[Dion POV]
Aku merenggangkan leherku ke kiri dan kanan, lalu memutar pergelangan kakiku bergantian setelah memastikan tali sepatu telah diikat apik aku keluar dari rumah. Lalu, menguncinya kembali dari luar, menyisakan Granny seorang diri dalam.
Saatnya memulai olahraga pagi.
Burk's Falls masih sepi saat ini, hanya sebuah lampu jalan yang menyala sebagai temanku. Aku hanya berencana memutari Burk's Falls sampai ke minimarket yang kemarin menjadi tempat persinggahan Leyna untuk membeli beberapa sayuran.
Mataku mendelik saat melihat sebuah bayangan dari ujung jalan yang lain terlihat tidak asing. Aku mempercepat kecepatan jogging-ku dan mengulas senyum ketika semakin lama bayangan tersebut semakin jelas. Bonusnya, aku mengenali bayangan tersebut.
“Leyna!” Teriakku dan menyengir ketika melihat dengan jelas bagaimana sepasang bahu tersebut terjengit karena suaraku. Aku langsung berjalan sampai di depannya, di bawah lampu jalan yang masih menyala. Wanita itu juga memakai outfit sporty.
“Oh! Dion,” katanya yang ikut teracuni dengan senyumanku.
“Tumben keluar sepagi ini, Nona Muda Olivia?” tanyaku yang berniat menjahilinya sedikit.
Entahlah, rasanya menyenangkan melihat raut wajah wanita itu yang terus-menerus berganti ekspresi seperti sekarang. Baru tiga detik yang lalu dia tersenyum, sekarang telah menekuk bibirnya ke bawah. Aku tahu jelas, dia tidak suka kupanggil seperti itu.
“Aku tidak bisa tidur. Jadi, kuputuskan untuk jogging.” Jawabnya setelah menghapus wajah tekuknya dan berganti menjadi wajah berekspresi biasa.
“Mau jogging bersama? Kebetulan aku hanya keliling, tidak ada rute tertentu,” ujarku.
Entah kenapa aku merasa gugup mendadak, separuh menginginkan Leyna untuk menyetujui ajakanku, separuh lagi aku memikirkan kalau dia mungkin tidak akan menerimanya karena dia sangat sibuk. Tanpa kusadari kalau ternyata aku menahan napas.
“Okay.”
Aku merasa oksigenku kembali setelah mendengar jawabannya.
Hal yang wajar bukan?
Lalu, aku berbalik berjalan beriringan dengannya. Dalam hatiku, aku merasa bersyukur. Untuk pertama kalinya aku keluar jogging bersama seseorang dan perasaannya tidak bisa dijabarkan.
“Aku sudah bilang ke Daddy. He said I made a great choice.”
Syukurku digantikan dengan sebuah perasaan yang baru. Tidak pernah kurasakan sebelumnya. Tidak juga saat masa kecilku yang cukup suram.
“Aku akan sering bolak-balik Burk’s Falls dan Sundrigde. Untuk memantau perkembangan di sana sekaligus tetap menjadi putri pemimpin Tuan Grissham.”
Ada sebuah perasaan … tidak rela menghantui diriku. Tidak ingin Leyna ke sana, memikirkan bayangan di mana wanita itu akan sering berada di daerah orang lain membuatnya merasa gusar. Pikiran negative seperti keamanan bagi wanita tersebut.
“Sendirian?”
Kuakui, suaraku terdengar bergetar, aku berusaha menahannya. Tidak ingin membuatnya terlalu jelas untuk wanita itu. Bagaimanapun kami baru saja bertemu dan tidak akan ada apapun di antara kami. Satu hal yang lain, aku hanya bisa mengeluarkan satu kata tersebut.
Aku menginginkan jawaban yang kuinginkan.
“Tidak. Dengan sekretaris baru. Kami sedang mencarinya,” ucapnya dengan santai.
Bolehkan aku merasa seutas tali yang menjeratku tergunting sampai aku merasa bebas?
Jawaban seperti itu saja sudah cukup bagiku. Dia pergi dengan seseorang yang pastinya ditugaskan untuk menjaganya dari segala bahaya yang mengancam sudah membuatku tenang. Mataku mengarah ke atas saat merasakan kalau lampu jalan padam, meminta rakyat untuk melihat menggunakan cahaya dari alam.
“Leyna!”
Aku langsung membeku saat mendengar panggilan dari seseorang yang kukenal. Penduduk Burk’s Falls yang sangat mengenal wanita di sampingku ini.
Alexandra Draco berdiri dengan jarak tiga meter di sana, melihat kami dengan horror. Jangan lupakan dengan dua buah kantung kresek yang membuntal berwarna hitam.
Yup, ini akan menjadi pagi yang panjang.
_The Stranger’s Lust_
To Be Continue
“Jadi, hari ini adalah harinya?” Dion memangku tangannya yang sedang menggenggam sebuah bungkusan protein bars, mengunyah sambil melihat layar ponsel yang ditegakkan bersandar pada botol minumannya di meja. “Iya. Makan malam dengan kolega Tuan Chayton,” katanya yang telah menelan makanannya tersebut. Makan siang dengan dua protein bars di ruang istirahat di gedung balet yang secara kebetulan sedang sepi, membuatnya berpikir untuk menghubungi kekasihnya itu sekarang. Well, kekasih … Dion rasa dia harus bisa beradaptasi dengan julukan tersebut sekarang. “Kalau memang cowo itu yang bakalan datang, bagaimana menurutmu?” tanya Leyna yang berada di ujung telepon sedang mengecek tumpukan buku anak-anak dengan sebelah telinga kirinya tersumpal dengan Bluetooth earphone. “Aku tidak bisa menerimanya, bukan?” tanya Dion balik yang disetujui oleh jiwa perempuan yang berada di tubuhnya yang asli itu. Terkadang Dion berpikir berapa lama lagikah dia akan bersemayam di tubuh seorang wanita yang
Setelah malam itu mereka saling mengungkapkan perasaan masing-masing, tidak ada lagi yang bertambah. Baik Dion maupun Leyna, keduanya sama-sama disibukkan dengan kegiatan sehari-hari dan Jumat sudah datang menjemput mereka. Dion sudah siap dengan balutan dress di bawah lutut dan duduk ke kursi meja makan yang sudah ditempati oleh tiga anggota lainnya. “Night, Dad, Mom, Quinza,” sapanya dengan binar riang di matanya. “Night, Leyna.” Sang Ibunda membalas sapaannya. Dia mengambil tempat di samping sang adik perempuan yang bermain dengan ponselnya daritadi. Sedangkan, laki-laki satu-satunya di keluarga inti tersebut sedang membaca berita dari ponselnya. “So, can we start?” tanya Aubrey yang melirik kedua anggota yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Dion memilih untuk tersenyum tipis ketika mengetahui kepada siapa yang dituju. Chayton dan putri bungsunya meletakkan alat komunikasi mereka di samping dan menjawab dengan kompak, “Sure.” Wanita tersebut mengangguk dan mulai meminta
[Dion POV] Aku yang baru saja bisa pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekalian merilekskan persendian yang rasanya kaku banget setelah duduk di meja makan mendiskusikan beberapa topik hangat dengan Tuan Chayton. Sedangkan, Quinza berada di kamarnya sendiri mengerjakan tugas sekolahnya di jam sebelas malam ini. Setelah berbelanja barang kebutuhan tadi, aku dan dia langsung menyimpan barang tersebut di dapur dan beberapa disisihkan untuk di simpan di tas yang khusus menampung pakaian ganti dan outfit latihan aku. Dan, ketika melihat namaku sendiri tertera di layar ponsel Leyna itu aku langsung mengangkatnya. “Hello?” Sejujurnya ntah kenapa malam ini terasa berbeda dari malam-malam sebelumnya yang pernah kami lewati dengan berbicara melalui telepon. Leyna menjawabnya, pembicaraan mulai terasa aneh ketika lawan bicaraku itu menanyakan situasi di sini. Namun, tidak berapa lama, aku mengetahui jawabannya. Jawaban mengapa aku merasa canggung dan aneh dalam pembicaraan kami k
[Leyna POV] Aku melangkah keluar dari gedung sekolah dan menaiki sepeda yang menemani semua kegiatanku semenjak menjadi sosok yang dipanggil Dion Addison. Langit yang hari ini terlihat mendadak begitu cerah tidak digubris olehku sama sekali. Karena rasanya dari dalam hatiku terbakar sejak siang tadi. Sialnya sampai sekarang masih belum padam. Efek yang luar biasa dahsyat setelah guru perempuan itu seenak jidat menawarkan ini dan itu kepadaku. Maksudnya kepada Dion, tentu saja. “Memangnya dia tahu kalau Dion itu suka sekali dengan oatmeal dan smoothies yang beragam variasi cara untuk menikmatinya,” celetukku sambil mengayuh sepeda. Beruntung aku bukan seorang puteri keturunan kepala pemerintah sekarang ini. Ada untungnya juga menjadi seorang warga biasa yang memiliki pekerjaan yang biasa-biasa saja. Tentu saja kebanyakan warga di sini menikmati kehidupannya dengan biasa-biasa saja, bangun pagi, menyiapkan sarapan, mandi, berpakaian, pergi bekerja, pulang dan menikmati makan malam
Dion meletakkan semua belanjaannya kepada kasir dengan tenang. Tidak, lebih tepatnya pura-pura untuk bersikap tenang dan biasa saja. Dia tahu Quinza daritadi melihatnya dengan tatapan yang menyiratkan untuk berbicara empat mata dengannya. Namun, dia bersikap tidak tahu-menahu. "Leyna," panggil Quinza yang berada di belakangnya berbisik mendekat sampai ke telinganya. Beruntung sekali dia sudah terbiasa dengan adik perempuan Leyna selama ini sehingga dia tidak lagi merasa terkejut. Sebuah dehaman menjadi jawabannya dan dia melihat ke arah monitor kasir yang sedang bergerak menghitung total pembeliannya. "Kamu serius sekarang? Si cowo yang kujelasin itu ada di belakang tahu," kata Quinza lagi, dia berbicara dengan bisikan meskipun terdengar seperti nada tinggi. "Dia orangnya? Charles, benarkan?" beo Dion yang melirik ke sosok di belakang anak bungsu keluarga kepala pemerintah ini. Lalu, kembali bertingkah seperti biasa. Yang lebih muda itu refleks menepuk pundak sang Kakak gemas. "
Pada satu waktu yang sama, Leyna juga sedang mengurusi nilai murid-muridnya di ruang guru. Dia tidak sendirian di ruangan tersebut, masih ada dua atau tiga guru yang juga duduk di sana melakukan tugas mereka masing-masing. Mengingat jam belajar-mengajar telah berakhir tiga jam yang lalu, Leyna dan guru-guru lainnya bisa beristirahat sejenak. "Sir. Dion," panggil seorang guru perempuan yang sering mengikutinya di setiap kesempatan yang ada. Maksudnya, mengikuti raga Dion, bukan jiwanya. Terkadang Leyna melamun dan berpikir bagaimana reaksi sekitar mereka kalau mengetahui bahwa orang yang di depan mereka bukanlah yang mereka kenali. "Ada apa, Miss?" tanya Leyna sesopan mungkin. Setelah mengetahui konsep dari kutukan aneh ini, Leyna berpikir untuk membatasi diri dengan dunia. Dia tidak bermaksud untuk besar kepala. Namun, siapa yang tidak akan jatuh hati ketika melihat raga seorang laki-laki yang tinggi jangkung, berpakaian rapi, dan bersikap lembut? Leyna mungkin adalah salah satun