LOGIN
Jemarinya bertaut, saling meremas demi mendapat sebuah ketenangan. Namun rasanya tidak lah mungkin, dinginnya pendingin tak sedingin tubuh Kanza saat ini.
Kanza duduk begitu gugup di ruang rektor kampusnya, keringat mulai membasahi wajah serta tangannya.
“Kanza Athalia Rozenka, apa benar yang sudah disampaikan oleh teman-temanmu itu? Dan apa benar jika yang ada di dalam video itu adalah kamu?” tanyanya begitu tegas, tak ingin dibantah.
Kanza diam, kepalanya menunduk matanya menatap kedua tangannya yang saling meremas.
“Jawab saya, Kanza!”
Tubuhnya melonjak kaget, “I-itu memang benar saya, Pak. Tapi semua yang mereka katakan bohong, saya tidak pernah melakukan itu semua.”
Tangis tak lagi bisa dibendungnya, Kanza benar-benar takut dan lemah. Selama ini ia bisa tenang menjalani masa kuliahnya karena beasiswa yang diterimanya.
Namun sekarang ia dihadapkan dengan kenyatakan jika ia harus siap kehilangan beasiswa akibat fitnah dari teman-temannya.
“Sesuai dengan peraturan kampus, kamu harus bersiap kehilangan beasiswa itu dan membayar semua tanggungan kuliahmu.”
“Tapi saya tidak melakukan apa yang di tuduhkan, Pak. Saya tidak pernah menjual diri, apa lagi dengan suami orang.” Tangisnya.
“Pihak kampus akan menyelidiki semuanya, sampai semua itu terbukti kamu saya skors.”
Deg,
Tak lagi bisa di bantah, tak lagi bisa membela diri. Kanza hanya bisa pasrah dengan apa yang sudah diputuskan.
Salahnya memang, percaya begitu saja hingga masuk ke dalam jebakan teman-temannya.
Langkah kakinya begitu lesu, menyusuri koridor kampus ia diam seakan tak ingin bicara.
“Kenapa? Kenapa mereka semua sejahat ini, bahkan aku tidak pernah merasa memiliki masalah dengan mereka.” Batin nya.
“Aku tidak pernah bermesraan dengan laki-laki tua itu, dia yang tiba-tiba memaksa memelukku. Aku ke sana juga atas pesanan makanan mereka, kenapa mereka malah tega memfitnahku menjual diri?” menahan rasa marahnya.
Kanza tersenyum mengingat bagaimana ia nampak romantis dengan lelaki tua itu dalam video, benar-benar pemilihan angel kamera yang tepat menurut Kanza.
Kanza hanya bisa menangis, meratapi nasib yang sangat tak adil terhadapnya.
“Kanza,” teriak seseorang dari arah belakang.
Sambil terengah-engah, “Za, aku nyariin kamu dari tadi. Gimana? Rektor nggak percaya kan sama video itu?”
“Apa yang bisa aku lakuin, Nad. Aku Cuma orang miskin yang gampang mereka injak-injak, tentu saja rektor lebih memilih berpihak pada mereka.”
Nadia, satu-satunya sahabat Kanza di kampus merasa sangat geram. Ia tak terima dengan semua yang menimpa sahabatnya itu.
“Aku harus pergi, aku di skors sampai waktu yang nggak di tentukan.”
“Ehm, nanti aku bakal bikin semua salinan untuk kamu. Jangan sedih,” hiburnya.
Kanza memaksakan diri untuk tersnyum, melambaikan tangan sebelum benar-benar menghilang dari hadapan sahabatnya.
“Dasar wanita brengsek semua, sampah kampus!” gerutu Nadia.
Kanza memilih duduk di taman yang tak jauh dari kampusnya berada, disana ia menangis meluapkan semua emosinya.
Tak perduli orang melihatnya atau bahkan mengiranya gila, yang jelas saat ini Kanza butuh ruang untuk melampiaskan semua rasa marahnya.
“Kau benar-benar tak adil dalam membagi takdir hidup ini, Tuhan. Semua kau beri kebahagiaan, lantas kenapa aku tidak? Sejak dulu kau selalu memberiku duka juga air mata, kau membuatku hidup sebatang kara tanpa kebahagiaan.” Gumamnya di sela-sela tangis.
“Oh, ternyata lagi nangis disini toh.”
“Uh, kasian. Habis di skors ya?”
Perlahan Kanza membuka tangan yang menutupi wajahnya, perlahan menghapus jejak air mata yang memang sudah mulai mengering.
Kanza menatap tiga orang wanita di depannya, mereka adalah teman sekaligus musuh di depan mata.
Dewi dan Lia, dua wanita itu mentertawakan keadaan Kanza yang berantakan saat ini.
“Kalian benar-benar tidak punya hati. Apa salahku, kenapa kalian tega membuat fitnah keji itu?”
“Siapa bilang itu fitnah, bukti sudah ada mana bisa di sebut fitnah.” Sahut Tari, gadis yang berpengaruh di kampus sekaligus ketua dari Dewi juga Lia.
Kanza bangun dari duduknya, ia menatap tajam pada Tari. “Sejak dulu, aku sama sekali tidak berniat berhubungan denganmu. Tapi kenapa selalu mengusikku?”
“Karena kamu lebih dulu mengusik kebahagiaanku, Kanza. Kamu lebih dulu membuat masalah besar denganku,” penuh tekanan kemarahan.
Kanza bingung, ia sama sekali tak merasa berbuat salah apapun.
Kanza pun bertanya, kesalahan apa yang sudah di perbuatnya hingga menimbulkan rasa benci pada diri Tari.
Rasa cemburu juga marah membuat Tari menutup diri dari kebenarannya, ia melampiaskan semua rasa sakit hati juga marah pada Kanza yang jelas-jelas tak tahu apa-apa.
Kanza pun terkejut dengan pengakuan Tari padanya, sebab tak pernah sekalipun ia melakukan apa yang sudah di tuduhkan padanya.
“Sama sekali aku tidak pernah menggodanya, aku bahkan tidak pernah bertemu dengan pacarmu itu.”
“Bohong, kamu benar-benar berani membohongiku!”
“Kamu bisa mencari perhatian pada semua laki-laki di kampus, aku tidak perduli. Tapi jangan dengan Reno, dia pacarku!” lanjutnya marah.
Menghela nafas, Kanza sudah benar-benar pasrah dengan apa yang di tuduhkan padanya. Penjelasan apapun percuma, Tari hanya percaya dengan apa yang di lihat dan di dengarnya.
Tak ingin semakin panjang, Kanza memilih pergi dari taman. Meninggalkan ketiga temannya yang menatapnya pergi dengan tatapan kebencian.
Kanza yang berjalan terburu-buru tak melihat jalan saat tengah menyeberang, hingga bunyi panjang klakson dan dencitan rem mengembalikan fokusnya.
Brak!!
Asap tebal mengepul dari mobil.
“Astaga.”
Pagi yang sangat cerah untuk Nadia, langkah kakinya terasa begitu ringan berayun menepis angin.Senyum di wajahnya tak pernah luntur, gadis itu tersenyum senang entah dengan alasan apa.Namun Nadia berbeda, gadis yang dulu nampak santai dan cantik natural kini berubah menjadi wanita dewasa dengan riasa bold di wajahnya.Pakaian minim dengan paduan both fashion menjadi sorotan warga kampus pagi itu. Bukannya risih, Nadia merasa senang karena berfikir berhasil menjadi pusat perhatian.“Nadia yang dulu sudah mati, sekarang hanya ada Nadia yang kuat.” gumam Nadia.Reno mendengar desas desus nya, sedikit banyak ia mendengar jelas tentang perubahan Nadia yang dirasa begitu drastis dan mendadak.“Apa benar sampai merubah penampilan?” batin Reno penasaran.Namun jelas terlihat jika sama sekali tak ada ketertarikan Reno pada Nadia, baginya Nadia hanya sekedar teman Kanza. Tidak ada lebih bahkan banyak kurangnya.Reno acuh, ia sibuk dengan gebetan barunya. Tentu saja bukan wanita yang di temu
Hinaan juga cacian Nadia masih terus terngiang di telingan dan menusuk dalam ke hatinya. Kanza menangis pilu dalam pelukan suaminya, menyalurkan semua rasa sakit juga luka lama yang kembali di buka secara paksa.Bayangan kelam itu perlahan datang kembali, sakitnya kehilangan juga siksaan menjadi satu dalam sebuah trauma.Trauma yang beberapa tahun ini coba Kanza tahan dan lupa kan, namun hari ini secara paksa menariknya masuk kembali.Kanza belum benar-benar keluar dari traumanya, tapi kini ia di tarik paksa masuk dan seakan terkuci di dalamnya.“Kanza?”Melvin panik, tangis istrinya sudah tak lagi terdengar bahkan pergerakannya pun tak ada.Melonggarkan pelukannya, Melvin benar-benar terkejut saat menyadari Kanza pingsan.“Helen, panggil dokter.” teriaknya sembari membaringkan tubuh Kanza di atas ranjang.Wajah cantik itu nampak sangat pucat, keringat dingin mulai membanjiri keningnya.Dan disini Melvin meli
Arumi pagi ini tengah berkeliling di beberapa usaha butiknya, salah satunya yang berada di mall megah di kotanya.Awalnya semua nampak biasa saja, berjalan seperti biasa layaknya butik yang penuh dengan pembeli.“Tolong siapkan semua data keuangan, saya mau cek hari ini.” ucapnya pada kepala toko disana.Namun ketika ia akan melangkah masuk ke dalam ruangan, ia mendengar suara keributan. Suara teriakan, cacian bahkan hinaan yang di tujukan kepada salah satu karyawan nya.Arumi tak terima, ia pun berbalik dan menghampiri asal keributan.“Kalian nggak tahu siapa saya ya? Saya ini orang terkenal di aplikasi Tik-tik, masa gitu aja nggak tahu.” omelnya.“Maaf, tapi apapun itu disini semua pembelian harus melakukan pembayaran dengan nilai rupiah tidak bisa dengan iklan yang anda tawarkan tadi.”“Heh gila! itu bukan sekedar iklan murahan, ini tuh iklan terkenal langsung dari saya.”“Ada apa ini?&r
Melvin menikmati sarapan dengan begitu tenang, begitu juga dengan Kanza yang diam menghabiskan sarapannya.“Nona, mobil sudah siap.” ucap Helen dari arah belakang sisi Melvin.“Mas, hari ini aku boleh ijin pulang telat?”Meneguk segelas air putih, tanda jika laki-laki itu sudah selesai dengan makanannya.“Mau kemana?”“Aku ada sedikit masalah dengan teman, jadi rencananya aku mau selesain hari ini.”“Masalah apa?”“Ehm, bukan masalah besar.”Melvin hanya menganggukan kepala, ia merasa bukan hal besar yang akan di hadapi oleh istrinya. Ia pun mengijinkannya, namun ia meminta Kanza untuk tidak lebih dari satu jam waktu keterlambatannya kembali.Dan dengan patuh Kanza pun mengiyakan, sebab ia hanya butuh waktu sebentar untuk menyelesaikan masalah dengan Reno juga Nadia.“Oh iya mas, ini semua bekal kamu untuk makan siang. Aku udah siapin dari makanan rin
Kemarahan Nadia benar-benar sudah tak bisa di bendung, tak cukup satu foto yang dibakarnya kini ia mengambil satu album kenangan mereka dan melemparnya ke dalam bara api.“Sekarang, semua sudah lenyap. Nggak ada lagi persahabatan diantara kita, dan semua karena keserakahan lo.” serunya berapi-api.Berbalik pergi, Nadia meninggalkan api itu melahap habis kenangannya bersama dengan Kanza selama ini.Semua kenangan yang telah mereka rangkai selama ini nyatanya hilang dalam sekejab saja. Dan semua hanya karena rasa iri, rasa dendam juga rasa marah yang terus dipendam hingga kini berubah menjadi rasa sakit tanpa bisa tersampaikan.Dengan mata merah menahan air mata, Nadia membuang semua bingkai foto hingga barang-barang yang berkaitan dengan Kanza. “Sorry, Za. Tapi gue udah nggak bisa lagi. Gue udah capek dengan keegoisan lo selama ini.”Rasa sakit yang Nadia rasakan benar sudah menutup semua pintu hati juga pikirannya. Sedang ditempat lain, nampak Kanza tengah menikmati makan malamnya d
Dengan sisa tenanganya, Melvin bangkit mengikuti langkah sang asisten.Namun ketika separuh tubuhnya hampir keluar dari ruangan, ia pun berhenti dan berbalik menatap Kanza si istri.“Kita pulang sama-sama.”“Jangan pernah keluar dari ruangan ini tanpa ijin dariku,” lanjutnya yang kemudian menghilang dibalik pintu yang tertutup.Kanza pun hanya bisa menghela nafasnya, menatap sekitar ruangan yang dinilainya sangat mewah untuk ukuran pegawai.“Lumayan mewah untuk ukuran karyawan biasa.”Ia pun menyandarkan punggungnya pada sofa, mengeluarkan ponselnya dan mulai berselancar di media sosial.Baru saja ingin membuka satu aplikasi sosmed, ponsel itu berdering dengan nama Nadia di layar nya.---Obrolan Telpon---“Iya Nad, kenapa?”“Kenapa lo bilang, gila sih lo.” dengan nada kesal.“Kenapa sih, kok lo ketus gitu sama gue ngomongnya.”“Za, kan kita ada janji di mall sama Reno tadi dan kenapa lo nggak datang?”“Lah, gimana? Kan tadi lo sendiri yang minta gue buat nggak datang karena pengen ber







