Home / Mafia / The Mafia's Deceptive Bride / BAB 3 - SARANG SERIGALA

Share

BAB 3 - SARANG SERIGALA

Author: Shiva Jodi
last update Last Updated: 2025-12-20 10:25:08

Lift berdenting halus, pintu baja bergeser menyuguhkan sebuah ruangan penthouse mewah. Dinding kaca raksasa membentang di tiga sisi, memperlihatkan kerlap-kerlip lampu Jakarta dari ketinggian, membuat kota itu tampak seperti lautan bintang. Suasana di dalam ruangan kontras sekali dengan apa yang baru saja mereka alami di jalan tol tadi.

Atlas melepas jasnya yang berbau samar gunpowder dan sedikit asap cerutu, lalu menggantungnya di rak. Gerakannya teratur dan tenang.

"Duduklah," perintahnya tanpa menoleh, suaranya sedikit serak. Ia berjalan menuju bar mini yang terisi penuh dengan botol-botol kristal berkilauan. "Kamu mau minum apa?"

Alana berusaha membuat nyaman dirinya dengan berkeliling ruangan. "Apa saja." Dia tampak tak peduli dengan tawaran minum tersebut.

Atlas menuangkan whiskey amber ke dalam dua gelas kristal yang berat, gerakan tangannya luwes dan efisien. "Kamu berhasil mengecoh mereka. Mereka pasti sedang mencarimu di tempat-tempat gelap dan kumuh."

Dia menyodorkan satu gelas pada Alana. "Minumlah. Kau butuh sesuatu untuk menenangkan diri."

Alana menatap gelas itu, lalu mengambilnya dari tangan Atlas, tatapannya beralih dari kristal bening ke wajah Atlas yang kini kembali gelap dan sulit dibaca. "Aku tidak biasanya minum dengan orang asing." Dia membiarkan gelas melayang di tangannya.

Atlas tak mempedulikan sikap defensif Alana, dia duduk dengan satu kaki di topang, tangan kiri melebar dan tangan kanan menggenggam gelas whisky.

"Aku baru saja menyelamatkan nyawamu dari dua mobil pembunuh bayaran yang menembakimu, Nona Nareswari," kata Atlas, senyum tipis terukir di bibirnya. "Kurasa status 'orang asing' itu sudah tidak berlaku lagi. Kita adalah rekan dalam pelarian sekarang." Atlas menenggak minumannya sekali teguk. Lalu matanya kembali menatap lekat Alana. "Kita perlu bicara soal 'Buku Besar' itu. Dan apa artinya bagi kita berdua."

Alana masih berdiri, enggan duduk di sofa mewah yang mungkin bisa 'meledak'. Dia meletakkan gelas itu di meja dengan keras, membuat suara dentingan yang bergema di ruangan luas itu. "Kau seperti tahu segalanya. Bagaimana kau bisa tahu soal Buku Besar ayahku? Buku tersebut adalah rahasia tingkat tinggi, hanya segelintir orang yang tahu keberadaannya."

Atlas tertawa kecil. Suara tertawanya terdengar kering dan sinis, seperti mengejek Alana. Lalu dia melangkah perlahan mendekati Alana yang masih berdiri, memojokkannya perlahan ke arah dinding kaca yang dingin, membatasi ruang geraknya. Bukan gesture yang intim, melainkan sebuah intimidasi. Dia berdiri begitu dekat sehingga Alana bisa merasakan panas tubuhnya dan mencium aroma lembut cologne yang maskulin.

"Di dunia kami, Alana," bisiknya, tangannya terangkat dan menumpu di dinding kaca, tepat di samping kepala Alana, mengurungnya dalam ruang yang semakin sempit, "tidak ada rahasia. Hanya informasi yang belum terjual. Ayahmu, Tuan Danu, adalah pencuci uang legendaris untuk Konsorsium Varma. Dia mengelola aliran dana haram mereka selama bertahun-tahun. Dan dia sudah mencuri daftar dosa mereka untuk jaminan hidupnya."

Jantung Alana berdegup kencang. Bukan karena rasa takut yang mencekik, tapi karena kedekatan fisik pria ini. Aura dominan dan maskulinnya begitu kuat. "Ayahku orang baik..." bisiknya, mencoba mempertahankan kepercayaan terakhirnya.

"Ayahmu adalah pemain di kolam hiu yang paling berbahaya, Alana," potong Atlas dingin, matanya menatap Alana dalam-dalam. "Dan sekarang hiu-hiu itu lapar. Varma tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan buku itu kembali, atau sampai seluruh keturunan Danu mati." Ia sedikit menundukkan kepalanya, wajahnya kini hanya berjarak beberapa inci dari wajah Alana. "Dan kalau kau pikir aku adalah salah satu dari mereka, kau salah besar."

"Kenapa aku harus percaya padamu? Kau sendiri?" tantang Alana, mendongak menatap mata kelam Atlas, mencoba membaca siasatnya di balik tatapan intimidatifnya. "Kau hiu jenis apa?"

Atlas menyeringai, senyum yang mengancam. "Aku bukan hiu. Aku adalah nelayan yang ingin membakar seluruh lautan itu. Aku di sini bukan untuk memakan ikan, tapi untuk memusnahkan para pengebom kapal dan pencemar."

Dia tiba-tiba bergerak menjauh, membiarkan Alana kembali bernapas lega, merasakan dinginnya dinding kaca di punggungnya.

"Malam ini kita aman di sini," kata Atlas, kembali ke mode bisnis yang dingin. "Tapi besok, kita harus mengambil paket yang ditinggalkan ayahmu. Sesuatu yang lebih penting dari sekadar buku catatan."

"Kita tidak bisa ke Menteng. Kau sendiri yang bilang rumah itu dikepung," sahut Alana, kembali memikirkan instruksi ayahnya.

"Memang. Tapi ayahmu cerdik. Dia tidak mungkin menaruh barang sepenting itu di rumah utama yang paling mudah diawasi. Dia akan menyembunyikannya di tempat yang paling tidak terduga." Atlas mengeluarkan tablet tipis dari laci meja, jari-jarinya menari cepat di atas layar sentuh, mengakses aplikasi yang tampaknya sangat rahasia dan rumit. "Aku sudah meretas CCTV lalu lintas di sekitar Menteng. Polisi—yang sebenarnya adalah anjing peliharaan Varma, seperti yang kau lihat di sini—sudah menyisir area itu dengan sangat teliti."

Mata Alana membelalak melihat pemandangan tangkapan kamera CCTV di sekitar rumahnya. Lalu dia merenung."Ruko tekstil..." gumamnya, sebuah teori melintas di benaknya.

Atlas berhenti mengetik, menatap Alana dengan alis terangkat. "Apa?"

"Aku teringat saat dulu... saat aku masih kecil. Ada sebuah ruko yang terkadang kami kunjungi. Itu sudah seperti rumah kedua kami."

Atlas tersenyum, kali ini senyum yang tulus dan berbahaya, menunjukkan seringai yang membuat Alana merasa sedikit geli sekaligus takut. "Bingo. Tempat yang sempurna untuk menyembunyikan bangkai. Atau barang berharga."

"Tapi kuncinya..." Alana berusaha mengingat-ingat. "Kuncinya ada di..."

"Di pot tanaman depan ruko?" tebak Atlas, seolah ia mengetahui segalanya.

"Bagaimana kau—"

"Itu trik lama spymaster era 80-an. Ayahmu sangat old school," ejek Atlas.

Dia masuk ke lemari dindingnya yang besar, lalu menutupnya kembali sambil melempar sebuah kemeja putih bersih ke arah Alana. Kemeja itu terasa lembut di tangan Alana.

"Mandilah. Kau bau keringat. Kau tidur di kamar sebelah kiri. Kunci pintunya kalau itu membuatmu merasa aman, meskipun aku punya kunci cadangan untuk setiap pintu di sini."

Alana menangkap kemeja itu, lalu menatap Atlas sejenak. "Dan kau?"

"Aku akan tidur di sofa. Sambil mengawasi ruangan ini dan CCTV gedung. Aku harus memastikan tidak ada tamu tak diundang yang datang." Atlas duduk kembali di kursi, memunggungi Alana, wajahnya kini kembali tertutup oleh bayangan. "Jangan bermimpi indah, Alana. Besok kita akan masuk ke neraka."

Alana menatap punggung lebar pria itu sejenak. Ada rasa aman menyusupi dirinya, meskipun kenyataannya Atlas begitu kasar dan dingin. "Terima kasih, Atlas," ucapnya pelan, tulus.

"Simpan rasa terima kasihmu," jawab Atlas tanpa menoleh. "Kau akan membayarku dengan isi Buku Besar itu. Dan mungkin sedikit lebih banyak."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
aleeaale66
wkwkwk udah saling kagum ajaa wkwk. tapi aku suka sama atlas ini, bicaranya sarkas banget dah...
goodnovel comment avatar
Inne va
akh keren juga mereka berdua, cara nebaknya itu loh
goodnovel comment avatar
Rei
ada apa sebenernya sama buku besar ituuu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • The Mafia's Deceptive Bride   Bab 25 - Obsesi yang Menghangatkan

    “Atlas, kita dijebak, cepat! Bawa aku lari, sekarang!” seru Alana.Lampu-lampu marmer yang menyinari lorong Ruang Mediasi Varma mati total, seolah ada tangan yang secara kejam menarik sumbunya. Kegelapan mutlak turun dalam waktu sepersekian detik, diselingi oleh bunyi senapan otomatis yang ditarik dari jarak tiga meter.Alana tidak membuang waktu. Dalam gelap, Matriark Varma berseru: “Maya, bawa pergi dokumennya! Nomar, keluar!”Kekacauan itu adalah lapisan kegembiraan murni yang kejam di tengah kepanikan. Adrenalin, selalu datang disajikan di piring paling brutal.Atlas tidak bicara. Ia bergerak. Tangan kanannya, meskipun perih karena luka yang belum sepenuhnya pulih, mencengkeram lengan atas Alana dengan cengkeraman baja. Dia menarik Alana melalui pintu samping tersembunyi, jalur evakuasi Matriark Varma yang telah ia pelajari sebelum malam itu.Tembakan menyalak di belakang mereka. Itu adalah peringatan dari Faksi Agra, tetapi jaraknya

  • The Mafia's Deceptive Bride   Bab 24 - Pertunjukan Opera Varma

    "Keluar dari mobil, sekarang! Tuan Varma. Kami tahu apa yang baru saja kalian curi di Bogor!" teriak salah satu komandan keamanan Agra, mengacungkan senjata besarnya ke arah kaca mobil mereka, siap menembak tanpa perintah.Alana tidak bergeming. Keindahan gaun sutra ungu yang mahal, hadiah Atlas, tiba-tiba terasa seperti baju zirah yang menekan udara keluar dari dadanya. Udara dingin di luar mobil diserap sepenuhnya, membawa serta bau klorofom yang halus dari pengawal Agra, bau bahaya yang sudah dikenalnya sejak lama.“Tahan tembakan, Kapten Arlan,” suara Atlas keluar dari interior mobil. Itu adalah perintah tenang yang diperkuat melalui sistem transmisi Nomad. Dia tidak mematikan mesin. “Kau tahu protokol, bukan? Agra Varma tidak diizinkan membuat kekacauan domestik di perjamuan Matriark. Itu akan memprovokasi Dewan.”“Kami memiliki instruksi berbeda, Tuan Atlas! Anda meretas aset krusial di Gudang Nareswari! Serahkan chip curian itu!” tuntut komandan Agr

  • The Mafia's Deceptive Bride   BAB 23 - KEMBALI KE SARANG

    "Tuan Varma, Nyonya Nareswari," sapa wanita itu, suaranya seperti bilah es. "Anda harus segera datang. Anda telah diminta untuk presentasi di Dewan Kuno.""Sudah kuduga," Atlas menggerutu. Dia mendapati kejutan lagi. Waktunya semakin menipis. Pilihan mereka sekarang: kembali ke sarang musuh untuk sebuah presentasi yang mematikan.Wanita Matriark itu tersenyum singkat, sebuah sentuhan menyeramkan yang menegaskan kedekatan bahaya. "Agenda pertama Dewan adalah menyelidiki mengapa aset berharga di Bogor dirampas dan kemudian dilacak, Nyonya Nareswari. File rahasia Ayah Anda telah digunakan untuk menyerang Matriark. Pertunjukan kecil Anda dengan Julian tidak dapat menipu Matriark lama.""Mereka mencuri apa?" tanya Alana, semua adrenalin Priok menguap seketika. Misi mereka, menyabotase Priok, memang berhasil. Tapi kerugian kecil kini telah berubah menjadi kerugian total. Agra baru saja mengaktifkan serangan baliknya, dan Agra berhasil masuk ke arsip rahasia Danu

  • The Mafia's Deceptive Bride   BAB 22 - Sang Arsitek

    Alana menjulurkan tangan, siap untuk menarik pistol di ikat pinggangnya, melawan dengan kejam.Ia menyadari itu. Julian sengaja menunggu mereka kabur, hanya untuk memergokinya di detik-detik paling kritis. Jika Alana menarik pelatuk sekarang, itu adalah keributan. Keheningan Dermaga Angke adalah penyamaran mereka yang paling vital.Ia mengambil napas dingin dari udara malam yang berminyak, menutup mata selama satu setengah detik, insting fisiknya menang atas protokol seniman. Ia meninggalkan pistol itu.Gerakan itu secepat pemangsa. Tubuhnya bergerak rendah, mempraktikkan pelajaran dari sesi Malam Kedua, Silent Tread, yang Atlas sebut "Seni Membungkam Musuh." Alana melompat ke belakang ceruk pipa saluran air yang besar. Kedua pengawal Julian terlalu fokus pada titik keluar, yakin Alana masih terjebak di jalur sempit.Pengawal satu: berdiri tegak, memegang senapan dengan profesionalisme militan yang tidak sesuai dengan lingkungan Varma. Pengawal du

  • The Mafia's Deceptive Bride   BAB 21 - UJIAN KEPERCAYAAN

    Alana mengabaikan bau antiseptic dari lukisan Atlas dan bau lembap dari lingkungan Sanitarium Dharma Asih. Insting pertamanya setelah mengambil jarum suntik tipis berisi zat neuro-sinapsis itu adalah untuk berlari, meninggalkan Nomar Baru yang rapuh dan suaminya yang masih pincang di belakangnya. Dia tahu Atlas tidak menganggap ini misi penyelamatan, tetapi misi pembersihan dan akuisisi aset. Risa hanyalah sebuah umpan untuk melumpuhkan Julian Varma sepenuhnya. “Aku sudah mengamankan kanal komunikasi dari koneksi Nomad di Utara,” bisik Alana ke mikrofon di jam tangan satelit, suaranya teredam oleh desah angin kencang Jakarta Utara yang lembap. Udara di luar dingin, basah, dan bau garam bercampur minyak diesel dari dermaga memanjat dinding penyaringan suara. “Julian menggunakan jaringan lama Varma, yang paling mudah dilacak. Target kita, Nona, berada di dalam Gudang Logistik Tua di Dermaga Angke Timur. Hanya enam puluh menit tersisa sebelum dia mulai menyiksa aset

  • The Mafia's Deceptive Bride   BAB 20 - PELAJARAN MALAM

    “PERINGATAN! Pintu bangsal sudah dibuka dengan kartu bypass. Kunci kode Nomar Alpha,.status gagal! Revisi Prosedur…”Deru pintu hidrolik yang bergeser masuk seiring bunyi peringatan otomatis terdengar mematikan, diikuti oleh tap-tap elegan langkah kaki yang sangat teratur. Matriark Varma. Wajahnya yang keriput tapi kejam, bersiap menuntut nyawa atau Buku Besar. Atlas mengeluarkan sumpah serapah dalam bahasa Jawa Kuno, mencoba untuk bergeser di ranjangnya, tetapi gerakannya hanya berakhir dengan erangan tajam. Luka jahitan amartirnya terbuka sedikit, mengirimkan rasa panas menusuk.“Sialan!” Alana melompat. Insting pertama: membela diri. Dia mencengkeram Buku Besar, pusat operasi mereka, dengan tangan kirinya, dan menarik pistol kecil yang disembunyikan Bi Inah dari ikat pinggang daruratnya dengan tangan kanan.“Jangan gunakan senjata! Itu jebakan!” bentak Atlas, nadanya tiba-tiba tegang. “Dia menginginkan pembenaran untuk kekerasan. Dia tidak dat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status