Nasa kanya na ang lahat—pamilya, pera, kagandahan at kasikatan ngunit hindi pa rin masaya si Petunia. Ang kaisa-isang lalaki kasi na minahal niya ay piniling magpakasal sa iba, dahil likas na may mabuting puso nagparaya si Petunia. Ngunit paano kung dumating muli sa kanya ang pag-ibig? Handa pa rin ba siyang magparaya para sa iba gayong nagbunga ang isang gabing kapusukan nila ni Wregan Leath, ang matalik na kaibigan ng first love niya?
view more“Panties? Punya siapa?”
Istri mana yang tidak terkejut melihat pakaian dalam wanita entah milik siapa, tergeletak begitu menjijikkan di lantai kamarnya.
“Damian?” Nama suaminya lah yang terlintas di kepala. Siapa lagi yang tidur di kamar ini selain mereka berdua.
Karissa Asterin adalah dokter muda yang sibuk dengan jadwal praktek di rumah sakit semalaman. Pagi ini dia pulang berharap bisa segera membersikan diri dan menyiapkan sarapan untuk Damian, sebelum suaminya itu berangkat bekerja. Namun, dia sudah dibuat syok begitu membuka pintu kamar.
Bukan hanya pakaian dalam wanita berenda warna merah. Karissa juga bisa melihat jelas keadaan ranjangnya yang berantakan, selimut tergulung sembarangan, bantal jatuh ke lantai, terlebih di atas bantal putih itu ada bekas lipstik yang menempel. Lipstik itu jelas bukan miliknya. Warnanya terlalu terang. Karissa tidak pernah memakai warna seperti ini, bahkan di acara-acara formal sekalipun.
“D-Dia tidur dengan wanita lain?”
Mata Karissa mengerjap cepat saat jejak basah di kelopaknya mulai menggenang. Mulutnya pun terbuka demi meraih oksigen sebaik mungkin sebab rasa sesak mulai menyerang dadanya.
Selama tiga tahun pernikahan, hubungan mereka memang tidak baik, tapi Karissa tidak pernah berpikir Damian tega mengkhianatinya begini.
Meski dengan kaki yang lemah dan gemetaran, Karissa memilih untuk buru-buru mandi kemudian menuju dapur. Di sana sudah ada dua pelayan yang memasak.
“Nyonya, kami baru mengolah menu penutup,” ucap Martha, kepala pelayan di mansion ini yang membungkuk hormat. Dia paham kalau Tuan-nya hanya mau menu utama dimasak oleh Karisaa.
Karissa hanya menarik nafasnya dalam tanpa menjawab. Rasanya pagi ini dia sedang tidak ada tenaga untuk basa-basi. Usai memasak menu utama, sambil membiarkan pelayan lain membereskan meja makan. Karissa memanggil Martha.
“Martha, semalam siapa yang menginap?” tanyanya sembari menyeduh teh ramuan. Karissa selalu bicara lembut, selembut wajah dan perilakunya.
Martha, pelayan setia itu sejenak menatap wajah cantik majikannya yang pucat, tak sesegar biasanya. Rona ceria yang selalu tampil saat Damian ada di rumah juga hilang entah kemana.
Tak ada jawaban, Karissa pun menaikkan pandangannya. “Martha?”
Wanita paruh baya itu tersentak dari lamunannya. “Ah, emh ... Emma semalam ikut begadang di ruang baca bersama Tuan Damian.”
Emma adalah asisten pribadi Damian yang sudah bekerja hampir 3 tahun, tak lama setelah Karissa menikah dengan pria itu.
“Dia sudah pulang?” tanya Karissa menyembunyikan segala pikiran buruk dengan mengaduk isi cangkir. Padahal tangannya sendiri sudah mulai gemetaran mendengar nama Emma yang disebut oleh Martha.
“Ya, Emma pulang pukul lima tadi, Nyonya.”
“Lalu Damian?”
“Tuan ada di ruang baca.”
Saat begitu, langkah berat terdengar dari kejauhan. Berdasarkan ketukannya Karissa sudah bisa menerka kalau yang datang adalah Damian. Benar saja, aroma parfum Sandalwood yang maskulin mulai mendominasi udara begitu pria yang sudah rapi memakai jas lengkap itu masuk.
Dua pelayan termasuk Martha langsung membungkuk hormat pada pria yang baru saja duduk penuh kuasa di kursi paling ujung.
“Pagi, Tuan. Masakan Nyonya Karissa sudah tersaji. Selamat makan. Kami permisi.”
Damian hanya menjawab dengan tatapan singkat, itu sudah cukup membuat mereka pergi. Sementara di dapur, Karissa menarik nafas panjang untuk menetralkan kekacauan di hati dan pikiran. Dibawanya secangkir teh ramuan ke meja makan.
Damian Morgan, dia adalah wujud karya seni Tuhan yang paling sempurna. Bertubuh tinggi, kekar dan tegap. Wajahnya pun simetris, kuat, dan penuh wibawa. Hanya saja, auranya terlalu dingin membuat siapapun yang berada disekitarnya merasa terintimidasi jika ditatapnya.
Seperti saat ini, Karissa merasakan ada tatapan dingin yang menusuknya ketika dia menyiapkan isi piring sang suami tanpa menyapa bahkan tanpa senyuman.
Ya, Damian memperhatikan perubahan itu dan merasa aneh.
Setelah piring Damian terisi, giliran Karissa duduk lalu mengurus isi piringnya sembari bertanya, “Kamar kita kenapa berantakan?”
Damian lebih dulu menyesap teh ramuan khas buatan Karissa. “Karena untuk tidur,” jawabnya datar.
“Sendirian?” tanya Karissa lagi menatap cemas dengan jawaban jujur sang suami.
Namun, yang ada justru sorot tajam Damian sebagai jawabannya. Hal itu tentu membuat Karissa meneguk salivanya susah payah.
“Aku hanya bertanya, karena tidak biasanya kamar nampak begitu berantakan. Kecuali ....”
“Masih pagi, kamu ingin memainkan drama apa?”
Karissa ingin langsung menjawab, hanya saja tenggorokannya tercekat. Sungguh dia sebenarnya takut dengan reaksi Damian kalau pembahasan ini berlanjut. Pria itu bisa saja mencekik atau menarik dan mengurungnya di kamar kalau sampai mengusik ketenangannya. Sayangnya, Karissa tak bisa lagi menahan diri.
“A-Aku melihat kekacauan yang tak biasanya. Panties, lipstik dan aroma parfum wanita lain di kamar. Semalam kamu baru melakukan apa?”
Damian meletakkan gelas dengan kasar hingga terdengar bunyi dentingan yang membuat Karissa memejamkan matanya sejenak, ditarik nafas itu lalu kembali menatap wajah pria yang mulai nampak emosi. Namun, Karissa tak peduli kali ini.
“Damian, kamu melakukannya dengan siapa?"
"Katakan." Suara Damian makin dingin, penuh penekanan. "Apa sebenarnya yang ingin kamu tuduhkan, huh? Bukankah seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu tidak pulang semalam?”
Damian tau Karissa ada jadwal praktek. Namun, biasanya sang istri meluangkan waktu untuk menyambut kedatangannya. Jarang-jarang Damian ada di rumah, pria itu mengurus bisnisnya di dalam dan luar negeri. Karenanya, selama Damian pulang ke mansion, Karissa selalu melayani dengan maksimal. Dia akan selalu melakukan yang terbaik meski Damian hanya bisa bersikap dingin padanya.
Sedangkan semalam, dia tidak menemukan Karissa di mansion.
“Tapi bukan berarti kamu bebas bercinta dengan wanita lain di ranjang kita, Damian!” Karissa mulai menaikkan intonasi bicara bersamaan dengan rasa panas di dada yang makin menggeliat.
Terlebih melihat Damian sama sekali tidak menjawab dengan benar satu pun pertanyaannya.
“Damian? Kamu diam karena tak bisa menjawabnya, hm?”
“Kamu benar-benar menguji kesabaranku, Karissa?” ucap Damian menurunkan nada, tapi tidak dengan tatapannya. Sorot itu penuh rencana keji kalau saja pembahasan ini masih dilanjutkan.
“Jadi kamu menganggap aku yang mengujimu? Bukankah di sini aku yang sudah terlalu bersabar?” Mata Karissa makin memerah dan basah. Akibat rasa takut dan sakit di dada saat teringat semua sikap buruk Damian.
Mood Damian sedang buruk hari ini, tapi Karissa makin memperkeruh suasana hatinya. Hal itu sukses membuat rahang pria itu mengetat dan tangannya mengepal mendengar semua ocehan istrinya.
“Sekarang katakan, kamu dengan dia memang sering melakukan – hkkkk!” Suara Karissa tercekat ketika Damian berdiri dan langsung mencengkeram rahangnya.
Pria itu membungkuk tepat di atasnya membuat Karissa mulai ketakutan dan kesulitan bernapas.
“Aku tidak suka semua tuduhanmu, Karissa!” desisnya.
Mata Karissa makin memerah dan buram karena buliran kristal bening yang menetes makin deras. Tidak, itu bukan senjata ampuh untuk membuat Damian memberikan belas kasih. Pria itu masih mencengkeram rahang Karissa dengan tatapan tajamnya.
Sampai satu kalimat kembali terucap dari mulut Karissa. “D-Damian, aku hamil.”
Beberapa detik, jantung Karissa berdebar kencang saat iris mata hitam pekat sang suami tak bisa diartikan. Wajah Damian tetap dingin, tak menunjukkan sedikit pun kegembiraan atau keterkejutan yang Karissa harapkan.
Sampai pria itu melepas kasar cengkeramannya hingga wajah Karissa terlempar ke samping.
“Berapa lama?” tanyanya penuh intimidasi dengan posisi masih sedikit membungkuk dan tangan satunya mengepal di atas meja.
“H-Hampir dua bulan. Aku baru yakin setelah memeriksakan diri kemarin.” Karissa mendongak.
“Berapa lama kamu berhenti meminum pil penunda kehamilan?” Damian memperjelas pertanyaannya dengan tatapan seperti belati yang menusuk. Tentu dia menyalahkan Karissa karena bisa sampai hamil begini.
Mulut Karissa terbuka, tapi dia bingung untuk menjawab. Selama tiga tahun menikah, Damian memang terus memintanya rutin meminum pil itu dengan alasan mereka sama-sama sibuk dan tidak mau memiliki anak lebih dulu.
“O-Opa Hector terus menanyakan cucu, jadi –“
"Gugurkan," sela Damian tanpa ragu, seraya menegakkan posisi berdirinya.
“A-Apa?” tanya Karissa pelan, mungkin dia salah dengar.
Sorot dingin Damian kini bercampur dengan tatapan merendahkan. "Aku tidak menginginkan anak. Buang saja janin itu."
Hati Karissa mencelos. Selama ini, ia tahu suaminya tak pernah bersikap baik padanya, namun ia tak pernah membayangkan bahwa Damian bisa sekejam ini terhadap darah dagingnya sendiri.
“Apa kamu gila, Damian?” Gigi Karissa sampai menggertak penuh emosi dan rasa sakit.
Tak ada jawaban, pria itu justru mengangkat tangan kirinya guna melihat jam tangan high-tech quart yang melingkar begitu elegan di sana.
“Lima jam lagi kamu ada jadwal praktek.” Damian kembali menjatuhkan pandang pada Karissa.
“Jadi kamu bisa langsung ke ruang obsgyn dan meminta tindakan aborsi,” lanjutnya.
Mata Karissa membelalak sempurna. "Aku tidak akan menggugurkan bayiku. Ini anak kita, Damian!" teriaknya, tapi Damian masih nampak tak acuh. Pria itu justru mulai melangkah pergi.
“Damian mau ke mana? Kita belum selesai bicara!”
Langkah tegas itu terhenti sejenak. Dia hanya menoleh tipis.
“Aku akan pergi selama tujuh hari. Setelah aku kembali, aku harap sudah tidak ada lagi nyawa di perutmu,” ucap Damian datar lalu melanjutkan langkahnya pergi.
“Kamu meminta istrimu menggugurkan kandungan, sedangkan kamu akan pergi bersenang-senang dengan selingkuhanmu? Kamu tidak waras, Damian!” teriak Karissa berdiri cepat dengan tangan mengepal sayangnya Damian tidak lagi menghiraukan.
Dia tau apa yang terucap di mulut Damian adalah mutlak, tapi perintah ini terlalu menyakitkan.
“Anong resulta?” tanong agad ni Wregan nang makalabas ako mula sa bathroom ng aming ginagait na silid. Nilakihan ko ang bukas ng pinto upang ipakita sa kanya ang sink kung saan nakahilera ang limang pregnancy test. Kabadong pumasok si Wregan at lumapit sa sink, ako ay nanatiling nakatayo sa may pinto, nakahawak sa door frame."I'm not pregnant," basag ko bigla sa katahimikang namayani sa pagitan naming dalawa. Hindi na kasi nagsalita si Wregan matapos isa-isang tignan ang mga PT, nakatutok lang ang tingin niya sa mga nakalatag na pregnancy test. “It’s a good thing that I am not pregnant, right?”"I won't deny it, I hope you are pregnant. But it's alright, we have plenty of time for the second baby." Isa-isa niyang pinulot ang mga Pt at itinapon iyon sa malapit na trash bin."Wash your hands please," paalala ko sa kanya na agad namang ginawa ni Wregan bago lumapit sa akin. "Bakit ba gustong-gusto mo ng second baby?" tanong kong yumakap sa baywang niya. Gumanti naman ng yakap si Wregan
Tanghali akong nagising kinabukasan, wala na sa tabi ko ang mag-ama kaya bumaba agad ako ng kusina para hanapin sila. Sa kusina, isang middle-aged woman ang aking naabutan, nagkagulatan pa kami nang aksidenteng magkasalubong; ako papasok ng kusina, siya na palabas at may dalang tray ng breakfast.“Maayong buntag, Ma’am. Gising na pala kayo. Ako si Tesa, ang katiwala ni Madam Hyacinth sa beach house na ito. Saan niyo po gustong kumain ng agahan?"“M-magandang umaga, Manang.” Nahihiya kong tugon. Ang bilis niyang magsalita, mabuti na lang at Tagalog ang kanyang lenggwaheng ginagamit, kung hindi ay hindi ko talaga siya maintindihan. Bumaba ang tingin ko sa dala niyang pagkain. “Sa akin po ba ang mga iyan?”“Oo, ma’am. Ang sabi kasi ng asawa niyo’y maghatid ako sa inyo ng pagkain sa kwarto."“A-asawa?”“Oo, nasa dagat sila ng anak ninyo.” Napalingon ako sa glass wall kung saan makikita ang malawak na dagat, ngunit puro sanga at dahon ng malalaking kahoy ang aking nakita roon. “Hindi mo
Sa isang shipyard sa Navotas kami dumaong, ang sabi ni Gregory ay kaibigan niya ang may-ari ng nasabing shipyard. Mahigit apat na oras rin ang byahe namin sa dagat dahil medyo maalon. Thankfully, walang naging aberya at safe kaming nakadaong ng Maynila.May sasakyan nang nakaabang sa amin nang makababa kami ng yate ni Gregory. Ang buong akala ko pa ay kami lang ni Wregan ang sasakay, ngunit sumama sa amin si Gregory para ihatid raw kami sa airport. Naguguluhan man ako sa nangyayari, pinili kong manahimik at kimkimin ang mga bagay na gusto kong itanong sa dalawang lalaki na aking kasama."We are here," imporma ni Gregory nang huminto ang aming sinasakyan. “Here are the plane tickets for General Santos City. Someone will be waiting for you at the airport to escort you to your next destination.”"General Santos?" Worried na nilingon ko si Wregan. "Bakit kailangan nating pumunta ng General Santos? Anong nangyayari?""Magbabakasyon lang tayong tatlo.""Pero bakit naman ang layo?" Hindi ko
Tumikhim si Venom kaya napahiwalay ako ng yakap kay Wregan. Nginuso niya ang direksyon kung saan nakatayo si daddy. Gumaan ang loob ko at napanatag nang makita ang maamo na niyang mukha, pinanunood niya kami ni Wregan.“Since the misunderstanding has resolved. You’ll let them leave, right?” pagkausap ni Hyacinth kay daddy, tumango naman ito. Hinawakan ni Venom ang mga balikat ko at itinulak ako layo sa harap ng plaform. Naguguluhan na nilingon ko si Wregan, tumango lang siya sa akin, sinasabing sumakay nalang ako sa gimik ng kapatid ko. Sumunod naman agad sila ni Helian sa amin kaya nagpatuloy na lang ako sa paglalakad palayo kay daddy.“What will happen to him?” tanong ko kay Hyacinth nang makarating kami sa harap nila ni Enver. Worried na nagbaba ako ng tingin sa kanya na nakangiwi pa rin sa kirot ng tinamong tama.“May sasakyan na nag-aabang sa inyo sa labasan, naroon si Areum naghihintay sa inyo, kasama niya si Wred. Ihahatid kayo ng driver sa Subic Bay Yacht Club, naghihintay doo
“Stop this nonsense, Hyaci—”*bang!*Lahat kami ay labis na nagulat. Ang ilan ay napatili nang barilin ni Hyacinth si Enver sa hita, napa-igik ang lalaki at napaluhod sa isang paa. Nagulantang ako nang maging visible sa suot nitong white pants ang pulang stain ng dugo.“Should I shoot this nonsense' head then?” poker face na tugon ni Hyacinth kay daddy, itinutok nito ang baril sa ulo ni Enver at hinila sa buhok ang lalaki na nakangiwi dahil kirot ng tinamong tama.“F*ck! She really shot him!” angil ni Venom. Tinulungan niyang tumayo si Wregan Leath, habang si Helian naman ay inalalayan rin akong tumayo, muntik pa akong matumba dahil sa nanghihinangtuhod. Hindi ko alam kung paano nakarating ang dalawang ito sa tabi namin ni Wregan.Hinarap ko si Venom. “Akala ko ba walang masasaktan?”“Akala ko rin!” Nawindang na tugon niya, hindi inasahan ang nangyari.“Sa tingin niyo ba nagbibiro ako?” Bumalik ang atensyon namin ni Venom sa aming nakatatandang kapatid. "I want you to let them leave i
Umawang ang labi ko sa labis na pagkagulat sa aking nakikita. Hinaharana ni Wregan Leath ang aking ama. No, he is not serenading my father. It's more like he is sarcastically singing him a song and declaring war! What is wrong with this man? Nababaliw na ba siya? Hindi pa ba siya nakontento sa ginawang pambubugbog sa kanya at gusto na naman niyang ipahamak ang sarili niya?“You say I'll never get your blessing till the day I die~”Stressed akong hinilot ang aking sintido. Yes, he is clearly declaring war against my father. Ugh! Bakit ko ba nakalimutan na sira ulo ang lalaking ito? Napalingon ako sa aking mga kasama. Isa pang sira ulo ang nasa tabi, Venom is cheerfully cheering for Wregan leath, biglang naging fanboy ang baliw kong kapatid. May pa-banner pa ito’t iwinawagayway habang sumasabay sa pagkanta ni Wregan Leath.“I hate to do this, you leave no choice, can't live without her~”Napaka-ingay ng buong venue. Hindi na lang si Venom ang nagchi-cheer kay Wregan, kahit ang relative
Maligayang pagdating sa aming mundo ng katha - Goodnovel. Kung gusto mo ang nobelang ito o ikaw ay isang idealista,nais tuklasin ang isang perpektong mundo, at gusto mo ring maging isang manunulat ng nobela online upang kumita, maaari kang sumali sa aming pamilya upang magbasa o lumikha ng iba't ibang uri ng mga libro, tulad ng romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel at iba pa. Kung ikaw ay isang mambabasa, ang mga magandang nobela ay maaaring mapili dito. Kung ikaw ay isang may-akda, maaari kang makakuha ng higit na inspirasyon mula sa iba para makalikha ng mas makikinang na mga gawa, at higit pa, ang iyong mga gawa sa aming platform ay mas maraming pansin at makakakuha ng higit na paghanga mula sa mga mambabasa.
Mga Comments