Share

CHAPTER 2: A MOMENT BEFORE...

Nathaniel POV

Sudah empat tahun sejak aku menjalin hubungan dengan Stefani. Aku selalu punya rencana untuk melamarnya. Oleh karena itu, aku ingin membicarakan hal ini dengan Ayah dan Ibu untuk meminta restu mereka terlebih dahulu. Setelah menunggu sampai langit menggelap, mereka baru tiba di rumah.

Setibanya mereka di ruang tamu, aku memberanikan diri untuk mengajak mereka membicarakan rencana pernikahanku. Kami langsung duduk di sofa ruang tamu untuk membicarakannya.

Aku memulai percakapan, " Begini, Ayah, Ibu ... sebenarnya ini sudah direncanakan sejak lama, tapi aku baru bisa bilang sekarang ...."

"Ada apa, nathan? tanya ibuku, memasang senyum tipis di wajahnya.

"Err ... begini, aku berencana untuk melamar Stefani ...," ungkapku kemudian. Jantungku mulai berdegup dengan cepat.

Mendengar perkataanku membuat mereka terlonjak.

"Apa katamu?! KAMU INGIN MENIKAHI PEREMPUAN ITU!??" Wajah ayahku menjadi merah padam, seperti menahan amarah yang sudah memuncak.

"Ya, aku ingin menikahinya." Aku menjawandengan tegas, mengabaikan kemarahan ayahku. "Oleh karena itu, aku meminta restu dari kalian berdua."

Ayahku langsung menolak dengan tegas, "AYAH TIDAK SETUJU! AYAH TIDAK AKAN PERNAH MERESTUI HUBUNGAN KALIAN BERDUA!!"

"Kenapa!? Apa ada masalah?? JADI AKU TIDAK BISA MENIKAH DENGAN WANITA PILIHANKU SENDIRI!?" tanyaku penuh amarah.

"Sudahlah, percuma mengatakan ini pada kalian. Mau memberi restu atau tidak, toh aku akan tetap menikah dengan Stefani!!" tegasku sebelum meninggalkan ruang tamu untuk pergi ke kamarku.

Aku membanting pintu kamarku dengan keras untuk melampiaskan emosiku.

"NATHAN!!" seru ayahku yang masih ada di ruang tamu.

Keesokan harinya, aku pergi ke kantor seperti biasa, hanya saja sengaja pergi lebih awal untuk menghindari mereka.

End POV

.

.

Klara POV

Hari ini aku bersiap-siap untuk wawancara kerja di sebuah studio animasi ternama. Beruntungnya cuaca cerah hari itu, cahaya matahari yang bersinaar terang seolah-olah menyemangatiku agar melakukan yang terbaik di wawancara hari ini.

Sesampainya di studio tersebut, aku menghampiri receptionist untuk bertanya kepada siapa aku harus bertatap muka. Setelah itum receptionist memberitahuku untuk langsung menemui HRD di lantai dua. Kemudian aku pun menuju ruang HRD sesuai dengan petunjuk yang diberikan receptionist.

Setibanya di depan pintu HRD, aku menghela napas panjang kemudian mengetuknya beberapa kali sampai ada sahutan dari dalam ruangan. Setelah dipersilakan masuk, aku pun mengucapkan salam dan langsung duduk dengan tegap. Wawancara pun berlangsung sekitar dua puluh menit.

"Baiklah, kami akan menghubungi dua minggu dari sekarang bila Anda diterima bekerja di sini," ucap Pak HRD sambil tersenyum ramah.

Aku pun membalas senyumnya sambil bersalaman dengannya lalu meninggalkan ruangan. Setelah keluar dari sana, aku menarik dan menghela napas yang panjang untuk menghilangkan rasa gugupku.

Syukurlah, interviewnya berjalan dengan lancar. Semoga saja aku bisa diterima di sini.

End POV

.

.

Mr. Jonathan POV

"Nathan adalah anak yang keras kepala, aku benar-benar tidak menyangka saat dia mengatakan ingin menikahi wanita itu ...," ujarku dengan nada khawatir.

"Sepertinya kita benar-benar harus mengatakan yang sebenarnya pada Nathan," jawab Emily dengan nada tenang.

Aku menghela napas sejenak, "Sudah kubilang dia anak yang keras kepala. Dia tidak akan percaya hal-hal yang tidak dia alami sendiri. Jadi, tidak ada gunanya memberitahunya."

Mendengar itu, Emily hanya mendesah pelan.

"Sepertinya kita benar-benar harus meyakinkan Klara sekali lagi untuk menikah dengan Nathan," lanjutku tegas.

"Apakah ini hal yang benar untuk dilakukan?" Kini Emily menatapku dengan sedih.

"Ini memang bukan hal benar untuk dilakukan. Tapi apa yang harus kita lakukan untuk mencegah Nathan dan Stefani menikah, selain menikahkan Nathan dengan wanita lain?" Aku menghela napas berat.

"Sepertinya kita memaksakan kehendak kita pada Nathan ... dan bagaimana dengan perasaan Klara? Aku khawatir mereka berdua akan terluka jika dipaksa menikah tanpa merasakan cinta satu sama lain," ujar Emily masih dengan tatapan sedih.

"Kalau Nathan benar-benar menikah dengan Stefani, keadaan akan bertambah buruk Emily. Kurasa aku tidak perlu menjelaskannya lagi padamu." Menghela napas sejenak, "intinya kita harus secepatnya mempersiapkan pernikahan Nathan dan Klara!"

"Kenapa kita tidak mencoba menjelaskannya pada Nathan? Maksudku, sekarang anak itu sudah tumbuh dewasa. Aku yakin ia akan belajar untuk memahaminya," ujar istriku lagi. Masih berusaha meyakinkanku.

"Tidak," tegasku. "Nathan itu keras kepala. Persis seperti dirinya."

End POV

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status