Share

2

“Ferre, baru setengah lima, tidur lagi.” suara perempuan yang tadi berbaring di sebelahku ternyata sudah bangun, dan menyentakku.

Aku memandanginya.

Bibirku kelu, tak sanggup berkata-kata.

Perempuan besar itu memicingkan mata ke arahku, dengan pandangan seseorang yang baru bangun tidur.

“Ayo tidur lagi, sayang,” ulangnya, suaranya melembut.

Perlahan bisa kugerakkan lidah dan bibirku.

“M.....ma.....Mama?”

“Ya, kamu kenapa?” ia menegakkan badannya.

“Ma...???”

“Ya, kenapa?”

Kuedarkan pandanganku ke arah sekeliling.

Ini...ini...pantas saja aku tidak asing.

Jendela yang berupa kaca nako, gorden bermotif kembang-kembang, lemari kayu jati. Lampu bohlam yang tergantung menggunakan tali, dan dinding yang catnya terkelupas.

Di samping Mama ada sebuah majalah Femina dengan Marissa Haque sebagai model sampulnya.

Sesuai kebiasaannya, Mama memang selalu membaca majalah sebelum tidur.

Ini kamarku, kamar kami, kamar kedua orangtuaku.

Aku meloncat turun dari ranjang, tak kuduga ranjang ini lebih tinggi dari dugaanku.

Aku terjatuh, namun persetan dengan diriku, segera kuhamburkan diri ke luar.

“Ferre! Kamu mau ke mana?” Kudengar suara Mama memanggil.

Ya, dia memang Mamaku.

Mamaku, tiga puluh tahun lebih muda.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status