Share

Tiba-tiba Mengandung Anak Tuan Mafia
Tiba-tiba Mengandung Anak Tuan Mafia
Penulis: Kim Taeya

Bab 1 - Tiba-tiba Hamil

"Shh.., mafianya sadis!" Wanita itu bergumam sambil bergidik ngeri ketika melihat berita di layar televisi yang mengatakan adanya penyelundupan obat-obatan ilegal ke dalam negeri, dan di temukan mayat di daerah sekitar transaksi di laksanakan.

Dia bisa menduga kalau itu pasti ulah para mafia mengerikan dan sadis seperti di film-film.

Erina Falistia, wanita 26 tahun itu pun bangkit dari tempatnya karena merasa tidak nyaman melanjutkan melihat layar televisi karena ada darah berceceran di lantai yang tidak di sensor.

Perutnya yang terasa tidak nyaman jadi makin bergejolak lagi saja karena hal itu.

Karena sudah tidak sanggup menahannya lagi, dia pun berlari kencang menuju kamar mandi dan memuntahkan isi perut di wastafel.

"Wuokk ... Wuokk ..." 

Suara muntahan langsung memenuhi seluruh kamar mandi yang merembet ke kamar tidur sampingnya tadi.

Tidak lama gadis dengan balutan seragam SMA itu nampak muncul dari balik pintu kamar mandi dan bertanya cemas. "Astaga Mbak Na, kamu nggak papa?"

Hanya gelengan yang di dapat, sebab Erina tidak bisa menjawab karena masih mual, dan berusaha memuntahkan isi perut meski tidak ada yang keluar itu.

"Bentar aku ambilin minyak kayu putih," ucap gadis SMA itu lalu berlari pergi.

Makanya Erina yang berdiri di depan wastafel itu cepat-cepat menyelesaikan sesi muntahnya, agar tidak merepotkan dan membuat Anneth, adik tirinya itu panik.

Dan setelah selesai baru membasuhnya dengan air bersih.

"Ini mbak, minyaknya. Biar enakan." Anneth datang lagi membawa benda yang seperti dia janjikan di tangannya.

Erina mengangguk menerima minyak tersebut dan berjalan pelan keluar dari kamar mandi. "Makasih Net."

"Mbak Rina kenapa sih?" tanya Anneth yang mengikuti langkah Erina di belakangnya.

"Nggak papa, masuk angin doang." Iya pasti masuk angin, apalagi memang, kepalanya pusing sekali perutnya tidak enak, biasanya sih tanda-tanda masuk angin.

"Ih, nanti sore akad nikah bisa-bisanya Mbak Rina malah sakit."

Erina tidak menanggapi memilih duduk di ranjang kamar adik tirinya itu, karena sebenarnya di rumah ini dia tidak memiliki kamar karena dia biasa ngekos di daerah dekat tempat kerja.

"Aku kabarin mas Bima ya Mbak," kata Anneth sambil membantu Erina mengusap punggung.

Bima itu calon suami Erina juga orang yang sudah menjalin kasih dengan wanita itu satu tahun terakhir.

Gelengan Erina lakukan, "Nggak perlu, aku okay kok."

Okay apanya, bohong banget memang. Karena kenyataannya Erina pusing sekali sampai pandangannya agak bergoyang.

Erina juga bingung, kenapa dia mual-mual dua minggu ini, dan hari ini cukup parah sampai dia tidak bisa menahan, bukan hanya di pagi hari tapi sampai siang begini masih saja mual.

Kenapa. Kenapa dengan dirinya?

"Mbak, kalo gitu aku kasih tau mama papa aja ya," Anneth masih berusaha membujuk dengan memberi opsi lain.

Erina menggeleng, mama tirinya itu pasti akan mengomel jika dia mengeluh atau yang lainnya. Belum lagi papa nya yang juga akan mengikuti si ibu tiri, jadi lebih baik dia diam. Memang ya di rumah ini yang menerimanya hanya Anneth saja.

"Nggak perlu Net, aku minum obat mag aja."

"Mbak Richa mah di bilangin ngeyel," Anneth memanyunkan bibirnya kesal pada kakaknya yang selalu keras kepala, merasa sok kuat.

Tapi baru juga Erina akan bangkit untuk mengambil ponsel di depan meja dekat televisi, matanya malah makin berkunang-kunang saja.

Pusing, dia sudah mengedipkan mata tapi tidak ada perubahan, yang malah makin parah tambah buram dan makin gelap.

"Net, aku pusing banget __"

Brukk ...

"Mbak Erina!"

Erina pun terjatuh bahkan Anneth yang reflek bangkit menahan pun tidak ketolong, Erina tetap jatuh di lantai.

***

"Mommy, Mommy!"

"Mommy," Pandangan gelap Erina itu perlahan mulai terang, tapi meski begitu dia tetap tidak bisa melihat jelas, karena di depannya ada siluet anak kecil usia 4 tahunan, entah apa jenis kelaminnya, yang jelas ukurannya anak kecil.

"Mommy!"

Siapa yang di panggil? Erina kelimpungan menatap ke samping kanan kiri tapi ruangan itu kosong dan hampa tanpa ada apapun.

"Mommy!"

Sekali lagi anak itu memanggil mommy.

Tunggu sebentar ..., Jika di sini saja tidak ada siapapun kecuali dirinya itu berarti ...

Yang di panggil Mommy itu dirinya dong?

Hah?

Tapi kan Erina tidak merasa punya anak, dia masih gadis yang bahkan mau menikah hari ini.

"Mommy, hiks!"

"Ja-jangan nangis," Erina panik, jika bingung menenangkan anak itu.

Hanya saja tiba-tiba tangis anak itu makin mengeras, dan dia berteriak kencang sekali. "MOMMYYYYY!"

Terbuka ...

Mata Erina terbuka dan keadaan langsung cerah dan seperti dunia yang dia kenal.

Langit-langit kamar putih itu pun jelas nyata, dan saat mengalihkan tatapan ke sekeliling, dia makin yakin kalau tadi adalah mimpi, sebab sekarang di depannya ada papanya mama tirinya dan juga Bima ...

Eh, Bima?

Bima kekasihnya ada di sini?

Dalam kelinglungan karena baru saja bermimpi aneh, Erina pun tetap berusaha bangkit dari posisi berbaring menjadi duduk. Kepalanya masih sakit jadi dia berusaha sepelan mungkin.

"Bim, kamu kok di sini?" Erina bertanya, karena yang dia ingat Bima berkata akan datang sore bersama keluarga karena pernikahan mereka akan di lakukan di rumah ini tapi dengan sederhana dan hanya mengundang orang terdekat.

"Ini ... Udah sore?"

Erina mencari jam dinding, dan ketemu, namun sekarang masih menunjukkan pukul 12 siang.

Karena tak ada jawaban sama sekali dari Bima, Erina pun mengalihkan tatapan menjadi ke arah mamanya.

"Ma, kok Bima udah di sini?"

Mama tirinya yang sudah biasa menunjukkan raut tidak suka, tapi entah kenapa hari ini makin terlihat menjadi-jadi saja. Makanya itu sangat sinis pada Erina.

"Ma, pa?"

Erina benar-benar bingung di posisi ini, orang-orang hanya diam, dan mengelilinginya.

Mama Erina terlihat maju makin mendekat, dan ...

Plakk ...

Tamparan keras Erina dapatkan tepat di pipinya itu.

Mata Erina mengerjap, dia mendongak sambil memegangi pipinya yang terasa panas akibat bertemu dengan telapak tangan mamanya.

Papanya dan Bima sama sekali tidak ada yang membela. Sakit, Erina merasa sakit melihatnya.

"Ma, kenapa __"

"Jangan panggil mama!" potong mama tiri Erina cepat. "Nggak sudi anak kotor kayak kamu manggil mama!"

"Tapi kenapa? Aku salah apa Ma?" Erina sungguh tak mengerti, dan orang-orang ini tidak ada yang menjelaskan.

"Jangan pura-pura bodoh ya kamu ya!"

Bodoh dari mananya, jelas-jelas Erina tidak tau menahu di sini. Dia kesal.

Erina menoleh pada pacarnya, "Bim, kamu kenapa diem aja?"

Dengan tatapan datar Bima membalas tatapan Erina, dan membuka mulut, "Erina .., Kamu hamil!"

Apa katanya?

Untuk beberapa saat Erina ngefreez di tempat, dia berusaha mencerna kata-kata itu.

Tunggu sebentar ..

Hamil?

Hah?

HAMIL?

Mata Erina membulat penuh di tempat.

"Ha -hamil?"  Jantung Erina berdegup kencang sekali saat ini, hamil bagaimana?

Bagaimana bisa hamil?

"Kamu hamil, tadi dokter sendiri yang bilang!" sinis mamanya.

"Anak siapa Erina? Bima bilang nggak pernah sentuh kamu!" Sekarang ganti papanya yang bertanya dengan tidak santai. "Siapa yang ngehamilin kamu?"

Erina bungkam, dan memegang perutnya yang datar itu.

"Siapa Na? Jawab!" sentak Mamanya.

Dia benar-benar hamil?

Bagaimana bisa? Erina tidak merasa pernah berhubungan dengan siapapun, baik Bima ataupun yang lain.

Tapi kalau benar hamil, jadi itu alasannya mual-mual dua minggu ini dan telat haid satu bulan ini karena itu?

Hah, ini gila! Tidak, tidak mungkin, pasti dokter nya salah, tidak mungkin hamil.

"Aku nggak hamil ma!" ujar Erina tegas.

Plakk ...

Sekali lagi Erina mendapat tamparan di tempat yang sama.

"Cukup! Erina jangan ngelak." Bima sekarang juga ikut-ikutan mengintimidasi Erina.

"Jawab. Jual diri ke siapa kamu?" timpal mama tiri Erina sinis.

Erina merasa terpojok, orang-orang ini seyakin itu.

Dia ... Betulan hamil?

Tapi ... Siapa? Siapa yang menghamilinya? Siapa!

___

Di tempat lain seseorang pria dengan setelan jas itu tengah menatap layar ipad dengan mata tajamnya. Tak lupa mulutnya yang tadi menghisap sebatang rokok saat ini terhenti dan hanya menyelipkan sebatang rokok itu di jari tangan.

"Jalang sialan cepetan jawab!"

"Aku nggak tau, Ma! Aku nggak hamil!"

Plakk ...

Sekali lagi rahangnya harus mengetat melihat dan mendengarkan suara dari earphone di telinganya.

Tangannya meremat rokok meski ujungnya masih menyala itu hingga hancur tak berbentuk.

"Sialan!"

***

JANGAN LUPA KOMEN DAN KASIH TANGGAPAN TENTANG CERITA INI YA HEHE, MAKASIH

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status