Share

Quin Blossom

Aroma mentega bercampur susu menguar dari arah dapur, Quin tau kalau Bella—housemate sekaligus manajernya tengah membuat penekuk untuk sarapan mereka pagi ini.

"Hai babe..."sapa nya basa-basi, bahkan tangannya kini sudah melingkar santai di pinggang Bella. Terlalu romantic untu sepasang sahabat yang bahkan selalu bertengkar setiap hari. Dan benar, tidak bertahan begitu lama, Bella gadis yang lebih tinggi beberapa centimeter, dengan kejam melepas paksa pelukannya yang tulus meski ada maksud tersembunyi sedikit.

"Quin, kita benar-benar harus belanja setelah ini! Isi kulkas kita bahkan hanya tersisa air mineral saja kau tahu?" kata Bella datar dan masih sibuk membolak-balik penekuk yang sudah berwarna keemasan, sudah saatnya untuk diangkat.

Quin belum menyahuti, dirinya masih berkutat menyusun piring diatas meja makan dan menyiapkan teh untuk mereka berdua. Meski dirinya adalah penggemar berat minuman ber-kafein, tapi Bella menjadi semakin cerewet dengan melarangnya minum kopi, alasanya yang logis mengingat asam lambungnya yang sempat kambuh beberapa hari yang lalu.Dan itu bukan pertama kalinya.

"Quin!" katanya lagi, kali ini cukup memekakakn telinga karena tidak berhasil mendapat respon dipercobaan pertama.

"Oh seriously, kau harus berhenti berteriak Bell, kau tau kita suka mendapat kelurahan dari Mr dan Mrs Dawson karena keributan yang kau buat." kata Quin mendramatisir, padahal siapa pula yang tidak akan berteriak seperti tadi kalau kata-kata mu hanya mendapat jawaban dari angin.

Bella sudah keluar dari dapur, masih lengkap dengan celemek merah muda dan gambar strawberry besar di tengahnya, "Oh great honey, kau mau membuat ku menjadi tersangka penuh, padahal kau jelas-jelas alasan yang membuat darah tinggi ku selalu kambuh." Katanya merengut sangsi.

Meski benar dirinya yang lebih suka berteriak, tapi Quin—partner, sahabat, sekaligus rekan kerjanya ini sungguh-sungguh sumbu sebenarnya yang kerap membuatnya meledak tak tertahan.

Lihat saja gadis itu yang gini justru tertawa lepas setelah diberi omelan.

Anehnya Bella tidak pernah terbiasa dengan cara Quin mengusilinya meskipun sudah bertahun-tahun gadis itu melakukannya.

Berbicara tentang Mr dan Mrs Dawson, kedua orang itu adalah tetangga diflat sederhana yang mereka tempati. Flat yang disewa oleh Quin dan Bella bukan termasuk dalam kategori flat mewah di California, flat ini memiliki 5 lantai dengan masing-masing 4 kamar di setiap lantainya, uang sewanya bahkan tidak lebih dari 3000 dolar.

Memiliki satu ruang tidur, satu kamar mandi, ruang makan yang jadi satu dengan dapur, serta satu ruang santai yang biasanya mereka pakai untuk menyambut tamu, atau menikmati segelas coklat panas. Meski begitu penghangat ruangan di flat ini adalah yang terbaik ketika musim dingin mulai tiba.

"Haruskah kita menaruh beberapa berry di atasnya?" seru Quin dengan mata berbinar.

"Apa aku harus mengingatkanmu setiap hari, kita bahkan sudah tidak memiliki stok buah apapun sejak seminggu yang lalu!" Kata Quin lirih, dirinya sudah melepaskan celemek yang dikenakannya. Dan mulai ikut duduk di kursi seberang Quin.

Merasa bersalah karena membawa kembali kemirisan ekonomi yang dialaminya dan Bella, Quin mencoba memberi usul," Bagaimana kalau kita kembali ke Seattle? Kau tau kita bisa kembali bekerja di restaurant milik Samantha, lalu ikut dalam pertunjukan teater bersama rekan-rekan kita dulu."

Bella berdecih mendengar apa yang baru saja Quin katakan, "Kau bilang apa? Kembali ke Seattle katamu?"

Oh.. Shit..

Kau berhasil membangunkan singa tidur Quin, great for you.

"Kau mau kembali ditempeli bak parasit oleh tante dan sepupu mu itu? Oh atau kau mau kembali diremehkan oleh orang-orang disana? Kau mau melupakan mimpi mu? Mimpi kita..? Kalau kau mau pulang, pulang saja sendiri..!!"

Sepertinya gadis berambut pendek, coklat keemasan itu benar-benar marah padanya. Lihat saja Bella bahkan sudah membanting garpu dan pisau di tangannya. Takut menjadi semakin besar, Quin meraih tangan Bella diatas meja, mencoba memberitahu sahabatnya itu bagaimana sebenarnya maksud dari ucapannya tadi, karena sudah jelas Bella salah paham dengan maksud Quin. Quin hanya merasa bersalah karena merasa ikut andil dalam kemelaratan Bella saat ini.

"I am sorry Bell, aku tidak bermaksud seperti itu. Tapi kau masih punya banyak jalan untuk meraih impian mu ketimbang harus menolong aktis tanpa bakat seperti ku." kata Quin sedih, matanya mulai berkabut ketika mengingat perjuangannya dan Bella yang belum dilihat seberapa keras pun ia mencoba, Hollywood mungkin bukan terlahir untuknya.

"Kau tau kau bukan tidak kompeten, hanya saja para produser dan sutradara belum berhasil menemukanmu, tapi kau jangan khawatir aku percaya waktu kita akan tiba sebentar lagi." Bella mencoba memberitahu Quin untuk tidak terlalu memandang rendah dirinya sendiri, karena lebih dari siapapun di dunia ini Bella tahu, Quin adalah aktris yang berbakat, hanya saja waktu yang tepat belum datang untuk memberinya semua keberuntungan yang ada di semsta. Terkadang kita memang harus bekerja lebih keras, 200 persen dari kemampuan kita untuk bisa meraih mimpi yang kita idaman.

"Bagaimana kalau kita pergi belanja ke supermarket setelah sarapan?" ajakan Bella membuat Quin kembali memasang ekspresi berbinar, tapi setelahnya redup lagi.

"Kenapa?" tanya Bella ringan yang sadar akan perubahan ekspresi Quin.

Quin menggeleng cepat, mulutnya mencoba merangkai kata dengan hati-hati, "Apakah kita masih punya cukup tabungan untuk berbelanja?"

"Ya.." mulut Bella menjawab dengan masih sibuk mengunyah potongan penekuknya yang

terakhir. "Kita masih punya beberapa dolar di rekening. Bayarin mu menjadi extras kemarin sudah cair."

Muka Quin memerah mendengarnya.

Hhh...

Padahal dia berharap mendapat peran yang lebih baik, tapi ini dia muncul di empat episode tanpa dialog dan hanya muncul sepersekian detik dengan wujud yang bahkan tidak tampak jelas.

"Jangan berkecil hati, hari ini pengumuman apakah casting mu di series ‘Woman Diary’ kan? Mungkin kau benar akan mendapatkan peran Karen." Quin mencoba memberi semangat, "Coba cek email diponselku, harusnya kita sudah mendapatkannya pagi ini." lanjutnya, sembari membereskan piring kotor untuk dia letakkan di tempat cuci piring.

Ingat kalau dia masih memiliki harapan dengan castingnya terlahir yang mendapat pujian langsung dari casting director, Quin berlari cepat ke kamar, mencari ponsel Bella untuk mengecek notifikasi.

"Bagaimana?" teriak Bella dari luar.

Mendengar Quin mengehela napas panjang, Bella memiliki firasat yang buruk dan segera menyusul ke dalam kamar.

"Yah..sepertinya aku tertolak lagi." Quin tersenyum getir pada Bella yang sudah menampilkan wajah sendunya. Bella langsung merengkuhnya dengan cepat memberi Quin pelukan,

"I am okay Bell, kau tau kita masih bisa mendatangi satu dua casting lagi untuk beberapa project yang sempat mrs evans singgung kemarin."

"Kau benar, ayo kita coba lagi. Dan buat mereka yang menolakmu menyesal seumur hidupnya." seru Bella dengan senyum simpul di wajahnya.

****

"Kita tidak harus menggunakan troli Quin, kau tau kita hanya akan berbelanja seperlunya."sejak tadi Bella sudah protes saat Quin dengan santainya menarik troli dan menggeretnya kesana kemari.

"Berbelanja tanpa troli itu tidak bisa disebut berbelanja kau tau. " Quin berkata ringan, tangannya masih sibuk memilah-milih frozen food yang biasa menjadi stok wajib di kulkas mereka.

"Hey Bella menurutmu juta harus membikin merek yang mana?" tanyanya menunjukkan dua jenis nugget kemasan dari merek yang berbeda.

"Yang paling murah saja" Kata Bella cepat, Quin mengangguk menyetujui, sekarang yang lebih murah adalah pilihan terbaik untuk keduanya.

Ketika keduanya tenang asyik memilih beberapa sayur segar dan buah, terdengar getaran ponsel milik Bella.

Drttt....drtt....

"Oh..Ms Evans menelponku, kira-kira ada apa?" 

Quin hanya mengedikan bahunya tak mengerti, ingat dia bukan seorang peramal.

Beberapa saat Quin hanya bisa mendengarkan percakapan satu arah dari mulut Bella, karena idak tau apa yang Ms Evans katakan padanya, tidak mungkin juga Quin meminta Bella untuk me-loudspeaker di tempat umum seperti ini.

"Hmm.. Baik, nanti akan saya diskusikan dengan Quin..Ya,terimakasi Ms Evans. Ya..baiklah, ya selamat pagi juga."

Begitu Bella menutup teleponnya, Quin sudah menampilkan ekspresi tidak sabar sekaligus penaran. Matanya melebar berkilat-kilat menanti Bella menjelaskan sesuatu padanya.

"Kita mungkin bisa membayar uang sewa flat untuk bulan depan, tapi itu kalau kau setuju dengan renacana Nona Evans?" itulah kalimat ter-ambigu yang Bella ucapkan pertama kali. Dahi Quin mengernyit tak mengerti.

"Apa? Rencana apa?" tanya Quin tak sabar.

"Baik-nya kita bicarakan saat rumah saja..Ayo.!" Bella menarik paksa Quin untuk kembali melanjutkan berbelanja, meski Bella masih melihat guratan ekspresi gadis itu masih memandang ya tak puas. Lihat saja bibir Quin yang mengerucut ke depan.

Tapi apakah Quin mau melakukan rencana Ms Evans? Haruskan Bella membujuknya ?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status