Share

Penyesalan?

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2025-05-17 16:22:01

Adit menatap wajah Renata dalam keremangan kamar. Matahari belum terbit, hanya sedikit cahaya dari luar yang menembus sela-sela tirai. Dalam temaram itu, mata Renata berkilau dengan hasrat yang tak bisa disalahartikan.

"Kita tidak seharusnya..." Adit mencoba protes, tapi suaranya terdengar lemah bahkan di telinganya sendiri.

"Ssh," Renata menekan jarinya lagi di bibir Adit. "Biarkan aku yang memimpin kali ini."

Ada sesuatu dalam nada suara Renata yang membuat pertahanan Adit runtuh. Mungkin karena dia masih setengah mengantuk. Mungkin karena tubuhnya memang menginginkan ini, jauh di lubuk hatinya. Atau mungkin karena di dunia baru yang kini ia tinggali, aturan-aturan lama tidak lagi berlaku.

Adit hanya bisa pasrah ketika Renata mulai melucuti pakaiannya dengan gerakan perlahan yang disengaja. Jemari lentik wanita itu bergerak seperti penari, mengangkat kaus Adit melewati kepalanya, lalu turun untuk menyentuh bagian-bagian tubuhnya yang kini terekspos.

"Kau indah," bisik Renata, matany
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tukang Pijat Tampan   Instingnya Bekerja Menangkap Bahaya

    Kini mereka ada di mobil, menuju ke kosan Ayunda. Hanya saja, baru beberapa menit mereka meninggalkan warung bakso itu, ponsel Ayunda berbunyi. Celina menelefon. Ayunda lupa dan dia mengatakan transaksi sudah selesai. Maka Celina menyuruh Ayunda untuk segera kembali ke klinik.“Haduh... siaaaal...” keluh Ayunda setelah ia menutup telefon.“Kenapa Yun?” tanya Adit heran.“Tadi Bu Celina telefon, tanya aku sudah selesai apa belum. Bodoh sekali aku bilangnya sudah. Ya terus kita disuruh balik sekarang deh!” kata Ayunda.“Hahaha!” Adit tertawa. “Ya sudah. Kita balik aja daripada dimarahi...”“Ibu bos masih di sana juga. Nungguin kamu. Kirain sudah balik duluan kayak waktu itu...”“Waktu itu kan ada Bang Bayu... tapi ada benernya juga, kalau ke kosmu, kita lupa waktu... bisa horor kita ditungguin Bu Renata...” kata Adit.“Ya sudah deh. Lain kali ya, Dit...”“Iya. Lain kali aja. Lagian tanggung juga kan waktunya. Aku pijitin, terus kamu tidur gitu... kan malah nggak enak banget kalau aku ba

  • Tukang Pijat Tampan   Ajakan Ayunda

    Lelaki berkumis tebal itu tanpa risih sedikit pun mengecupi pipi dan leher Ayunda di ruang mewah itu. Di sana, di bawah sorot lampu kristal yang gemerlap, Adit berdiri terpaku, menyaksikan adegan yang membuatnya muak sekaligus iba. Seorang pengawal bertubuh kekar berdiri tak jauh dari Pak Wibisono, ekspresinya datar, seolah pemandangan itu adalah hal lumrah.Adit menunduk, berusaha mengalihkan pandangannya ke karpet tebal bermotif klasik di bawah kakinya. Ia merasa seperti seorang penyusup di tengah transaksi yang menjijikkan ini. Malu? Tentu saja. Marah? Lebih dari itu. Namun, ia tak punya hak untuk menghentikannya. Ia hanya seorang pengawal, diperintahkan untuk memastikan Ayunda aman. Ironis.“Ayunda sayang, kamu mau bermain di sini? Di lihat orang lain, rasanya lebih menggairahkan loh!” goda Pak Wibisono.Adit mengumpat dalam hati. Kenapa hal seperti itu terjadi lagi. Sebelumnya, pak Surya itu juga demikian. Namun sepertinya, Pak Wibisono itu tak separah Pak Surya.“Hihihi, nggak m

  • Tukang Pijat Tampan   Mengawal Ayunda Lagi

    Restoran Korea tempat mereka memilih makan siang memiliki nuansa modern dengan lampu gantung berkilauan di langit-langit dan meja kayu elegan yang tertata rapi.Aroma panggangan memenuhi udara, mencampur bau daging yang dibakar dengan rempah-rempah khas. Adit duduk berhadapan dengan Renata di sudut ruangan, tempat yang sedikit lebih tenang dibandingkan meja lainnya.Renata mengaduk es tehnya dengan sedotan, sementara Adit menggulung daging sapi yang baru saja matang dengan daun selada, lalu mencocolnya ke saus pedas sebelum melahapnya.“Lumayan juga ya tempatnya,” Renata berkomentar, menatap sekitar. “Aku belum pernah ke sini. Hanya lihat reviewnya di sosmed…”Adit mengangguk, menelan makanannya sebelum menjawab. “Aku nggak pernah makan begini, sih. Biasanya cuma ayam geprek atau mie instan.”Renata tertawa kecil. “Masa sih? Kamu harus sering-sering makan yang enak. Hidup tuh bukan cuma buat bertahan, tapi juga buat menikmati.”Adit hanya tersenyum tipis. Ada benarnya juga; dulu, ia m

  • Tukang Pijat Tampan   Tidak Menjual Diri

    Renata kembali ke kamarnya dan langsung merebahkan tubuhnya yang masih basah oleh keringat. Apa yang baru saja ia lakukan itu benar-benar memberikan kebahagiaan penuh. Belum pernah ia merasakan kesenangan yang menggebu seperti itu saat bercinta, sampai-sampai, ia biarkan benih Adit bersarang di dalam tubuhnya.Ia tak menyesal. Ia tahu, ia tak boleh hamil. Jika itu terjadi, ia akan berada dalam bahaya; Darmawan pasti akan curiga tentu saja. Itu sebabnya, Renata selalu rutin suntik untuk mencegah kehamilan, karena dalam sebulan, ia bisa dua atau tiga kali mencari pemuda untuk memuaskan nafsunya.Renata tidur lagi. Sebaliknya, Adit gelisah setengah mati. Ia dihantui perasaan bersalah dan berdosa. Ia juga menyesal; kenapa ia melepaskan keperjakaannya. Tapi, Adit merasa tak sepenuhnya demikian. Ia merasa, ia bercinta pertama kali dengan Laras meski proses itu terasa semu, sebab bukan fisiknya yang bercinta, melainkan jiwanya.‘Bagaimana jika dia hamil? Mati aku... argghh... kenapa aku tak

  • Tukang Pijat Tampan   Penyesalan?

    Adit menatap wajah Renata dalam keremangan kamar. Matahari belum terbit, hanya sedikit cahaya dari luar yang menembus sela-sela tirai. Dalam temaram itu, mata Renata berkilau dengan hasrat yang tak bisa disalahartikan."Kita tidak seharusnya..." Adit mencoba protes, tapi suaranya terdengar lemah bahkan di telinganya sendiri."Ssh," Renata menekan jarinya lagi di bibir Adit. "Biarkan aku yang memimpin kali ini."Ada sesuatu dalam nada suara Renata yang membuat pertahanan Adit runtuh. Mungkin karena dia masih setengah mengantuk. Mungkin karena tubuhnya memang menginginkan ini, jauh di lubuk hatinya. Atau mungkin karena di dunia baru yang kini ia tinggali, aturan-aturan lama tidak lagi berlaku.Adit hanya bisa pasrah ketika Renata mulai melucuti pakaiannya dengan gerakan perlahan yang disengaja. Jemari lentik wanita itu bergerak seperti penari, mengangkat kaus Adit melewati kepalanya, lalu turun untuk menyentuh bagian-bagian tubuhnya yang kini terekspos."Kau indah," bisik Renata, matany

  • Tukang Pijat Tampan   Disergap Saat Subuh

    Renata terbangun dengan sentakan kaget. Matanya langsung terbuka lebar, memandang sekeliling kamar yang masih gelap. Ia membutuhkan beberapa detik untuk menyadari di mana ia berada; di kamarnya sendiri, di bawah selimut yang sekarang terasa terlalu panas untuk tubuhnya."Jam berapa ini?" gumamnya, meraih ponsel di meja samping tempat tidur. Layar menyala terang, menampilkan angka 4:07 pagi.Renata mendesah pelan. Ia merasakan dorongan kuat untuk ke kamar mandi. Bladdernya mendesak minta dikosongkan, membuatnya terpaksa bangkit meski tubuhnya masih terasa lemas.Saat berjalan ke kamar mandi, kilasan-kilasan kejadian semalam menghantam ingatannya seperti ombak. Bioskop. Adit. Kamar ini. Dan tentu saja sentuhan tangan Adit.Sembari mencuci tangan setelah selesai di toilet, Renata memandangi bayangannya di cermin. Wajahnya masih tampak lelah dan matanya mengisyaratkan campuran campuran penasaran dan tidak percaya."Itu bukan sekadar pijatan," bisiknya pada dirinya sendiri. "Bukan juga oba

  • Tukang Pijat Tampan   Lagi-Lagi Pesan Misterius

    Film akhirnya selesai. Layar menghitam dan lampu-lampu bioskop mulai menyala satu per satu. Adit berkedip beberapa kali, mencoba menyesuaikan mata dengan cahaya yang tiba-tiba membanjiri ruangan. Pikirannya masih berkabut, setengah sadar akan apa yang baru saja terjadi. Ia bahkan tidak ingat bagaimana film itu berakhir."Bagaimana menurutmu filmnya?" tanya Renata santai sambil merapikan rambutnya, seolah lima belas menit terakhir tidak pernah terjadi."Aku... aku tidak terlalu memperhatikan," jawab Adit jujur, suaranya masih terdengar serak.Renata tertawa kecil, matanya berkilat penuh kepuasan. "Yah, kurasa kita berdua memang punya definisi 'hiburan' yang berbeda."Mereka berjalan keluar dari bioskop dalam diam yang canggung; setidaknya bagi Adit. Sementara Renata tampak sama sekali tidak terganggu, langkahnya ringan dan percaya diri seperti biasa.Di dalam mobil, Adit kesulitan berkonsentrasi mengemudi. Pikirannya kacau balau. Antara rasa bersalah, kebingungan, dan sisa-sisa kenikma

  • Tukang Pijat Tampan   Di Bioskop

    Renata terpaku untuk beberapa saat, matanya menatap Adit dengan ekspresi kompleks; campuran keterkejutan, kebingungan, dan... sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih intens."Keamanan," akhirnya ia berkata, suaranya tenang namun tegas, "Bawa mereka keluar dari properti kita. Pastikan tidak ada yang melihat."Dua pria berbadan kekar yang sejak tadi berdiri di dekat pintu langsung bergerak, menyeret tubuh-tubuh yang tergeletak itu keluar ruangan. Salah satu dari mereka berbisik di telinga Renata sebelum pergi, dan wanita itu mengangguk singkat."Manager Lee," Renata beralih pada pria Asia paruh baya yang duduk dengan ekspresi tegang, "pastikan rekaman CCTV malam ini dihapus. Semua karyawan yang melihat kejadian ini harus tutup mulut. Berikan mereka bonus bulan ini.""Baik, Nyonya," jawab Manager Lee dengan patuh."Dan satu lagi," tambah Renata, "Besok pagi kita akan kedatangan tamu penting. Siapkan ruang VIP terbaik."Manager Lee mengangguk mengerti, tampak lega bahwa situasi kritis telah

  • Tukang Pijat Tampan   Di Tempat Karaoke

    Pria itu mengangguk dan berbisik sesuatu ke alat komunikasi di pergelangan tangannya. Adit mengikuti Renata dalam diam, pikirannya mulai dipenuhi kekhawatiran. Ia tidak membayangkan malam kencannya akan berakhir dalam situasi konfrontasi dengan oknum aparat bersenjata.Mereka melewati lorong-lorong yang dihiasi lampu redup kemerahan dan lukisan-lukisan abstrak yang menggoda. Suara musik dan tawa sayup-sayup terdengar dari ruangan-ruangan pribadi yang mereka lewati, menandakan bahwa bisnis terus berjalan seperti biasa meskipun di bagian lain gedung sedang terjadi masalah.Ketika tiba di lantai tiga, Renata berhenti di depan sebuah pintu ganda berwarna hitam. Ia menoleh pada Adit."Dengar," ucapnya pelan, "apapun yang terjadi di dalam, biarkan aku yang bicara. Jangan terpancing, oke?"Adit mengangguk, meskipun ia merasakan adrenalin mulai mengalir deras di pembuluh darahnya.Renata mendorong pintu itu terbuka, dan mereka disambut oleh ketegangan yang nyaris bisa disentuh. Ruangan itu cu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status