."

Begitu Dahayu duduk di jok motor, kalung tipis di leher Bumi bergetar pelan.

Sebuah layar kecil hologram muncul tak jauh dari depan matanya.

[ Selamat bos! Misi selesai.

Hadiah : Rp5.000.000,00 sudah di transfer ke rekening! ]

Bumi menunduk sedikit, tersenyum miring. “Yes… misi yang mudah.” batinnya. Ia lalu menyalakan mesin motor dan melaju meninggalkan hotel.

____

Kafe tempat janji temu Dahayu berada di ujung jalan raya, bergaya modern minimalis dengan kaca tinggi dan aroma kopi yang kuat. Begitu mereka berhenti di depan, Dahayu turun cepat, merapikan rambutnya dan menghela napas panjang.

Namun langkahnya terhenti. Dari dalam kafe, seorang pria berjas gelap menatap tajam ke arah mereka.

Bhumi mengernyit. “Dia siapa? Tatapan matanya kaya liat musuh aja."

Dahayu mendesah berat. “Itu... Mantan suamiku, Stefan."

Terlihat Bhumi mendengus kecil. “Oh, tampan si. Tapi kelakuan kaya dajjal. Percuma juga."

Dahayu hampir tertawa tapi cepat-cepat menegakkan tubuhnya. Mereka masuk ke dalam, dan seketika atmosfer kafe menegang.

Stefan berdiri dengan wajah garang. “Kau- kau datang dengan siapa Hayu? Kenapa tak pakai mobilmu?"

Dahayu menjawab acuh, mengambil tempat duduk di depan pengacaranya, Harun. “Kenapa? Ada masalah?"

Mendengar itu, Bhumi menimpali tanpa menahan diri, suaranya datar namun terdengar penuh dengan penekanan, “kenapa, kau pasti kecewa kan? Mantan istrimu ini selamat kan?"

Suasana langsung membeku. Beberapa orang di kafe menoleh, menatap mereka penasaran.

“Apa maksudmu hah!" Stefan mendesis, nada suaranya naik. “Jangan asal bicara, dasar tak tahu diri!" ucapnya menunjuk Bhumi lurus-lurus.

Bhumi hanya tersenyum tipis. Lalu duduk di samping Dahayu begitu saja tanpa ekspresi bersalah.

Stefan menarik napas panjang, lalu mengalihkan topik. “Kau hebat juga ya.. Baru dua bulan kita berpisah. Kau sudah bersama pria lain. Tapi... Apakah kau tak bisa mencari pria yang di atas level ku? Lihatlah... Dia tampak miskin, dan kampungan!'

Belum sempat Bumi bereaksi, Dahayu sudah lebih dulu menyelipkan tangannya ke lengannya dan berkata dengan lirih namun terdengar sangat jelas. " Dengan siapa aku sekarang, itu bukanlah urusanmu. Lagi pula dia lebih berstamina daripada kau, yang sepuluh menit saja sudah tumbang."

Bhumi langsung menoleh cepat, menutup mulutnya rapat-rapat sambil menahan tawa. Napasnya tercekat, bahunya bergetar hebat.

“Astaga.. Ternyata..." gumamnya di sela tawa tertahan.

Ia menatap Stefan dari atas ke bawah dengan jari telunjuknya.

“Oh... Ternyata cuma badannya saja yang besar, tapi..." ucapnya, lalu berhenti dengan senyum licik, matanya berhenti tepat di bawah perut pria itu.

Stefan mendidih. “Kurang ajar!" Ia sudah mengangkat tinjunya tinggi, mengarah ke Bhumi yang masih menatapnya dengan senyum mengejek.

Namun sebelum pukulan itu mendarat, suara Dahayu terdengar setengah berteriak.

"Stop! Jangan berani-berani kau sentuh kekasihku!!" ucapnya tanpa ragu.

Semua mata di kafe serempak menoleh. Harun, pelayan, dan bahkan beberapa pengunjung yang baru masuk terpaku di tempat.

Bumi yang masih menahan tawa tiba-tiba terdiam, menatap Dahayu dengan bingung.

“Hah.. Aku??"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terlahir Kembali Menjadi Raja Uang di Dunia   9. Mempermalukan Reno.

    Dahayu menatap curiga, matanya menyipit.“Hah, untuk apa kau ikut?” tanyanya dengan nada setengah ketus.Bhumi menggaruk tengkuknya yang jelas-jelas tidak gatal, mencoba mencari alasan masuk akal agar tak terlihat mencurigakan.“Bukan ikut, ah. Aku cuma mau numpang sampai tengah jalan. Semalam juga aku ke hotel ini menumpang orang.”Dahayu melirik jam di ponselnya, waktu sudah menipis. Ia mengembus napas panjang,“Ya sudah...”Begitu mereka keluar dari kamar, langkah mereka berdua terhenti. Di ujung lorong, hanya berjarak tiga pintu, tampak sekelompok orang berkerumun di depan salah satu kamar. Suara gaduh tawa dan teriakan bercampur jadi satu.“Ayo, kita lihat dulu ke sana.” Bhumi menunjuk arah keramaian itu.“Untuk apa?” Dahayu menolak tanpa ragu.“Aku nggak punya banyak waktu lagi, Bhumi.”“Sebentar aja. Bukankah kau ingin tahu apakah ucapanku benar? di kamar itu aku di jebak."Belum sempat Dahayu menjawab, Bhumi sudah lebih dulu menarik tangannya.“Bumi! Eh—”Di depan pintu kamar,

  • Terlahir Kembali Menjadi Raja Uang di Dunia   8. Benda Keras apa ini??

    "Ke-kenapa punyanya besar sekali?" Beberapa kali Dahayu mengerjapkan mata. Ia melihat dengan jelas "Pasar Darat" ( pajang besar dan berurat) yang sedang di pijat dengan cukup kasar oleh pria itu sendiri. Dahayu duduk di sisi ranjang, kedua lututnya dirapatkan, tangan menggenggam ujung seprai yang berkerut. Matanya menatap kosong ke arah pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Apa yang baru saja terjadi? Ada pria asing di kamarnya. Dan kini... pria itu sedang menggunakan kamar mandinya seolah ia pemilik tempat ini. Wanita itu kembali menelan ludah. Dan berpikir, kenapa dia bisa datang kesini? Dan... siapa yang sudah memberinya obat? "Apa mungkin ini semua sudah di atur oleh...???" ia lalu menggeleng cepat. "Tidak mungkin," ucapnya lagi mengusir apa yang di dalam pikirannya. Dahayu lalu meraih ponsel di meja nakas, jarinya gemetar saat ingin menekan angka darurat. Namun seketika jarinya berhenti di udara. 'Kalau dia memang pria jahat, bukankah dari tadi dia sudah menyerangku

  • Terlahir Kembali Menjadi Raja Uang di Dunia   7. Dahayu - Janda Cantik!

    Bhumi menoleh, kaget. Seorang wanita cantik berdiri di sana, dengan rambutnya yang basah menempel di bahu. Sehelai handuk putih melilit tubuhnya erat-erat.[Nama: Dahayu NishaUmur: 35 TahunStatus: Desainer, JandaUkuran: 38 D]'Ya Tuhan .... Kenapa harus bertemu yang besar-besar di saat seperti ini?' pria itu menggerutu dalam hati.Wanita itu masih berdiri di sana dengan menyipitkan mata melihat Bhumi yang tampak salah tingkah. Dengan tangan yang putih mulus mencengkeram erat ujung handuk di dada."Ma-maaf aku, aku salah kamar," Bhumi berkata dengan tubuh yang sempoyongan hampir roboh."Pria mesum! Keluar sekarang juga!"Bhumi mendekat selangkah, tangannya terangkat setengah seperti hendak menenangkannya. Jangan sampai komplotan Reno tahu jika ia sedang bersembunyi di kamar itu, "Tunggu, aku bisa jelaskan—""Jangan mendekat!" teriak wanita itu lagi, suaranya melengking tinggi sedikit gemetar. Kedua tangannya yang mendadak terjulur ke depan, "Berhenti di sana, atau aku akan telepon p

  • Terlahir Kembali Menjadi Raja Uang di Dunia   6. Salah Masuk Kamar.

    Ke dua matanya, yang tadi masih menyisir kerumunan, kini terpaku pada seseorang yang sudah berdiri di hadapan mereka berdua, "Kak? Kau ada di sini?" sapa pria itu, tatapannya hangat ketika menatap Selina.'Dunia memang sempit sekali ya? Ternyata Reno, adik sepupu Selina... Haah!' gerutu Bhumi dalam hati, ia mencoba tetap tenang ketika melihat Reno, dan Alya. Mantan kekasih dan selingkuhannya itu.Alya, dengan mata yang tajam, menyenggol lengan Reno dan menunjuk Bhumi dengan lirikan mata, sinis. Reno yang menyadari keberadaan Bhumi segera melepaskan tangan Alya dan mendekat satu langkah lagi, wajahnya menyeringai sinis. "Ck...ck...ck... Berani juga kau datang ke acara reuni ini ya?" ujarnya, mengusap dagu dengan pelan."Kalian saling kenal?" tanya Selina, melihat adik keponakannya itu menyapa Bhumi. Ia lalu menatap Reno dan Bhumi bergantian, bingung. "Yah... kami satu angkatan," jawab Bhumi singkat. Tangannya masuk ke dalam saku celana, ekspresi cukup santai."Kak, kau tak tahu? Dia i

  • Terlahir Kembali Menjadi Raja Uang di Dunia   5. Dunia Begitu Sempit!

    Malam itu, dengan jantung berdebar, Bhumi sudah tiba di alamat yang tertera di grup teman sekolah.Pria itu masuk dengan menunduk merapikan kemeja yang baru saja ia beli setengah jam yang lalu. Membuatnya tak sangaja menabrak seseorang yang baru saja keluar dari lift.“Eh, maaf—”Ia segera mendongak dan matanya membulat sempurna. “Selina?” bisik Bhumi tak percaya.Wanita itu, anggun dalam balutan gaun krem yang elegan, menatapnya dengan ekspresi kaget yang sama sebelum bibirnya melengkung membentuk senyum kecil yang manis.“Bhumi? Astaga, kau ngapain di sini?” “Reuni kampus,” jawab Bhumi santai, “Kau sendiri?”Selina terkekeh pelan, lalu menganggukan kepalanya. “Aku ada janji pertemuan. Seseorang ingin menjual barang koleksi antik dan aku tertarik untuk menjadikannya sebagai hadiah ulang tahun kakekku.”Ucapan itu baru saja meluncur dari bibirnya yang merah saat Bhumi merasakan sensasi aneh yang familiar di dada. Getaran halus dari kalung giok naga di lehernya membuat pria itu seketi

  • Terlahir Kembali Menjadi Raja Uang di Dunia   4. Wanita dengan Ukuran Dada 38B.

    Bhumi terpaku. Matanya menatap pria berkacamata bulat besar yang berdiri di hadapannya. Informasi yang diberikan oleh mata rubahnya membuat Bhumi menelan ludah dengan susah payah.[Nama: Widodo.Pekerjaan: Kolektor.Umur: 55 Tahun.Status: Penipu, mantan narapidana.]'Oh... tukang kibul ternyata,' batin pria itu sambil menggeleng pelan. Widodo, pria berperut buncit dengan cincin batu akik berwarna merah tua melingkar di jempolnya, perlahan melangkah semakin dekat. Ia tersenyum dan sesekali membenarkan kacamatanya yang melorot."Bagaimana, anak muda?" ucapnya pelan namun masih terdengar jelas di tengah hiruk pikuk pasar. "Kau lepaskan barang itu padaku. Seratus juta… sekarang juga."Suasana pasar seketika pecah oleh bisik-bisik terkejut dan tak percaya dengan apa yang mereka dengar. Widodo tersenyum bangga meskipun Bhumi sama sekali tak memberikan reaksi apa pun. Beberapa pedagang yang tadi mencibir Bhumi kini mulai berbisik-bisik, mata mereka menyorot penuh minat ke arah mangkuk kecil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status