"Kauuuu!" seru Rayhan dengan suara penuh emosi dan bercampur amarah yang kembali meluap. Kakinya kembali menendang tubuh yang sudah tidak lagi bergerak. Yuda buru-buru menarik tubuh Rayhan dari sana. Jangan sampai atasannya itu kalap dan berubah menjadi pembunuh.
"Bos, cukup. Sekarang lihatlah Nona," ujar Yuda menyadarkan Rayhan. Mendengar perkataan Yuda, Rayhan segera menghampiri Siti yang kini tubuhnya sudah ditutupi dengan jas milik Yuda. Rayhan mengganti jas Yuda dengan jas miliknya yang tentu saja ukurannya lebih besar sehingga lebih bisa menutupi semua bagian tubuh Siti yang sempat terekpos. Siti memejamkan matanya, merasa malu karena kondisinya yang begitu mengenaskan. Ia tidak berani menatap Rayhan. Tangisan lirihnya membuat Rayhan merasa tersayat hatinya. Berulang kali ia memaki-maki pria itu. Ingin rasanya ia kembali menghajar pria itu hingga tidak lagi bernyawa.
Tanpa pikir panjang Rayhan menggendong Siti, membawa gadis itu menuju mobilnya. Yuda justru sed
Rayhan segera menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Apa yang ia dengar dari mamanya tentang Sizuka baru saja, membuatnya merasa cemas. Trauma. Tampaknya gadis itu trauma untuk disentuh oleh orang lain. Tidak sampai dua puluh menit, mobilnya sudah masuk kembali terparkir dalam garasi luas rumah orang tuanya. Ia keluar dengan langkah lebar dan cepat, seakan berburu dengan waktu, hanya demi bisa melihat dan mengetahui keadaan Siti sesegera mungkin. Langkahnya kian mendekati kamarnya, ketika terdengar lagi tangisan histeris Siti. Rayhan membuka pintu kamarnya dengan segera, namun ia tidak mendapati seseorangpun disana melainkan isakan tangis yang berasal dari kamar mandinya. Tanpa pikir panjang, Ia membuka pintu kamar mandi itu yang ternyata tidak terkunci dan mendapati Siti dan sang mama di dalamnya. Siti jatuh terduduk di depan cermin toilet kamar mandi mewah itu. Dirinya mengosokkan kedua tangannya ke tubuhnya yang terdapat luka bekas gigitan yang kini mulai membiru,
"Menikahlah denganku," ucap Rayhan mengulangi permintaannya, sambil menatap Siti lembut. Siti membisu. Lidahnya kembali kelu dan tidak mampu mengucap sepatah kata pun. Ia terpaku pada suara Rayhan yang begitu lembut menyapa telinganya. Ingin ia memberi jawaban saat ini juga, akan tetapi rasa malu lebih menguasai dirinya. Ia hanya mampu menundukkan kepala, tidak mampu berkata apa pun. Rayhan tersenyum tipis. Melihat rona merah di wajah Siti, dirinya maklum, mungkin ia juga terlalu dini mengungkapkan keinginan yang sudah begitu lama ia tahan. Kejadian hari ini, juga menjadi salah satu alasan mengapa dirinya begitu ingin segera menikahi Siti. Ponselnya berdering, dari Yuda. "Halo." *Bos, Saya sekarang dalam perjalanan menjemput orang tua Nona. "Oke. Hati-hati. Laporanmu aku tunggu di ruang kerjaku nanti." *Siap, Bos. Rayhan kembali mengantongi ponselnya, dan kini hendak beranjak keluar dari kamarnya.
Siti mulai mengemasi semua pakaiannya ke dalam travel bag miliknya. Sudah satu minggu ini dirinya menginap di rumah keluarga Ardan dan selama seminggu itu juga Rayhan tidur dan beristirahat di ruang yang sama dengan Siti. Rayhan menjadi pria siaga yang selalu membantu Siti selama masa penyembuhan luka di tangan dan kakinya. Mama Ray sendiri sebenarnya ingin agar Siti tetap menginap sampai lukanya benar-benar sembuh, namun Siti yang merasa sungkan karena sudah begitu banyak merepotkan keluarga calon suaminya itu bersikeras untuk pulang ke rumah orangtuanya. Rayhan tidak berani memaksakan kehendaknya yang tidak jauh berbeda dengan sang mama. Dirinya yang sudah mendapat lampu hijau dari kedua orangtua Siti, saat ini sedang berusaha mengambil hati Siti, agar gadis itu bersedia untuk segera meresmikan hubungan mereka. "Sudah selesai berkemasnya?" tanya Rayhan berjalan masuk ke dalam kamarnya yang tidak dikunci. Ia melihat Siti sedang duduk di pinggir kasurnya. Pria
Siti terdiam mendengar ucapan Rayhan. Pria ini memang benar-benar tidak mau menyerah. Tatapan Rayhan tidak juga beralih dari Siti. Ia dengan setia menanti jawaban Siti. Demi apapun. Rayhan tidak akan menyerah. Ia sudah mengantongi ijin dari kedua orangtua Siti. Yang harus ia taklukkan tinggal Siti. Rayhan akhirnya membuang mukanya ke jalan di depannya, karena Siti tak kunjung menjawab pertanyaannya. Ia kemudian menjalankan kembali mobilnya. Pikirannya melayang pada sosok Arken dan bukan Arya. Ia jelas dapat melihat Siti sama sekali tidak memiliki perasaan apapun pada Arya. Tapi Arken, Rayhan sedikit menaruh curiga, jika gadis itu tidaklah bertepuk sebelah tangan. Bahwa Arken pun memiliki perasaan yang sama seperti yang Siti rasakan. Cengkraman tangan Rayhan pada kemudi menguat dan itu tidak luput dari Siti. Siti sebenarnya bimbang, apakah benar dirinya belum bisa menerima Rayhan. Ia menerawang hingga benaknya kini terisi dengan sosok Arken. Arken yang sam
Rayhan bergegas masuk ke dalam mobilnya, menghidupkan mesin, berjalan meninggalkan rumah Siti. Panggilan dari Yuda, membuat dirinya buru-buru berpamitan dengan Siti. Soal permintaan Siti untuk tidak menemui gadis itu sementara waktu, dirinya tidak menjanjikan apa-apa. Lihat saja nanti, ujarnya pada Siti yang berujung dengan pukulan keras Siti yang mendarat sukses di pundaknya. Mengingat raut wajah Siti yang merajuk karena dirinya tidak menjawab permintaan gadis itu, membuat Rayhan tersenyum-senyum sendiri. Ia jelas tidak mau mengabulkan permintaan Siti namun tidak juga menyetujuinya. Mobil hitamnya mulai memasuki basement. Berjalan cepat meninggalkan mobilnya, seakan ada tamu yang sangat penting sedang menanti di ruangannya. Rayhan berjalan keluar lift khusus untuknya, ketika sapaan pria yang baru saja memenuhi benaknya, terdengar jelas di telinganya. "Ray!" Arken memanggil Rayhan yang terlihat olehnya ketika ia hendak keluar dari lif
Luka di tangan dan kedua kaki Siti mulai berangsur membaik. Kini gadis itu sudah bisa makan dan mandi sendiri tanpa bantuan orang lain. Berjalanpun sudah tidak lagi tertatih. Hanya saja ia tidak diperbolehkan untuk membawa barang-barang yang terlalu berat, takutya luka yang sudah mulai menutup dan mulai terbentuk lapisan kulit baru, akan terbuka lagi. Siti melangkah masuk ke dapur hendak menghampiri emak. "Mak, masih ada persediaan pisang mentah untuk di goreng atau dibuat kolak? Siti sedang ingin makan kolak, Mak." "Coba lihat di luar dekat balai-balai tempat bapakmu tidur siang. Kelihatannya emak masih menyimpan dua tandan pisang raja," sahut emak yang sedang sibuk memotong sayuran untuk makan siang mereka bertiga nanti. Siti melangkah mengikuti arahan emak dan berhasil menemukan yang ia cari. "Sudah, biar emak yang masak. Lu duduk aja di sana." Emak melarang Siti ikut repot di dapur. Ia tahu anak gadisnya ini sedang dalam masa
"Bagaimana?" tanya seseorang di belakang Asih. Asih menggigit bibir bawahnya. Ia takut atasannya itu akan memarahinya begitu tahu jika permintaannya agar Siti kembali bekerja di gerai yang baru saja berpindah tangan ke pemilik baru, ditolak mentah-mentah. "Anu, Pak,...mmm, it-tuu, Siti.... ti-dak mau," Asih terbata-bata menjawab pertanyaan pria itu. Bambang, bagian personalia MCC seketika langsung membanting berkas yang ada di tangannya. Ia tidak tahu bagaimana nanti menyampaikan berita ini ke bos barunya. "Apa alasannya?" "Katanya, Siti sedang mempersiapkan toko roti miliknya sendiri.." "Toko roti miliknya sendiri? Hahahaha... yang benar saja kamu. Modal darimana dia buka toko roti sendiri? Dia kira modal sejuta bisa menyaingi MCC? Terlalu banyak nonton sinetron anak itu," ucap Bambang dengan nada meremehkan. Asih menghela na
Rayhan menatap tajam Arken. Sebenarnya dia ini patah hati atau layu sebelum berkembang, tanya Rayhan dalam hatinya. Ia melihat Arken yang malas-malasan. "Ada apa sih? Kau buat aku penasaran tingkat dewa." Rayhan duduk di kursi tepat di depan Arken. Ia hanya mendengar Arken yang berulang kali menghela nafas, seakan dirinya sudah tidak punya alasan untuk hidup. Lama Rayhan menunggu Arken membuka mulutnya, dan ini adalah kesekian kalinya Rayhan melirik jam tangannya. Sepuluh menit menunggu adalah rekor bagi Rayhan menunggu jawaban seseorang, dan ia sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi. "Kau masih berniat untuk merenovasi gerai kuemu atau tidak? Jika tidak, aku masih ada urusan lain," ujar Rayhan beranjak berdiri dari duduknya. Ia tidak suka berbelit-belit. Iya ayo, tapi jika tidak katakan dengan cepat. Urusannya tidak hanya di sini saja. Biasanya, hal renovasi seperti ini bukan pekerjaannya, ia bisa saja mengutus karyawannya untuk melihat letak ruang gerai