Share

Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda
Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda
Author: Benjiro Hirotaka

Bab 1 : Kenyataan Pahit

Eti adalah orang yang sederhana. Sebagai istri dan ibu untuk seorang anak laki-laki yang baru berumur 3 tahun, dia jalani rutinitas harian ibu rumah tangga yang membosankan tanpa mengeluh sedikitpun.

Dia tahu suaminya bekerja keras untuk kesejahteraan mereka, jadi Eti tidak banyak protes apabila suatu waktu suaminya memberikan uang belanja lebih sedikit dari bulan lalu.

Dia juga tidak mempermasalahkan suaminya yang kadang tidak pulang dengan dalih sedang main di rumah temannya.

Bagi Eti, tidak ada alasan bagi orang-orang terdekatnya untuk membohonginya. Dia percaya sepenuhnya kepada mereka, terutama tentu saja kepada suaminya.

Sayangnya dia lupa kalau Jakarta punya banyak cerita. Tidak semua orang disini bisa dipercaya. Banyak yang bersembunyi dibalik topeng hanya untuk membuat orang lain sengsara.

Yang mengecewakan, salah satu orang itu justru adalah suaminya. Malam itu telah merubah jalan hidupnya. Air mata sedari tadi tak berhenti menetes. Eti menangis tanpa suara.

Berbeda sekali dengan Eren, anak semata wayangnya dengan Hamdan, suaminya. Anak itu justru terlihat riang berlarian kesana kemari.

Dia sesekali mendekati kedua orang tuanya untuk menunjukan sesuatu yang pikir dia bagus, setelah itu dia akan berlari lagi mencari sesuatu yang lain.

Eti dan Hamdan sedang duduk di salah satu bangku taman yang dekat dengan kontrakan mereka. Hamdan baru balik setelah menghilang tanpa kabar selama beberapa hari.

Pria itu tiba-tiba menelpon tadi sore dan meminta ketemu di taman, bukan di kontrakan yang selama beberapa tahun ini mereka tempati. Eti yang khawatir karena suaminya hilang tanpa kabar hanya mengiyakan saja.

Sayangnya pertemuan itu benar-benar jauh dari apa yang Eti pernah bayangkan.

“Sejak kapan, mas?” tanya Eti. Dia sudah menghapus air mata dengan kedua tangannya. Dia coba menguatkan hati untuk mengeluarkan pertanyan itu dari mulutnya.

Hamdan tak menjawab. Ayah Eren itu sebenarnya tidak tega harus mengaku seperti ini. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Dia hanya bisa menyesalinya

“Sejak kapan kalian bermain api di belakangku? Apakah kamu tidak memikirkan Eren dan perasaanku?” Eti mengulang pertanyaannya.

Suaminya, pria yang paling dia percaya setelah ayah kandungnya sendiri, baru saja mengaku kalau dia sudah selingkuh dan menghamili teman kerjanya.

Hati istri mana yang tidak hancur mendengar berita tiba-tiba seperti itu? Itulah yang Eti rasakan. Hatinya kini sudah hancur berkeping-keping.

“Sudah 7 bulanan.” Hamdan akhirnya buka suara setelah sekian menit hanya diam. “Maafkan mas, Eti. Mas benar-benar khilaf.”

“Kenapa Mas? Apa alasannya? Apakah aku kurang cantik? Apakah aku kurang berbakti? Apakah aku kurang baik?” suara Eti bergetar, mulai terdengar emosi.

Lidah Hamdan kelu, tidak bisa menjawab semua pertanyaan ibu dari anaknya itu. Otaknya benar-benar ngeblank.

“Maafkan, Mas.”

Hanya itu yang bisa Hamdan ucapkan. Cyntia tidak lebih cantik dari Eti, tapi nafsu telah membutakan mata hatinya sebagai suami dan seorang ayah.

Dulu ada pepatah Jawa yang mengatakan bahwa cinta akan datang karena seringnya bertemu. Begitulah yang Hamdan pikir saat dekat dengan Cyntia.

Mereka bekerja di tempat yang sama. Hampir bertemu setiap hari. Pesona gadis yang sedang mekar-mekarnya membuat Hamdan terpesona.

Apalagi gadis itu tidak mengindahkan statusnya yang sudah menikah dan punya satu anak. Jadilah mereka pacaran diam-diam.

Sering Hamdan mencuri waktu, berbohong pada Eti untuk sekedar pergi jalan dengan Cyntia. Bahkan sampai tak pulang dengan alasan menginap di rumah teman.

Hingga mereka pun mulai kebablasan. Pesona gadis itu terlalu sayang untuk dilewatkan oleh birahi Hamdan yang sedang panas-panasnya.

Cyntia akhirnya hamil. Gadis itu meminta pertanggungjawaban Hamdan. Dia tidak ingin malu karena melahirkan bayi tanpa adanya suami.

Kepergian Hamdan tanpa kabar juga berkaitan dengan kehamilan Cyntia. Keduanya pergi ke seorang dukun untuk menggugurkan calon bayi tak berdosa itu.

Sayangnya mereka gagal. Calon bayi mereka tidak mau pergi meski sudah di coba dengan berbagai cara. Cyntia akhirnya tetap memaksa Hamdan menikahinya

Tentu Hamdan dalam dilema. Disatu sisi, dia tidak mungkin meninggalkan Eti dan Eren. Disisi lain, gadis itu membutuhkannya.

“Jadi sekarang bagaimana? Aku tidak mau di madu.”

Eti sudah membuat keputusan. Kata-katanya tegas dan jelas. Meski dia wanita kampung, dimadu tidak pernah terlintas sedikit pun di benaknya

“Mas gak tahu, Et. Mas bingung.”

Hamdan hanya bisa menatap jalanan dengan kosong. Dia sudah pasrah bila istrinya itu memaki-makinya. Alasan itu pula yang membuat Hamdan enggan berbicara di kontrakan mereka.

Dia tidak mau para tetangganya dengar. Dia masih punya harga diri. Berbeda dengan disini. Toh taman ini sering sepi dan tidak ada orang yang mereka kenal.

Wajah Eti mengeras. Dia begitu hancur ketika suaminya mengaku mengkhianatinya. Tapi amarah itu datang mendengar ketidak tegasan Hamdan sebagai laki-laki.

“Jangan jadi pria lemah, Mas! “ suara Eti meninggi. “Aku percaya sepenuhnya sama kamu. Membuka hape-mu saja aku tidak berani.”

Nafas Eti mulai tidak teratur. Dia tidak menyangka suaminya begitu pengecut seperti ini. Hanya bisa diam dan meminta maaf.

“Kamu bingung?” Eti tersenyum getir. “Kamu mas, sudah mengkhianati kepercayaanku. Dengan gampangnya selingkuh sampai dia hamil. Kemana pikiranmu saat itu, hah?”

Beberapa pengunjung taman yang bisa di hitung dengan jari menatap kearah suami istri yang sedang bertengkar itu. Sebagian merasa iba, sebagian lagi malah senang ada tontonan.

Eti masih emosi. Laki-laki yang dia pilih, yang dia pikir akan jadi yang terbaik untuknya dan Eren, justru punya sifat seperti Iblis. Laki-laki itu kini hanya bisa menunduk lesu.

“Aku tidak bisa menerima pengkhianat, tapi demi Eren, aku tetap menerima kamu asal tinggalkan wanita itu!”

Ada nada getir dari perkataan Eti. Yah, semua demi anaknya. Dia tidak ingin Eren tumbuh besar tanpa sosok ayah. Cukup ibunya saja yang dulu sering ditinggal ayahnya merantau ke Jakarta.

Hamdan masih tetap diam. Dia tidak bisa memilih. Penyesalan kadang datang terlambat. Hamdan berharap waktu bisa diputar kembali agar dia tidak sepusing ini.

“Kenapa diam, mas?” kali ini pertanyaan Eti terdengar sinis. “Oh, aku tahu. Kamu bingung memilih dia atau aku bukan?”

Dua pasang mata bertemu. Yang satu menunjukan api amarah yang berkobar-kobar, sedangkan yang satu lagi kosong seakan tanpa jiwa.

“Aku gak nyangka, cinta yang kita bina selama 5 tahun ini, bisa kalah oleh wanita yang baru kamu kenal kurang dari setahun itu.”

Langit malam yang tanpa bintang hanya bisa dipandangi oleh Eti dengan perasaan campur aduk. Tekadnya sudah bulat. Dia mengambil keputusan yang akan merubah hidup keluarga kecil mereka.

“Ceraikan aku, mas!” ucap Eti lirih. “ Tapi aku minta satu hal padamu untuk yang terakhir, tolong besok antarkan aku kembali ke rumah ibu. Tenang, aku tidak akan cerita soal kamu menghamili wanita lain.”

Hamdan menatap wanita yang sudah ia nikahi selama empat tahun ini. Dia sudah menyangka akan ada pilihan seperti ini. Tapi mendengarnya langsung, masih membuatnya shock.

“Apa tidak ada jalan lain, Et?” Suara Hamdan bahkan kalah dengan angin malam yang berhembus menyapa wajahnya.

Eti menoleh ke arah suaminya. Dia tersenyum. Hanya ini yang bisa dia lakukan sekarang. Dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan laki-laki pengecut ini.

“Aku sudah menunggumu bicara dari tadi, mas. Kamu hanya diam. Aku tahu hatimu berat untuk wanita itu. Aku tak mau menggangu kalian. Kita sudah berakhir sampai sini.”

Kaki Eti terasa lemas saat dia paksakan berdiri. Bukan lagi kesedihan yang membuatnya kuat, justru amarah yang telah membuatnya mati rasa.

Hamdan bahkan tidak menahannya saat dia pergi mengendong Eren yang menangis ingin bersama ayahnya. Eti kecewa, cinta itu kini sudah habis tak bersisa.

**001**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status