Prolog

Prolog 

Neuilly. Pukul 20:10 malam. 

Selama satu atau dua menit Sang Capo Perancis berjalan mondar-mandir di dalam ruang kerja pribadinya yang remang-remang. Ketika Horsham masuk membawa kopi dia merosot duduk dalam sebuah kursi berlengan kayu di muka perapian. 

“Belakangan ini rasa  sakitku sering kambuh lagi,” kata Sang Capo Perancis, dengan tenang sambil menuang kopi. “Sebaiknya kau berikan lagi aku tablet-tabletmu itu, Sons.” 

“Sudah kuduga.”  

“Bagus. Berikan padaku sekarang.” 

“Astaga! Obat itu ada di dalam tas dan aku lupa meninggalkannya di ruang muka. Aku akan mengambilnya.” 

“Jangan repot-repot. Horsham akan mengambilnya. Syam, tolong ambilkan tas milik Monsieur.” 

“Baik, Tuan.” 

“Sir ....” 

“Tunggu, Sons. Biarkan aku membereskan ini dulu.” 

“Apa Anda mau beralih profesi jadi pramusaji, Sir?” 

 “Saran             yang                 bagus.             Akan 

kupertimbangkan itu nanti.” 

Horsham masuk kembali membawa tas yang diminta Sang Capo. Setelah menaruh tas di atas sofa, dia pun keluar. 

“Rasanya seakan aku sedang berada di dalam genggaman iblis...!” keluh Sang Capo Perancis. “Tidak, Sons! Jangan repot-repot dengan obat sialan itu. Aku hanya mengatakannya untuk didengar oleh Syam. Pembantu selalu ingin tahu semuanya. Duduklah, aku sudah selesai dengan ini.” 

“Sons. Tidak seorang pun tahu apa yang telah kualami dalam dua puluh empat jam terakhir. Ibarat sebuah rumah yang runtuh di sekeliling si empunya. Demikian juga yang terjadi dengan diriku. Tidak pernahkah kau mencurigai— pernahkah kau pikirkan—bahwa—yah, ini semua harus diakhiri,” sambungnya. 

“Saya     sependapat dengan Anda,     Sir. Bangsat itu harus dihukum! Tetapi akibatnya haruslah diperhitungkan juga.” 

“Aku sudah memperhitungkan semuanya, Sons. Semua beres.” 

“Lalu, apa yang harus saya lakukan, Sir?” 

“Akan kukabari nanti.” 

“Baik, Sir.” 

“Sekarang, aku harus menyelesaikan dulu pekerjaanku.” 

“Tentu, Sir. Au revoir.” 

Sepuluh menit kemudian. Lonceng gereja desa berbunyi sembilan kali, dan ruang kerja pribadi itu gelap.