Share

Banyak pertanyaan di dada

Author: Althafunnisa
last update Last Updated: 2022-09-28 18:45:07

"Aku .... Errr ..." Risa bingung harus menjawab apa.

"Cepat mandi, dan bersihkan dirimu." Gilang berdiri di hadapan Risa, lalu menunjuk sebuah pintu dengan dagunya.

"Ak-aku segera mandi!" Risa langsung meraih pintu dan masuk seperti ketakutan.

Risa segera membersihkan diri, lalu berganti pakaian. Ia memakai dress terbaik yang dia punya karena memang dia tidak memiliki pakaian yang bagus.

Setelah rapi, Gilang mengajak Risa turun untuk makan bersama anggota keluarga. Dari kejauhan Risa melihat ruang makan yang cukup mewah. Meja makan tersebut terbuat dari kaca yang tebal berukuran panjang yang di setiap sisinya terdapat beberapa kursi yang tak kalah mewah.

Risa melihat Mama dan Papa Gilang sedang menikmati makan malam bersama. Sesekali terdengar derai tawa dari kedua pasangan suami istri tersebut. 

Risa ragu untuk melangkah karena tadi siang masih terngiang di telinganya kalau kedua orang tua tersebut tidak menyukai kehadirannya.

Namun, tangan Gilang terus menyeretnya. Tangan lebar itu menggenggam tangan mungil Risa agar berjalan bersisian. Gilang menarik sebuah kursi, lalu mendudukkan Risa di kursi tersebut; Gilang juga duduk di kursi sebelah Risa.

"Berani-beraninya kamu ajak perempuan itu makan bersama kami, bikin nafsu makan hilang saja," ujar Mamanya Gilang menunjuk wajah Risa.

Mama Gilang yang tadi begitu asyik menikmati makan malam menghentikan aktivitas makannya. Perempuan paruh baya itu menatap Risa dengan penuh kebencian.

"Oke, aku juga mendadak hilang nafsu makan." Gilang menggandeng tangan Risa dan menyeret perempuan itu keluar rumahnya.

"Kak, kita mau kemana?" Risa mencoba mensejajarkan tubuhnya karena langkah Gilang cukup lebar.

"Makan."

"Makan di mana?"

"Di mana saja."

"Kenapa jalan kaki?"

Gilang menghentikan langkahnya dan menatap tajam pada Risa.

"Jangan tanyakan sesuatu yang tidak penting." Gilang berujar tanpa menoleh ke arah Risa. Tatapan matanya masih tetap lurus ke depan.

Risa mendengus kesal. "Dasar manusia es." 

"Apa?" 

"Eh, nggak, Kak."

Gilang terus mengandeng tangan Risa hingga mereka sampai di sebuah warung nasi uduk di pinggir jalan. Lelaki bernama elang itu mendudukkan Risa di sebuah kursi dan memesan makanan untuknya.

"Makanlah." ujar Gilang seraya menambahkan ayam goreng ke dalam piring Risa.

"Kak, kenapa kita tidak mengajak Amira serta?"

Gilang menghentikan makannya, lalu meletakkannya sendok di piring."

"Ada Asih." Gilang melanjutkan makan hingga piringnya bersih tak bersisa.

Risa benar-benar merasa dinikahi oleh lelaki dingin yang bahkan berbicara saja sangat irit. 

***

Langit begitu hitam sehingga batas dengan bumi hilang, akibatnya bintang dan lampu kota bersatu seolah-olah berada di satu bidang. 

Risa dan Gilang baru saja hendak masuk ke dalam kamar setelah menikmati makan malam.

"Bunda …." Amira memanggil Risa.

"Iya, Sayang," sahut Risa. Gadis itu menghampiri Amira.

"Malam ini boleh Amira minta Bunda temani sebelum tidur?"

Risa menoleh ke arah Gilang untuk meminta persetujuan. 

"Ayah temani juga." Gilang menggendong Amira masuk ke dalam kamar. Mereka bertiga duduk di tepian ranjang Amira.

"Amira boleh minta sesuatu?" ujar Amira menatap Risa dan Gilang bergantian.

"Mau apa, Sayang?" tanya Gilang dengan senyum manis.

"Amira mau punya Adik," ujar Amira, sontak membuat wajah Risa bersemu merah.

"Bukankah Bunda pernah bilang, akan memberikan Amira adik?" ujar Amira lagi.

"Ehm, itu …." Risa gugup. Dia tidak tau harus menjawab apa. 

Namun, raut wajah Gilang berubah.

"Kapan bunda bilang mau kasih Amira adik?" tanya Gilang.

"Sehari sebelum bunda tenggelam, dan di bawa keluar negri," sahut Amira.

Gilang berdiri dan mengepalkan kedua tangannya. Ada amarah yang tergambar di raut wajahnya. Dadanya naik turun dengan gigi yang bergemelutuk.

"Temani Amira." Gilang berlalu meninggalkan Amira dan Risa. 

"Kenapa Kak Gilang terlihat marah?" Risa menatap Gilang yang menghilang di balik pintu.

Amira kemudian membaringkan kepalanya di pangkuan Risa, gadis kecil itu bermanja-manja dengan penuh bahagia. 

Risa membelai rambut panjang Amira. Dia mulai menyukai gadis kecil itu. Gadis kecil yang memiliki kulit putih dan berambut panjang. Pupil matanya agak menyipit dengan iris mata berwarna coklat. Anehnya, Amira sedikitpun tidak mirip dengan Gilang.

"Kalau Amira mirip ibunya, tentu juga mirip denganku. Tapi, wajah Amira tak ada mirip-miripnya denganku." Risa bergumam seorang diri.

"Bunda, maukah Bunda berdongeng tentang putri salju?" Amira bangkit dari pangkuan Risa.

"Kenapa harus bercerita tentang Putri salju?" 

"Karena Bunda selalu bercerita tentang Putri salju. Bukankah Bunda mengatakan kalau Bunda tidak tahu tentang cerita lain? Bunda hanya mengenal tentang cerita Putri salju." Amira menyentuh pipi Risa dengan lembut.

Risa terkesiap. Ada banyak kenangan antara Amira dan ibunya yang sama sekali tidak pernah dia ketahui. Risa tidak berani menanyakan kepada Gilang tentang apa yang selalu dilakukan oleh ibunya Amira. Dia takut Gilang akan marah.

"Bunda lupa, Sayang," sahut Risa.

"Kalau begitu bunda bisa bercerita tentang apa?" Amira tak berhenti sampai di situ. Dia terus bertanya kepada tentang cerita-cerita yang bisa Risa menceritakan kepadanya.

"Cerita kancil dan buaya Bunda bisa," sahut Risa penuh keyakinan.

"Bukankah Bunda tidak bisa bercerita tentang kancil dan buaya?" Amira menyipit. Gadis kecil itu menatap lekat-lekat iris mata Risa.

"Bunda, kenapa warna mata bunda berubah?" Amira memiringkan kepalanya demi mempertajam penglihatannya.

Risa merasakan debaran yang kencang di dadanya. Dia takut Amira curiga kalau dia bukan ibu kandungnya.

"Oh, itu sayang ... Bunda memakai softlens berwarna hitam pekat agar mata bunda terlihat lebih cantik." Risa menjawab asal.

"Padahal Amira lebih suka warna asli mata Bunda."

"Besok Bunda ganti lagi, ya." Risa berusaha meyakinkan Amira agar tidak bertanya lebih banyak.

"Bunda, ingat tidak, kita sudah menyiapkan nama untuk adek Amira nanti," ujar Amira tersenyum manis.

Risa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia benar-benar dibuat gemas oleh Amira. Bocah kecil itu selalu menayangkan sesuatu yang tidak Risa ketahui.

"Nama adik bayi? Aku bahkan tidak pernah terpikir untuk memiliki seorang bayi pada saat ini." Risa membatin.

"Ehm, bunda tidak ingat, Sayang. Sejak kejadian itu, bunda banyak melupakan beberapa hal. Tapi bunda akan berusaha mengingatnya." ujar Risa mencoba menghibur Amira. 

"Janji?" Amira mendekatkan jari kelingkingnya.

"Bunda janji." Risa menyambut jari kelingking Amira dengan jari kelingkingnya.

"Ya Tuhan, kepalaku rasanya mau pecah mendengar setiap pertanyaan yang keluar dari bibir Amira. Aku tidak bisa terus-menerus seperti ini. Aku harus bertanya kepada Kak Gilang apa yang sebenarnya terjadi pada ibunya Amira. Aku juga harus menanyakan tentang apa yang biasa dilakukan oleh ibunya Amira." Risa berkata di dalam hati. Dia benar-benar harus menanyakan segala sesuatu tentang Amira.

Risa bertekad untuk menanyakan hal itu besok karena dia tidak ingin terus-terusan dibuat pusing oleh pertanyaan Amira yang tak bisa dia jawab.

Setelah Amira tertidur, Risa masuk ke dalam kamar dan menatap Gilang yang sedang melamun di dekat jendela. Wajah lelaki itu menyimpan duka dan marah yang bisa dilihat oleh Risa.

"Kak."

"Tidurlah."

Risa hanya menghela napas panjang, lalu mengambil jaket Gilang yang terletak di atas ranjang.

"Jangan sentuh itu!" 

Risa meletakkan kembali jaket tersebut.

"Jangan sentuh barang-barangku. Aku tidak suka." Gilang mengambil jaket tersebut dan menggantungnya di balik pintu.

Sesak hati Risa mendengar perkataan Gilang. Jika barangnya saja tidak boleh disentuh, lalu bagaimana dengan hatinya?

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (16)
goodnovel comment avatar
Noundtt Iefachaj
huuuu dingin sekali hatinya pasti banyak tragedi yang menyedihkan......
goodnovel comment avatar
Dian Ibrahim
galak bingiiittzzz sih Gilang apa emg keturunan dari mama nya... sabar Risa ...
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
kasihan risa,suaminya aepwrti es,mertuanya jutek
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terpikat Pesona Suami Sedingin Salju (love me please, Hubby)   Tamat

    Risa memarkirkan mobil di halaman sekolah yang bercat merah putih tersebut. Ia memasuki ruangan yang di tuju. Acara belum di mulai. Ia memilih duduk di deretan bangku paling depan. Setelah menunggu beberapa menit, Acara pun di mulai. Kepala sekolah menyampaikan pidatonya tentang perkembangan sekolah dan meminta maaf atas nama seluruh majelis guru jika pernah menyinggung perasaan wali murid. Tibalah saatnya pengumuman siswa berprestasi dengan nilai terbaik. "Siswa tersebut adalah ..." Hening "Amira Syakila Gading Putri" Air mata Risa meluncur dengan deras membasahi pipi. Amira naik ke atas panggung, menerima piala dan berjalan menuju mikropon yang telah di sediakan. Amira menunduk sebelum berbicara. Setelah mengangkat wajahnya, Risa baru tahu kalau putrinya itu sedang menangis. "Piala ini .. Amira persembahkan untuk Bunda. Bunda yang telah menjaga dan merawat Amira dengan baik dan penuh kasih sayang. Bunda yang begitu tulus menyayangi Amira. Bunda yang begitu sabar dan tabah

  • Terpikat Pesona Suami Sedingin Salju (love me please, Hubby)   Cinta pertama dan terakhir

    Dear Diary ...Sejak awal pertama aku dilelang oleh Tante Tika, aku tidak pernah menyangka kalau hidupku akan menjadi seperti saat ini.Dinikahi laki-laki yang tidak dikenal bukanlah impianku. Namun, aku selalu berharap, untuk bisa mengabdi pada laki-laki yang telah mengikatku pada ikatan pernikahan yang suci.Sejak pertama kali Kak Gilang menggenggam erat tanganku, aku merasa terlindungi. Aku jatuh cinta padanya. Walaupun sikap Kak Gilang sangat dingin padaku, aku merasa nyaman dengan perhatian dan ketegasannya.Aku merasa terluka saat tahu Kak Gilang memilki seorang ratu di dalam hatinya. Aku berharap, dan selalu berdo'a agar Kak Gilang bisa membuka hatinya untukku dan melupakan cinta di masa lalunya.Cinta membawa keajaiban. Kak Gilang yang dahulu sangat dingin, perlahan mulai sedikit mencair dengan seringnya kami merajut kasih. Dan yang membuat aku sangat bahagia adalah ketika Kak Gilang mengatakan bahwa dia sangat mencintaiku. Dan aku adalah cinta pertama dan terakhir baginya.Na

  • Terpikat Pesona Suami Sedingin Salju (love me please, Hubby)   Kematian Gilang

    "Aku tidak ingin Kakak terus-terusan membicarakan tentang kematian. Kita pasti akan menjaga anak kita dengan bersama-sama." Risa membingkai wajah Gilang dan kembali mencium pipi suaminya itu dengan mesra.Lisa meraba dadah Gilang yang terkena bekas tembakan dan dia merasakan bahwa detak jantung Gilang yang sudah semakin melemah."Jantungku akan berhenti berdetak. Tapi, kamu harus terus maju. Jangan pernah berpikir kalau kamu seorang diri membesarkan anak-anak. Karena aku akan selalu menyelimutimu dengan cinta." Gilang menatap Risa dan mengusap air mata istrinya itu yang semakin deras mengalir."Jangan pernah sakiti dirimu dengan memori tentang kita. Karena aku akan selalu mencintaimu. Aku akan selalu ada dalam hatimu, menemanimu. Karena yang akan pergi, hanya ragaku saja. Tapi jiwaku akan selalu ada ...!""Kak ... Tolong. Berhenti bicara seperti itu!" Risa berhambur memeluk suaminya itu. Gilang mendekap tubuh Risa dengan erat. Membelai rambutnya dan mencium kening istrinya itu berkali

  • Terpikat Pesona Suami Sedingin Salju (love me please, Hubby)   Gilang kesakitan

    Risa dan Gilang sampai di Villa ketika matahari hampir terbenam. Gilang terlihat sangat lemah. Sesekali dia memegang dadanya. Setiap Risa tanya kenapa? Gilang berkata dia baik-baik saja.Mereka duduk di bangku panjang di Balkon kamar yang dulu pernah mereka tempati untuk merajut kasih. Gilang berkata ingin melihat matahari terbenam. Senyum terbit di wajah Gilang. Senyum itu sangat manis. Namun, seperti menyimpan sebuah luka."Kamu bahagia menikah denganku?" Gilang menoleh ke arah Risa sesaat. Lalu kembali menatap matahari yang semakin hilang dan meninggalkan semburat berwarna merah. "Sangat. Aku sangat bahagia. Kebahagiaanku selama hidup adalah menjadi istri Kakak," jawab Risa dengan uraian air mata."Kakak sendiri? Apa Kakak bahagia?" tanya balik Risa.Gilang menatap Risa, lalu mengecup kelopak bibir istrinya itu dengan hangat. Risa pun memejamkan mata menikmati kecupan yang diberikan oleh suaminya itu. Risa merasakan sentuhan bibir Gilang yang kali ini terasa berbeda. Entah mengapa

  • Terpikat Pesona Suami Sedingin Salju (love me please, Hubby)   Gilang selamat

    Beberapa saat kemudian, Perawat membawa Gilang menuju ruang ICU. Risa dan keluarga Gilang di larang untuk masuk. Dan mereka harus menunggu di luar.Risa semakin gelisah. Perasaan takut semakin menghantuinya. Ia ingin segera bertemu Dengan Gilang. Perempuan itu sudah sangat rindu pada suaminya dan ingin melihat kondisi suaminya itu.Sementara itu, Pak Adiguna dan Gio merasa gelisah karena pihak polisi tak kunjung datang ke rumah sakit. Padahal baik Pak Adiguna maupun pihak rumah sakit sudah menelpon pihak polisi sejak setengah jam yang lalu."Apa sebaiknya aku telepon lagi polisi itu?" Dio hendak merogoh ponselnya di dalam saku celana. Namun Pak Adiguna menahan pergerakan putranya karena khawatir pihak polisi menganggap mereka tidak mempercayakannya.Mereka semua merasa gelisah karena satu-satunya kunci untuk mengetahui apa yang terjadi dengan Gilang adalah pihak polisi.Della pun sudah datang kembali ke rumah sakit karena ketiga anak Risa sudah tertidur dengan pulas."Kak, polisinya d

  • Terpikat Pesona Suami Sedingin Salju (love me please, Hubby)   Gilang tertembak

    "Mati kau Gilang! Lebih baik kau mati dari pada menambah luka hatiku!" Allea tertawa terbahak-bahak."Allea ....!" Gilang memegangi dadanya.Risa terkejut ketika tiba-tiba Gilang meraba dadanya dan ...Darah mengalir dengan deras."Kakak ...! Ya Allah." Air mata Risa mengalir dengan deras. Dia tidak kuasa melihat Gilang yang bersimbah darah."Alea. Kamu sudah gila!" Mamanya Gilang membantu Risa menyanggah tubuh Gilang yang hampir tumbang."Kita akan mati bersama-sama, Gilang. Aku mencintaimu!"Dhuarr ...!Alea menembakkan pistol tersebut ke dadanya. Mata Alea melotot, dengan darah segar mengalir deras dari mulutnya.Alea ambruk ke lantai. Dengan pistol yang masih di tangannya. Alea merenggang nyawa."Allea ....!" Mamanya Gilang terkejut ketika melihat Allea yang benar-benar sudah tidak berkutik dan sudah mati.Risa memeluk tubuh Gilang yang bersimbah darah. Ia merasakan tubuh suaminya semakin dingin. "Gio... Cepat panggilkan ambulans!" Risa berteriak dengan lantang dan suara yang be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status