Share

Chapter 4

Bintang berjalan mengendap-endap dari belakang rumahnya. Ia terpaksa masuk dari pintu belakang seperti maling demi menghindari pertemuan dengan Tian. Ia masih melihat mobilnya di depan rumah. Makanya ia menghindari bertemu muka dengannya.

"Eh gajah imut, lo ngapain jingkat-jingkat kayak maling di rumah sendiri? Ah gue tahu, lo malu 'kan ketemu sama pujaan hati lo dalam keadaan seperti habis diterjang badai Katrina begini? Halah, lo mau mandi sehari sepuluh kali juga bakalan tetep dekil. Kecuali lo itu kayak uler, bisa ganti kulit. Bi... Bi..."

Mendengar bacot Altan Wijaya Kesuma yang kencang, Bintang buru-buru membekap mulut sahabat oroknya itu kuat-kuat. Bisa kedengeran Tian kalau suara Altan segede toa masjid di mari.

"Diem nggak lo upil onta! Gue lagi nggak kepengen ketemu siapa-siapa sekarang, termasuk lo juga brondong borju. Sono lo jauh-jauh dari gue!"

Bintang mendorong kuat-kuat badan kekar Altan. Tapi si mulut toa ini sama sekali tidak bergeser sedikit pun dari tempatnya berdiri. Seringnya si brondong borju ini berlatih bela diri, membuat tubuhnya lebih mirip anak kuliahan dari pada anak SMP yang baru naik kelas 9. Altan memang usianya setahun di bawahnya.

"Cuihhh! Lo abis megang apaan sih, Bi? Kok tangan lo asin banget!" Altan meludah-ludah jijik di toilet sambil bolak balik mengusap mulutnya dengan tissue basah.

"Ah kagak megang apa-apa kok. Cuman abis garuk-garuk ketek aja. Gatel sih tadi abis jogging sama bokap gue. Eh, tambah abis ngupil juga ding. Enak toh rasanya? Gurih-gurih enyoi gimana gitu kan?" Hahaha."

Bintang ngacir ke kamarnya. Meninggalkan Altan yang terus saja menyumpah-nyumpah. Bintang sengaja berlama-lama saat mandi agar tidak berjumpa dengan Tian. Dia benar-benar ingin memegang janjinya. Yaitu tidak akan menampakkan dirinya lagi di depan Tian, setidaknya selama dia masih dalam keadaan gemuk.

Ia tahu, tidak gampang memang jika ingin merubah kebiasaan. Buktinya sekarang saja ia sudah mulai terbayang-bayang dengan ketampanan yang hakiki Tian. Saking seringnya ia menstalking semua medsos idolanya, ia bahkan sampai hafal berapa jumlah photo yang diposting oleh Tian di I*******mnya. Lengkap dengan pose-posenya. Apa saja yang yang di like atau yang diikuti oleh Tian. Ia juga sampai hapal semua status-status medsosnya, walau sudah tiga tahun lamanya Tian sudah tidak aktif lagi berinteraksi di dunia maya. Saat ini saja benaknya sudah mulai membayangkan wajah Tian yang sudah permanen menghuni isi kepalanya. Ia biasa menghadirkan sosok Tian sebelum ia tertidur dan berharap bisa memimpikannya.

"Lupakan! Lupakan! Lupakan! Ayo Bi, kamu bisa!"

Bintang menggeplak kepalanya sendiri seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha membuang jauh-jauh bayangan wajah Tian dari benaknya. Tidak juga bisa melenyapkan wajah Tian, ia pun mengibas-ngibaskan kepalanya ke atas dan ke bawah, seperti gaya seorang rocker yang sedang manggung di atas pentas.

"Bi, lo kutuan sampe harus ngibas-ngibasin rambut kayak gitu? Kutu rambut lo ilang kagak, klengeran iya. Beli obat pembunuh kutu di apotik sana dong. Jorok banget sih jadi cewek!" Altan tiba-tiba nyelonong masuk ke dalam kamarnya.

Aaaaaaa...

"Tan, lo kalo masuk kamar orang ketok pintu dulu dong, jangan maen nyelonong aja. Ntar kalo gue lagi bugil gimana coba, dodol!" Bintang mencengkram bathropenya erat-erat. Bathrope ukuran standard itu tidak bisa menutupi dengan rapat bagian-bagian tubuhnya. Akibat jumbonya ukuran tubuhnya, bagian dada dan bokongnya juga ikut jumbo. Bohay kalau istilah si Tria, sahabat oroknya yang satu lagi. Umur boleh abege, tapi body udah 21++. Bintang ngamuk-ngamuk kala itu karena merasa dikatain boros umur.

"Halah, kayak gue nggak pernah ngeliat lo bugil aja. Dulu aja kita mandi sama-sama, ngompol sama-sama, beli pembalut juga gue yang nanya sama mbak-mbak mini marketnya. Eh sekarang lo malah belagak sok malu-malu di depan gue. Kagak napsu gue sama lo, Bi. Udah sanaan dikit, gue mau numpang tidur bentaran."

Altan dengan santai merebahkan tubuhnya ke ranjangnya. Gila bener, gayanya udah kayak di rumah sendiri aja. Ia cuma bisa menghela nafas pasrah. Si brondong borju ini semakin ditentang pasti akan semakin ngeyel. Jadi lebih baik di iyahin saja. Habis perkara. Tidak sampai lima menit kemudian, suara dengkur halus Altan sudah menggema di kamar ala Disneynya.

Ia mengambil sembarang baju rumahnya, dan menggantinya di kamar mandi. Karena bangun kepagian, sekarang ia sudah mengantuk. Ia merebahkan tubuh di samping Altan. Mencoba untuk tidur barang sebentar. Matanya menerawang. Naga-naganya bayangan Tian sebentar lagi akan menghantuinya. Sebuah ide melintasi benaknya.

Naratria Abiyaksa! Ia akan menghabiskan sisa liburan ini dengan ikut latihan muay thai di camp yang biasa diikuti oleh Tria dan Om Sakanya. Sebenarnya ia bisa saja ikut latihan di camp yang biasa diikuti oleh Altan. Tetapi dia tahu kalau Tian juga anggota tetap di sana. Ia ogah bertemu dengan Tian sebelum ia berubah dari itik buruk rupa menjadi angsa yang jelita. Ia bangkit dari ranjang dan meraih ponselnya.

"Hallo Tri, gue bisa ikut latihan muay thai di camp lo nggak? Gue pengen banget nih nyumbang lemak-lemak di badan gue ke sana. Bisa 'kan Tri?"

"Bisa aja sih, Bi. Malah gue seneng ada temen baru yang sebangsa dan sekelamin sama gue. Pertanyaan gue cuman satu, kenapa lo nggak mau latihan bareng si brondong borju?

Nah 'kan! Ini adalah pertanyaan paling susah yang harus dijawab secara logika olehnya. Tria yang merupakan salah satu sahabat oroknya, susah sekali kalau harus dikibuli. Kudu punya jawaban yang masuk akal kalau mau ngibulin si tomboy ini.

"Gue cuma pengen latihan kalo ada temen ceweknya. Entu berondong borju kan laki-laki, kagak seru."

Cari alasan lain yang lebih masuk akal. Gue juga kayak laki, nggak ada bedanya sama Altan. Semakin lo bohong, semakin gue curiga kalo lo nutupin sesuatu dari gue. Jadi, cari alasan yang bisa diterima akal sehat gue.

Tidak ada pilihan lain. Sepertinya ia memang harus jujur pada Tria.

"Gue lagi patah hati dan pengen moved on. Jadi gue kudu cari kegiatan supaya nggak inget terus sama dia. Puas lo?"

Oh jadi lo lagi patah hati sama Kak Tian? Makanya lo nggak mau satu club sama Altan karena di sana ada dia? Gitu? Bagus kalo gitu mah. Gue dukung lo 1000%. Cowok cakep itu gampang dicari. Yang susah itu, nyari seseorang yang tulus dan setia mencintai apapun yang ada di diri lo. Udah saatnya lo lupain itu si adonis playboy. Ntar sore lo gue jemput ya jam 4 ya? Inget, lo udah harus siap jam 4 sore. Jangan lelet!

"Perasaan tadi gue nggak ada nyinggung-nyinggung nama Kak Tian deh. Kok lo tau-tau bisa ngomong kayak gitu sih?"

Halah Bi... Bi... Orang sekomplek juga udah tahu kali kalo laki-laki yang ada di mata lo itu cuman Kak Tian. Yang lain itu kasat mata semua. Nggak ada wujudnya. Lo nggak cocok main rahasia-rahasiaan sama gue. Lha wong tai lalet lo ada berapa aja gue tau. Udah ah, gue mau lanjut balap dulu. Inget ya, jam empat. Jangan telat!

Ceklek!

"Lho Altan di sini toh? Ibu cariin tadi di depan nggak ada, rupanya ketiduran di sini." Ibunya masuk ke kamar secara tiba-tiba."Bi, bisa Ibu bicara sebentar, Nak?" Senja menghela nafas melihat anak gadisnya tengkurap di ranjang, sementara Altan tengah tertidur pulas di sampingnya.

"Ya boleh dong, Bu. Ngomong aja. Masak nggak boleh sih? Ntar bisa dipecat jadi anak dong, Bintang. Hehehe." Bintang beringsut dari ranjang. Meraih krim obat jerawat di meja rias, dan mengoleskannya tipis-tipis ke wajahnya. Sejak kemarin malam ia memang sudah berjanji pada dirinya sendiri, untuk mulai rutin merawat kebersihan wajahnya. Ia tidak ingin jerawatnya tumbuh makin subur di wajah berminyaknya.

"Bi, kamu itu 'kan sudah besar, Altan juga. Kalian bukan anak TK lagi. Nggak baik berdua-duaan di ruangan tertutup. Apalagi sampai tidur seranjang."

"Ahelahhhh Bu... Bu... Altan dan Tria kan emang csnya Bintang, Bu. Ibu nggak usah berpikir yang nggak-nggak. 'Lah kutilnya dia ada berapa aja Bintang tau kok." Sahut Bintang santai. Ia kini mengoleskan lotion pelembut kulit dengan teliti. Mulai kemarin malam dia juga telah berjanji pada diri sendiri untuk rajin merawat kulit tubuhnya supaya tidak dekil lagi.

"Kalau Tria, itu wajar, Nak. Dia 'kan perempuan. Tapi Altan kan laki-laki. Seakrab dan sekompak apapun kamu dengannya, tetap harus ada batasannya, Nak? Satu lagi, nggak baik ngatain orang brondong borju. Usia Altan hanya setahun di bawah kamu. Jadi dia bukan brondong, tapi remaja. Masalah dia suka gonta ganti mobil mewah, ya wajarlah. Om Abyaz 'kan emang dealer mobil-mobil mewah. Jadi Altan bukan bermaksud sok borjuis, tapi dia memang berasal dari keluarga jetset. Mengerti, Bi?" Pungkas Senja lagi.

"Asiyap, Bu. Bintang hanya bercanda elah. Ntar kalau Altan udah bangun, pasti Bintang ceramahin pas kayak yang Ibu bilang ini. Nggak akan Bintang tambah atau kurangin. Pokoknya pas." Bintang mengacungkan jempolnya.

"Ya sudah, eh itu di depan ada Tian. Tian mengantarkan kue yang dibuat Tante Lyn. Kamu nggak mau menyapa sebentar? Biasanya kamu heboh banget kalau tau Tian datang. Tadi dia nanyain kamu tuh waktu ayah pulang jogging sendirian."

Jangan ge er, jangan ge er, jangan ge er. Bintang berusaha menahan-nahan keinginannya yang rasa-rasanya pengen salto salto diudara saking senangnya karena ditanya oleh Tian. Tapi bayangan Tian yang menyebutnya sebagai buntelan jerawatan, membuatnya mengurungkan niatnya. Ia hanya tersenyum kecil dan beralasan kalau ia capek sekali dan ingin tidur sejenak. Padahal begitu ibunya membalikkan tubuhnya, ia langsung mulai memutar CD yoga dan mempraktekkan semua gerakan-gerakannya di layar sebisanya. Pokoknya ia harus secepatnya kurus. Nggak pake lama!

==================================

Tria tiba di rumahnya pukul empat kurang sepuluh menit. Si tomboy ini memang selalu on time orangnya. Dengan ciri khasnya motor gede dan jaket penuh studnya, mereka berangkat menuju camp latihan muay thai Tria dan omnya berlatih. Baru saja mereka memarkir motor, Bintang sudah lemes duluan melihat kehadiran salah seorang pembullynya yang juga merupakan sahabat kental Tian, Raphael Atharwa Al Rasyid. Raph dan Tian sama-sama sudah berusia dua puluhan. Malah Raph sepertinya satu atau dua tahun di atas Tian, seumuran dengan Bang Adzan Akbar Dewangga. Kakak Michellia Alba Dewangga.

"Duh Tri, gue males banget belum apa-apa udah ketemu sama ini tongkat firaun. Liat aja, pasti sebentar lagi mulut lemesnya bakal ngata-ngatain gue lagi. Sial beut gue hari ini."

Dari sudut matanya Bintang melihat kalau musuh abadi Tria juga ikut muncul dari arah tempat parkir. Adzan Akbar Dewangga! Kebetulan yang mengesalkan sekali. Sebentar lagi pasti akan ada pertempuran mulut seru antara Tria dan Akbar. Lihat saja!

"Eh kuda nil, ngapain lo ada di mari? Maaf ya, di sini ini tempat latihan muay thai. Sasana olah raga. Bukan taman margasatwa. Lo nggak tersesatkan?" Satu. Bintang menghitung dalam hati. Tongkat firaun mulai beraksi.

"Tri, lo ngapain bawa-bawa ini kuda nil ke club. Nyemak-nyemakin club tahu. Dia ini 'kan banyak makan tempat." Dua. Lo tunggu aja tongkat firaun, pasti sebentar lagi lo bakalan disemprot Tria.

"Selama club ini bukan punya Bang Rapha, maka siapapun boleh latihan di sini. Termasuk Bintang. Bang Rapha nggak berhak ngatur-ngatur siapa saja yang boleh atau tidak boleh latihan di sini. Sebaiknya Abang mingkem aja, kalau semua kata-kata yang keluar dari mulut Abang nggak ada yang enak didengar. Permisi!"

Mampus lo!!

Tria menarik tangannya dengan cepat. Matanya mulai berembun. Ia heran. Biasanya ia cukup strong dan tidak mudah terpengaruh dengan segala macam bullyan yang ia terima. Tetapi semenjak mendengar hinaan Tian tepat di depan matanya, ia jadi baperan sekarang.

"Udah Raph. Lo jangan ngeladenin ini preman pasar. Lo nggak liat tu jaketnya pada di tempelin paku runcing-runcing? Ntar ke tusuk kempes lagi badan keker lo."

Nah kan bener! Bang Akbar kalau ada Tria pasti nggak tahan kalau nggak nyari perkara. Ini abang-abang berdua udah tua tapi kelakuan ngalah-ngalahin mereka berdua yang masih abege.

"Gue heran ngeliat ini Abang-Abang berdua. Apa waktu Tuhan ngasih pembagian jenis kelamin Abang-Abang ini salah nempelinnya ya? Yang harusnya punya laki-laki malah Abang tempelin punya perempuan. Ya begini inilah jadinya wujud dan penampakannnya!" Bintang tidak tahan juga lama-lama melihat tingkah dua orang laki-laki dewasa yang terus saja membully mereka berdua.

"Iya Bi. Soalnya pas Abang mau nempelin punya Abang, eh malah direbut tiba-tiba sama si Tria. Jadi ketuker kayaknya. Makanya si Tria itu dibilang cewek bukan, dibilang cowok juga gimana gitu 'kan?" Akbar menatap Tria dengan wajah seakan-akan pasrah. Tetapi ejekan terlihat jelas kedua manik hitam matanya.

"Eh sianying, gue beri juga lo!"

"Udah Tri, kita masuk aja yuk. Nggak enak dilihat orang kalau kita ngeladenin species lain di sini. Ntar kita disangka satu species pula. Kita sebagai makhluk yang punya kemampuan berpikir dan akal sehat, harusnya tidak usah meladeni mereka. Beda kasta, cuy!" Ia dan Tria pun berlalu begitu saja meninggalkan dua pria dewasa yang kesal luar biasa karena dikatai sebagai dua ekor kera.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status