Share

Tamu tak diundang

Rahma melajukan motornya tanpa menghiraukan hujan lebat yang mengguyur sekujur tubuhnya. Sampai di rumahnya, dia langsung mandi keramas, berulang kali keningnya disabun bahkan digosok agar bekas kecupan lelaki itu hilang. Karena kehujanan begitu lama membuat tubuhnya menggigil kedinginan. Setelah mandi dia segera memakai kaos kaki dan sweater hangat berbahan wol, selanjutnya dia hanya meringkuk di bawah selimut untuk menghangatkan tubuh.

Masih terbayang adegan di bawah guyuran hujan tadi seperti adegan di film India. Berulang kali dia beristigfar,

'Ya Allah ... dosanya diri ini. Bagaimana aku akan menghadapi laki-laki itu, apakah bersikap biasa saja? Atau menghindari bertemu dengannya? Atau ... Ah ya, lebih baik aku menghindarinya. Kalau sore di usahakan selesai kerja sebelum laki-laki itu datang,' batinnya.

Sore ini dia memasak untuk Bastian dari rumahnya saja. Dia membuat sop daging sapi di iris tipis-tipis karena persediaan di kulkas tinggal 1 ons, dicampur sayuran wortel dan brokoli, tidak lupa membuat bawang goreng. 

Udara sore yang dingin selepas hujan membuat Rahma sedikit pusing, apalagi tadi habis hujan-hujanan. Segera dia menjerang air untuk membuat wedang bandrek, mem-blender jahe merah dan disaring airnya. Memasukkan ke panci ditambah gula merah, kayu manis, kapulaga, susu coklat, dan sedikit kopi. Tak butuh waktu lama, wedang jahe bandrek sudah siap disajikan. Tiba-tiba Rahma teringat pria itu, dia juga kehujanan tadi, pasti kondisinya juga tidak baik. Segera diambil termos kecil memasukkan bandrek tersebut. Untuknya gampanglah, dia bisa membuat lagi. 

Rahma memesan ojek online untuk mengantar makanannya. Sepertinya dia memang harus menghindar dari lelaki itu, sekarang tiap pagi akan menyewa jasa pengantaran saja.

****

Huajizhh ...

Berkali-kali Bastian bersin setelah kehujanan. Seumur hidup baru pertama kali dia bermain hujan. Walau berakibat bersin-bersin tetapi hatinya kini berbunga-bunga. Dia benar-benar bahagia, senyumannya tak lekang sepanjang sore ini. Sudah lama dia tidak tersenyum seperti ini. Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikiran Bastian.

'Bagaimana keadaan perempuan itu sekarang? Mungkinkah perasaannya tidak sama denganku? Ah, aku menyadari perasaan apa yang kuberikan untuknya. Sebuah perasaan khusus, ingin memiliki, ingin melindungi, ingin membuatnya bahagia. Ah, apakah ini yang dinamakan cinta? Perasaan ini berbeda sekali dengan perasaan yang kumiliki untuk mantan istriku lima tahun yang lalu. Perasaan ini lebih indah'

Diraih ponselnya di atas meja, dengan ragu-ragu memencet nomor wanita itu.

'Ah, kirim SMS saja, biarlah tidak dibaca, pesanku juga sudah biasa diabaikan perempuan itu,' batinnya

(Apa kau baik-baik saja?)

Wah, pesannya dibaca, seketika wajah Bastian berbinar-binar.

(Bos makanannya sudah saya kirim lewat ojol) SMS balasan dari perempuan itu.

'Kenapa dia tidak menjawab pertanyaanku? Ya sudahlah yang penting dia mau berkomunikasi denganku sudah cukup,' batin Bastian.

(Terima kasih ya ...) hanya itu yang di ketik Bastian, pesannya semua dibaca oleh Rahma, itu membuat Bastian cukup senang.

Namun Rahma benar-benar dongkol dengan lelaki itu.

"Apa ya dia tidak meminta maaf atas tindakannya tadi pagi? Apa gak merasa bersalah, gitu?" gumam Rahma.

Ting

Satu pesan masuk,

(Aku tidak menyesali yang terjadi tadi pagi, jadi aku tidak minta maaf. Kuharap kau juga tidak menyesali kejadian itu) SMS dari Bastian.

'Apa? Kenapa dia menulis pesan seperti ini? Seolah-olah tahu apa yang kupikirkan, batin Rahma. Maksudnya dia tidak merasa bersalah? Kenapa? Why?. Ah, sudahlah tidak perlu lagi memikirkan orang itu,'batin Rahma.

Namun ternyata semakin dia acuh terhadap pria itu justru pikirannya semakin mengarahkannya pada lelaki itu.

Rahma segera mengambil album foto di dalam lemari, dipandanginya sebuah foto kenangan sepuluh tahun yang lalu, selama ini hanya pria di foto itulah satu-satunya pria yang pernah dekat dengannya. Foto itu diambil ketika mereka pulang kuliah bersama dan mampir ke studio foto. Saat itu menjadi momen yang paling indah, karena pria itu menyatakan isi hatinya. Foto itu menjadi saksi bisu kisah cinta diantara mereka berdua. Namun ketika Rahma tidak lagi kuliah, pria itu tidak pernah datang. Kadang Rahma berharap pria itu mengunjunginya, namun sampai saat ini, dia tidak pernah bertemu dengannya.

"Ah, Fauzan ... entah lari kemana perasaan yang kupunya dahulu, mungkin hancur digilas roda kehidupan yang terus berputar" gumam Rahma membelai wajah pria di foto itu.

Selama bersama Fauzan, tidak sekalipun Rahma bersentuhan dengan pria itu, walau hanya jabatan tangan. Perasaannya memang bergetar tatkala bertemu dengannya, namun dengan Bastian ... pria itu seperti menyalakan kembang api dari ujung jari kakinya, menjalar keseluruh tubuhnya hingga meledak ketika mencapai kepala dengan cahaya yang berwarna-warni. Sekarang dia tidak mampu menemui lelaki itu, namun hatinya berkhianat merindukannya. 

****

Bastian menikmati makan malam yang dikirim Rahma lewat ojol. Hatinya bersorak ketika mendapati bandrek panas, wanita itu memang selalu tahu apa yang dibutuhkannya. Dihirupnya minuman panas dan pedas itu, lumayanlah bisa meredakan gejala pilek yang menyerangnya. Sop panas yang dibuat Rahma mampu mengusir hawa dingin di tubuh laki-laki itu. Kedatangan makanan itu tidak mampu meredakan kerinduannya pada wanita yang memasaknya. Baru tadi siang bertemu, tetapi dia ingin bertemu lagi. Ah ... dia tidak bisa kalau begini, dia bisa insomia seperti tadi malam kalau tidak bertemu wanita itu.

Bastian segera meraih kunci mobilnya, dengan modal nekat, dia harus melihat wajah ayu wanita itu. Dikemudikan mobilnya ke daerah gotong royong, hanya itu alamat yang dia tahu. Di sana ada sebuah perumahan tipe 36, pasti salah satunya rumah perempuan itu. Bastian bertanya pada satpam yang berjaga.

"Mas, tahu rumahnya Bu Rahmah?" tanya Bastian.

"Bu Rahmah yang guru itu ya, Mas?" tanya Satpam itu

"Ah, iya ...."

"O, rumahnya di blok B no 2, Mas. Mas lurus aja, nanti ada belok kanan rumah no 2" kata Satpam

"Makasih ya, Mas ..."

 

'Ah, rupanya tidak sulit mencari rumahmu, Rahma...,' batin Bastian.

Tok ... tok ... tok...

Terdengar suara ketukan pintu, Rahma yang tengah rebahan terbangun, siapa yang malam-malam datang? Selama ini tidak pernah dia kedatangan tamu selain Pak Rt yang menagih uang keamanan dan sampah. Tapi pak Rt kemarin malam sudah kemari.

Tok ... tok ... tok ....

Sekali lagi suara ketukan pintu itu terdengar. Rahma bergegas membukakan pintu setelah memakai jilbab sarungnya.

"Pak Bos?" Alangkah terkejutnya melihat siapa yang berada di balik pintu.

Bastian tersenyum simpul, beberapa saat tidak ada yang bersuara, mereka hanya saling pandang-pandangan.

'Ya Ampun, baru saja aku kangen sama pria ini, kok sekarang sudah nongol di depanku? Apa ini yang dinamakan cemistry?' batin Rahma.

'Rahma, aku rindu padamu ...,' batin Bastian 

"Aku ... tidak disuruh masuk?" tanya Bastian memecah kebisuan diantara mereka.

"Oh ... iya ... si ...  silahkan masuk." Rahma begitu gugup, rumahnya masih berantakan belum sempat merapikan pasca masak besar kemarin.

"Pak Bos, mau minum apa?"

"Tidak usah, aku kemari tidak untuk minum," kata Bastian sambil duduk di atas sofa.

"Pak Bos mau apa ke sini? Kok bisa tahu rumahku di sini?" Rahma masih berdiri di dekat pintu

"Aku kemari hanya untuk melihatmu, kalau tidak melihatmu aku tidak akan tidur nyenyak." 

Rahma terperangah mendengar perkataan Bosnya. 

"Apa mak ... maksud perkataanmu, Bos?" tanya Rahma gugup.

"Aku merindukanmu, Rahma ..., " kata Bastian memandang lekat pada bola mata Rahma. 

Rahma hanya terpaku mendengar perkataan bosnya, mendadak lidahnya kelu, tak mampu mengucapkan kata apapun.

"Ah, sudah. Karena sudah bertemu denganmu, aku pulang dulu."

Bastian bangkit dari sofa, melangkah ke pintu dan berbisik ke arah Rahma

"Istirahatlah ... selamat tidur, mimpikan aku." 

Pria itu berlalu, dengan bersiul riang dia masuk ke mobil, melajukannya dengan hati yang gembira.

Rahma menelan salivanya, dia benar-benar shock dengan apa yang terjadi barusan.

"Apa-apaan itu? Datang cuma ngomong gitu doang? Ah, kenapa aku senang sekali?" guman Rahma, seulas senyum menghiasi bibir mungilnya.

****

Sesampainya di rumah dihempaskan tubuhnya diatas kasur empuknya. Perasaannya sudah lega sekarang. Sebenarnya banyak yang akan dia katakan pada wanita itu, namun jantungnya bertalu-talu dengan cepat, dengan segenap kemampuan Bastian memberanikan diri mengatakan itu.

'Ah, segitu juga sudah prestasi,' batinnya.

Bastian meraih ponselnya, ada seseorang yang harus tahu perasaannya, dia tidak ingin membuatnya kecewa dan terluka.

"Halo, Bro!" kata suara di seberang sana

"Rom, aku harus mengatakan sesuatu padamu," kata Bastian.

"Apa? Soal Rahma? Sudahlah Bro, kejar perempuan itu sampai dapat," kata-kata Romi membuat Bastian terlonjak.

"Jadi, elu sudah tahu, Bro?" 

"Bas ... Bas, gue kenal elu sejak SMA. Bahasa tubuh lu, bahasa mata lu, gue apal semua. Mulut elu bisa bohong, tapi mata elu gak bisa bohong, Bro. Elu cinta mati sama pembokat elu sendiri," kata Romi sambil terkekeh membuat Bastian tersenyum malu.

"Terus, gimana sama elu, Bro?"

"Gak usah pikirin gue, gue sadar bukan gue yang nemu berlian itu duluan. Gue gak bakal jadi penghianat yang nikung elu, Bro. Gue akan terus jadi malaikat yang membayangi langkah hidup elu," kata Romi sambil tertawa, membuat Bastian lega.

Romi, dia selalu seperti itu, setia menjaga persahabatan dan persaudaraan.

Ning nong ... ning nong ... ning nong ...

Bel rumah dipencet oleh seseorang dari luar, sepertinya Bastian kedatangan tamu. Bergegas Bastian membukakan pintu utama.

"Bastian ... anak Mama ... Mama datang!" kata wanita setengah baya itu memeluknya erat. 

Bastian terkejut dengan kedatangan wanita itu. Terutama pada perempuan di belakang Mamanya.

"Mas, apa kabar?"  Perempuan itu tersenyum sumringah, kecantikannya tidak berubah dengan dandanan yang sempurna. seperti foto model papan atas.

"Mau apa kalian ke sini?"

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Nim Ranah
siapa perempuan itu bos
goodnovel comment avatar
Efrizon Siep
terimah kasih untuk penulis,,
goodnovel comment avatar
Sandra Diba
suka banget sm alur cerita nya.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status