Compartilhar

2. Akwward

Autor: Evie Edha
last update Última atualização: 2025-08-26 10:51:31

2. Akwward.

***

"Ingat. Kamu harus segera memberi Papa sama Mama cucu, Dar. Kami menunggu kabar baiknya," ujar seorang perempuan dari seberang sana.

Pagi sekali Darren mendapatkan panggilan dari mamanya dan menanyakan perihal apakah istrinya sudah hamil atau belum. Dia membanting ponselnya marah karena pagi-pagi sudah mendapat ceramah.

"Astaga! Sampai kapan mereka menanyakan perihal cucu?" tanyanya merasa frustrasi.

Pria itu menarik napas dalam lalu megembuskannya kasar. Dia segera mengenakan pakaiannya karena dia harus pergi bekerja.

Menuruni tangga, dia bisa melihat Emely yang sedang menyiapkan sarapan untuknya. Mereka memang memiliki asisten rumah tangga, tetapi Emely lebih suka memasak sendiri meski terkadang ada yang membantu.

Darremn mendekati meja makan dan menyadari suasana hati istrinya yang tidak baik. Pasti karena masalah semalam. Dia segera menarik tangan istrinya ketika melihat Emely akan pergi ke dapur.

"Aku harus mengambil minuman kamu di dapur," ujar Emely dengan ekspresi dingin.

Darren meraih satu tangan Emely yang lain, membuat perempuan itu menghadap ke arahnya penuh lalu menempelkan tubuh mereka. "Maaf," ujar Darren.

Emely masih diam. Ini adalah kali pertama Darren meminta maaf padanya.

Melihat perkataannya yang diabaikan, Darren meraih dagu Emely dan membuat perempuan itu menatap dirinya. "Maafkan aku. Aku lepas kendali semalam."

Tampak Emely yang mengangguk. Darren pun tersenyum. Dia mendekatkan wajah mereka untuk memberikan ciuman pada sang istri.

Tak jauh dari keberadaan mereka, seseorang memerhatikan hal itu dan dia merasa tidak suka. Tanpa sadar, tangannya mengepal kuat untuk melampiaskan amarah.

Hans. Pria itu berdehem sembari berjalan mendekat ke arah meja makan. Hal itu membuat aktivitas Emely dan Darren terganggu. "Sepertinya Kakak dan Kakak Ipar ini suka sekali menebar kemesraan," ujar pria itu tanpa rasa bersalah. Dia menarik salah satu kursi dan duduk di sana.

Emely yang merasa malu segera menjauhkan diri dari sang suami. Dia segera pergi menuju dapur untuk mengambil kopi Darren.

sedangkan Darren tampak merasa terkejut dengan kehadiran adiknya di sana. "Sejak kapan kau datang?" tanya Darren. Pria itu pun ikut duduk di kursinya.

Emely datang dengan secangkir kopi lalu memberikannya pada Darren. "Kamu mau kopi, Hans?" tanya Emely.

Hans menggeleng. "Tidak. Terima kasih." Dia melihat Emely yang duduk di samping suaminya.

"Jadi, kapan kau datang?" tanya Darremn sekali lagi.

"Semalam," jawab Hans sembari menuangkan jus jeruk pada gelasnya.

Pergerakan tangan Darren berhenti. Itu membat Emely merasa gugup. "Semalam?" Darren bertanya dan dia melihat adiknya mengangguk.

"Jam berapa?" Darren terus bertanya karena dia khawatir adiknya mendengar pertengkarannya dan Emely.

Hans tampak berpikir beberapa saat. "Jam berapa, ya? Aku lupa. Pokoknya waktu aku datang, sudah malam. Rumah sudah sepi. Kalian juga pasti sedang tidur, kan? Jadi, aku putuskan saja langsung tidur juga. Lagi pun, aku sudah merasa kelelahan." Hans menjelaskan.

Di saat Emely merasa lega karena Hans tak menceritakan kejadian di antara mereka semalam, Darren juga merasa lega jika adiknya itu tak mengetahui pertengkaran di antara mereka.

Mereka kembali makan bersama menikmati sarapan pagi itu. "Jadi, apa yang membuatmu kembali setelah lama berkelana ke luar negri?" tanya Darren membuka percakapan.

"Aku membutuhkan suasana baru, mencari sebuah ide untuk novel terbaruku," ujar Hans. Asal kalian tahu saja, Hans merupakan penulis terkenal. Sayangnya, pria itu tidak pernah menunjukkan dirinya di depan umum karena dia menulis pun menggunakan nama lain. Hanya orang-orang tertentu saja yang tahu.

"Dan terbukti. Baru semalam aku datang ke negara ini, aku sudah menemukan judul baru untuk karya baruku nanti," lanjut pria itu dengan bangga.

"Oh ya?" Darren menaikkan satu alisnya.

"Ya." Hans mengangguk cepat.

"Apa?"

"Ranjang panas Ipar," jawab Hans dengan senyum miring. Tak lupa lirikan mematikannya yang dia tujukan pada Emely.

Jawaban Hans barusan membuat Emely tersedak. Darren yang ada di sampingnya sigap memberikan minuman untuk sang istri.

"Kenapa judul barumu itu terdengar sangat kontroversi?" tanya Darren.

"Justru yang seperti itu yang pastinya akan laku. Novel bertemekan perselingkuhan, pengkhianatan, orang ketiga apalagi jika pelakunya adalah orang yang tidak terduga." Hans sepertinya sengaja mengatakan itu.

Darren hanya mengangguk sembari terus menikmati sarapannya. "Terserah kau saja, Hans. Semoga sukses untuk karyamu. Katakan saja kalau kau membutuhkan sesuatu. Kau tahu aku akan selalu mendukungmu," ujar Darren.

Darren kembali menunjukkan seringainya pada Emely. "Siap, Kak. Aku akan meminta tanpa sungkan jika aku perlu," jawab Hans. Dia tahu kalau Emily menghindari tatapannya.

"Ya sudah. Aku berangkat dulu. Kau boleh main ke perusahaan. Siapa tahu kau akan menemukan inspirasi," ujar Darren sebelum meninggalkan meja makan.

Emely mengantar suaminya berangkat. Setelah itu dia kembali untuk membereskan meja makan.

"Apa Kakak iparku bangun dengan keadaan tubuh yang segar?" tanya Hans dengan menatap ke arah Emely.

Emely terdiam membeku. Dalam hati dia bertanya dari mana Hans tahu kalau pagi ini dia bangun dengan keadaan yang pria itu jelaskan. Memang dia akui pagi ini terasa berbeda dari pagi-pagi nsebelumnya ketika dia terbangun.

Emely tersadar. Dia melanjutkan kegiatannya. "Apa yang kau tanyakan? Siapa pun akan merasakan hal itu setelah bangun dari tidurnya."

Hans menggeleng. "Tidak, Kak. Tidak akan seperti itu jika malam sebelumnya orang itu tidak bisa melepaskan hasrat dan tidur dalam keadaan pusing. Tapi, mengingat semalam kau telah---"

"Hati-hati dalam berbicara, Hans," ujar Emely cepat. Dia menatap tajam adik iparnya.

"Aku kakak iparmu. Jangan bicara sembarangan," lanjut Emely.

Hans hanya tersenyum miring. "Apa peduliku meski kau adalah kakak iparku?"

Pria itu bangkut, menumpu tangan pada meja. "Kau juga menikmatinya, bukan? Kau juga menyukainya bukan?" Setelah mengatakan hal itu Hans pun memutuskan untuk berlalu.

Tubuh Emely limbung. Perempuan itu menyangaa pada meja lalu mengepalkan tangannya. "Ya Tuhan. Kesalahan apa yang telah aku lakukan?" tanyanya kemudian.

Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App

Último capítulo

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   6. Sahabat Sekaligus Selingkuhan

    "Bolehkah hari ini aku ikut kamu ke kantor?" tanya Emely tiba-tiba.Darren mengerutkan kening. "Tumben?" Mereka kini sedang berada di meja makan menikmati sarapan bersama.wajah keduanya tampak sumeringah. Ini semua karena kejadian semalam di mana Emely berhasil menyalurkan hasratnya pada sang suami meski kali ini dia yang bekerja keras. Tidak apa. yang penting sama-sama terasa meski kenyataannya Darren yang keluar duluan."Memangnya tidak boleh?" tanya Emily kemudian.Darren terkekeh. "Pasti ini karena sahabat kamu yang bekerja di kantor," ujarnya kemudian.Emely melebarkan senyumannya. "Tahu aja. Boleh, ya. Boleh?"Darren mengangguk. "Sure. Tapi ingat jangan sampai kamu mengganggu pekerjaannya karena itu akan mengganggu aku juga."Emely mengangguk patuh. Mereka kembali menikmati sarapan mereka. sepertinya hubungan mereka menjadi baik.Kegiatan keduanya tak luput dari perhatian seseorang. Hans, melihat interaksi itu dengan kesal. Dia mengepalkan tangan tetapi harus menahannya.Pria i

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   5. Bayangan Malam Bersama Adik Ipar

    "Sudah beberapa hari ini Darren selalu pulang larut malam. Sebanyak itukah pekerjaannya?" Dia bertanya penuh penasaran. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilang malam, tetapi Emely belum juga bisa tertidur dan membuatnya memilih untuk duduk di taman samping rumah ditemani dengan secangkir teh hangat.Emely terkekeh sinis kemudian. "Kenapa aku ini? Kenapa juga aku memikirkan dia? Apa bedanya dia mau pulang lebih awal atau terlambat? Sama saja bukan. Tidak ada yang dirindukan di antara kami."Emely menatap gelas yang ada di tangannya, menggambar bayangan pohon kamboja di seberangnya yang terpantul. "Hambar. Dia yang hanya akan memuaskan dirinya sendiri dan setelahnya, dia buang aku begitu saja," ujarnya seraya melempar gelas di tangan.Tak terdengar suara pecahan dari gelas itu karena benda itu terjattuh di atas rerumputan di bawahnya. Emely memejamkan matanya sembari menghela napas dalam. Tiba-tiba saja gambaran wajah seseorang terlintas di benaknya."Hans." Sontak saja perempuan itu me

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   4. Sentuhan Hans

    "Isabel!""Emily!"Dua perempuan saling meneriakkan nama. Detik kemudian mereka berlari mendekat lalu saling memeluk satu sama lain. Keduanya saling berputar meluapkan kerinduan."Aku kangen banget sama kamu," ujar Emily."Aku juga kangen sama kamu," sambung Isabel. Pelukan mereka pun terlepas dan keduanya saling melempar senyum."Kita cari tempat makan sekarang? Kamu yang traktir sekarang?" Isabel berujar dengan senyuman lebar menunjukkan giginya yang rapi.Sementara Emily malah mendelik. "Seharusnya kamu yang traktir aku tahu. Kmau baru aja pulang kerja di luar dan pastinya dapat uang banyak."Isabel langsung memeluk lengan Emily lalu mengajaknya jalan bersama. "Mana ada? Aku baru datang. Ya harus kamu yang traktir. Memanjakan tamu.""Tamu kamu bilang?" Dua sahabat itu tertawa bersama. Mereka mulai mencari restoran untuk makan bersama secara santai dan mengobrol ringan.Emily memasukkan kue ke dalam mulutnya. "Jadi, bagaimana pengalaman kamu di luar negri?" tanyanya pada isabel.Isa

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   3. Tak Ada Rasa

    3. Tak Ada Rasa *** "Mama? Papa?" Emely terkejut melihat kedatangan kedua mertuanya. Dia pun segera membuka pintu rumahnya lebar-lebar. "Masuk, Pa, Ma. Semuanya sedang sarapan." Emely memberitahu kedua mertuanya lalu mengajak mereka untuk ke meja makan. "Pa, Ma." Darren dan Hans menyapa kedua orang tuanya. Mereka juga merasa terkejut melihat kedatangan mereka. "Tumben datang pagi sekali? Tidak memberitahu sebelumnya juga. Tahu begitu Darren jemput," ujar Darren. "Kami memang sengaja datang pagi-pagi, Dar. Cuma mau lihat anak nakal ini loh," ujar Gita, mamanya Darren dan Hans. Perempuan itu menjewer telinga Hans. "Kembali ke negaranya bukannya ke rumah orang tua malah ke rumah kakaknya," lanjut Gita sembari menatap marah Hans. "Ma. Aku sampai di Indonesia malam hari. Karena rumah Kakak yang lebih dekat, makanya aku pulang ke sini biar cepat istirahat. Kakak saja juga tidak tahu aku datang." Hans berujar. "Karena kamu sukanya yang mendadak memang," ujar Gita kesal. "Terus seja

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   2. Akwward

    2. Akwward.***"Ingat. Kamu harus segera memberi Papa sama Mama cucu, Dar. Kami menunggu kabar baiknya," ujar seorang perempuan dari seberang sana. Pagi sekali Darren mendapatkan panggilan dari mamanya dan menanyakan perihal apakah istrinya sudah hamil atau belum. Dia membanting ponselnya marah karena pagi-pagi sudah mendapat ceramah."Astaga! Sampai kapan mereka menanyakan perihal cucu?" tanyanya merasa frustrasi.Pria itu menarik napas dalam lalu megembuskannya kasar. Dia segera mengenakan pakaiannya karena dia harus pergi bekerja.Menuruni tangga, dia bisa melihat Emely yang sedang menyiapkan sarapan untuknya. Mereka memang memiliki asisten rumah tangga, tetapi Emely lebih suka memasak sendiri meski terkadang ada yang membantu.Darremn mendekati meja makan dan menyadari suasana hati istrinya yang tidak baik. Pasti karena masalah semalam. Dia segera menarik tangan istrinya ketika melihat Emely akan pergi ke dapur."Aku harus mengambil minuman kamu di dapur," ujar Emely dengan eksp

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   1. Nafkah Batin Yang Tidak Memuaskan

    "Ah ... leganya." Darren baru saja menuntaskan hasratnya, nermain di atas ranjang yang panas bersama sang istri. Pria itu baru saja mencapai puncak kelegaan, melepaskan kepuasan yang mampu menyegarkan isi kepalanya.Pelan, dia mulai melepaskan inti miliknya dan juga sang istri. Tanpa berkata apa pun, pria itu segera menutupi tubuhnya yang polos dengan sebuah selimut.Darren membalikkan badan memunggungi sang istri. Dia mulai memejamkan mata lalu terlelap.Emely. Istri Darren itu hanya menatap nanar langit-langit kamar. Dia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat menahan gejolak amarah yang tertahan di dada."Selalu seperti ini," bisiknya. Dia menoleh ke arah Darren yang memunggunginya dan menatapnya nanar.Seperti malam-malam biasanya, Darren akan menuntaskan hasrat pada dirinya hingga puas tanpa memedulikan perasaan Emely. Entah perempuan itu menikmati permainan tadi, atau Emely sudah merasakan kepuasan apa belum."Aku akan mencobanya," ujar Emely kemudian. Perempuan itu sedikit mengangka

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status