Beranda / Urban / Tukang Pijat Tampan / Sang Nyonya Rumah

Share

Sang Nyonya Rumah

Penulis: Black Jack
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-08 11:07:23

Dari pertemuan itu, Adit mulai mengenali banyak hal. Ruang makan yang luas dengan meja kayu mahoni mengkilap itu berubah menjadi arena bisnis yang sesungguhnya. Akhirnya ia tahu ranah kekuasaan Pak Darmawan dan apa saja bisnis yang dijalankan sebab dalam pertemuan itu, beberapa kepala bawahan Pak Darmawan bergantian memberikan lapora.

Acara berlangsung sampai malam di mana orang-orang itu pesta alkohol. Suasana berubah drastis setelah urusan bisnis selesai; tawa keras menggema di ruangan, aroma tajam whisky dan vodka menguar di udara, sementara musik dangdut dari sound system portabel menambah riuh suasana.

Adit yang hanya pernah minum wine, itu pun sedikit saat ia menemani Renata di restoran mewah beberapa waktu yang lalu, akhirnya mau tak mau ikut arus juga; tak bisa menolak ketika Darmawan dengan senyum lebar menyodorinya sloki kaca berkilau berisi minuman beralkohol tinggi yang baunya saja sudah membuat tenggorokannya perih.

Malam itu Adit mabuk namun belum sepenuhnya kehilangan k
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Tampan   Akting

    Sesi pelatihan pertama Adit dimulai di ruangan luas, dengan hanya Adit, Rendra (Sutradara), Ayu (Penulis), dan Pak Herman (Acting Coach) yang hadir. Vera duduk di sudut, mengamati dengan saksama.“Oke, Adit,” ujar Pak Herman, pria paruh baya yang sabar itu. “Kita mulai lagi ya. Ambil posisi. Ini adalah adegan kunci: saat Aji, karakter yang nanti kamu mainkan itu, melihat rekaman CCTV dan menyadari bahwa polisi yang datang bukan untuk menolong, melainkan untuk menghancurkan bukti.”Adit berdiri, naskah di tangan. Ia mulai membaca dialognya, tetapi suaranya datar, matanya kosong.Adit membaca dengan kaku dan masih merasa gugup. Malu. Tak percaya diri. “Bajingan! Ini tidak bisa percaya. Mereka... mereka seharusnya melindungi hukum. Bukan melanggar.”Rendra menghentikannya dengan lembut. “Cut mas. Itu masih terlalu reading, Mas Adit. Terlalu membaca. Coba buang naskahnya sebentar. Lebih rileks. Coba hilangkan perasaan sedang ditonton. Lebih bebas lagi. Hilangkan perasaan harus bagus. Iku

  • Tukang Pijat Tampan   Latihan Di Studio

    Malam itu, Adit kembali ke apartemennya setelah pertemuannya yang intens dengan Produser Krisna, Rendra, dan Ayu. Keputusannya untuk menerima tawaran film terasa seperti beban berat yang akhirnya berhasil ia letakkan. Perasaan gila dan lega bercampur aduk.Saat ia memasuki area basement yang sepi, ia melihat sebuah mobil sedan merah baru saja diparkir. Dan benar saja, sosok yang keluar dari mobil itu adalah Vera. Wanita itu tampak sedikit lelah, tetapi raut wajahnya ceria.“Lho, Dit! Pas banget!” seru Vera, terkejut melihat Adit. “Kamu dari mana? Kok sendirian?”“Dari cafe,” jawab Adit sambil berjalan mendekat.Vera memegang sebuah kotak pizza yang nyaris utuh. “Baguslah ada kamu! Aku baru beli ini, tapi nggak sanggup ngabisin sendiri. Mood banget kayaknya makan sama teman. Mampir ke tempatku yuk. Ada kopi juga.”Adit tersenyum lega. Setelah pertemuan yang memusingkan itu, ia butuh interaksi yang santai dan tanpa tuntutan. “Ide bagus, Ver. Aku juga mau cerita sesuatu.”Sesampainya di

  • Tukang Pijat Tampan   Terima Tawaran

    Keesokan harinya, Adit seharian ada di dalam unitnya. Malas keluar. Bahkan makan saja ia pesan dan diantar karyawan katering apartemen itu. Semuanya diantar tepat waktu, dan Adit cukup membuka pintu, mengambil pesanan, lalu kembali mengunci diri di dalam.Adit berbaring di sofa, menatap langit-langit yang putih bersih, memikirkan bagaimana hidupnya yang tadinya sederhana kini berubah menjadi rumit.Adit tidak menghubungi Larasati. Ia ingin menjauh. Bukan karena ia membenci, tapi karena Larasati terlalu berharga. Wanita itu terlalu baik, terlalu polos, dan terlalu... bersih. Adit merasa dirinya sudah terlalu ternoda dengan segala yang telah ia lalui. Ia tak ingin merusak kemurnian Larasati dengan membawanya masuk ke dalam kekacauan hidupnya.Ia tak menghubungi Renata. Tentu saja, ia tak mau terjebak dengan kehidupan kelam itu. Renata adalah bagian dari dunia yang ingin ia tinggalkan. Dunia yang pernah memberinya uang, tapi juga yang membuatnya tak merasa tenang.Dan juga, tentu ia tak

  • Tukang Pijat Tampan   Masih Bingung

    Krisna tentu tak akan menyerah merayu Adit agar mau main film. Sudah sering ia menemukan orang baru, yang kemudian ia angkat di dunia film, dan dia terkenal. Semua orang bisa akting. Itu mudah. Hanya perlu latihan.Krisna kemudian menatap Vera. "Apakah Mbak ini manajer Mas Adit? Kita bisa langsung bicarakan kontraknya. Kami menawarkan kontrak eksklusif yang sangat menggiurkan, jauh lebih besar dari bayaran TV Prime Time manapun!"“Hahaha. Bukan Mas. Manager apaan. Adit juga bukan artis kok. Saya temannya. Tapi, kayaknya Mas Krisna datang di waktu yang tepat loh. Adit tadi bingung mau kerja apaan!” kata Vera sengaja. Ia tertawa geli. Lalu meringis saat merasakan kaki Adit menginjak kakinya.Adit merasakan kepalanya berputar lagi. Tawaran itu… sebenarnya membuatnya penasaran. Setiap orang, mungkin, pernah sempat berpikir ingin menjadi bintang film. Setiap orang, mungkin, pernah atau sempat ingin ‘masuk TV’.Tapi konon, dunia entertainment itu juga adalah sebuah dunia yang gila. Para pel

  • Tukang Pijat Tampan   Tawaran Main Film

    Mereka keluar dari area apartemen dengan mobil Vera. Perjalanan ke mall terdekat terasa normal, tetapi begitu mereka memarkirkan mobil di basement, Vera sudah tidak sabar.“Ingat ya, jangan pasang muka serius. Kamu itu sekarang seleb,” bisik Vera saat mereka berjalan menuju eskalator.“Aku cuma mau beli bantal dan selimut, Ver. Bukan mau gaya-gayaan…” balas Adit datar, meskipun ia merasakan degup jantungnya sedikit lebih cepat. Ia mendambakan anonimitas, tetapi ia telah setuju dengan permainan Vera.Begitu mereka tiba di lantai utama, suasana langsung berubah.Awalnya, hanya tatapan sekilas. Beberapa orang menoleh, mengerutkan dahi, mencoba mengingat di mana mereka pernah melihat wajah itu. Kemudian, seorang remaja putri yang sedang bermain ponsel di dekat toko es krim tiba-tiba menjerit tertahan.“Astaga! Itu Adit, yang di TV!” bisiknya keras kepada temannya.Seperti efek domino, keramaian kecil mulai terbentuk. Kepala-kepala menoleh. Bisikan-bisikan mulai terdengar, “Itu pahlawan ya

  • Tukang Pijat Tampan   Kembali Ke Apartemen

    Adit viral. Itulah yang terjadi setelah dia diwawancarai Nusantara TV, dan berita-berita tentang dirinya menjadi tranding topik di internet.Di persidangan-persidangan berikutnya, yang datang untuk meliput dan mencari berita semakin banyak. Orang luar yang sekadar datang memberi dukungan juga luar biasa banyak; mereka bahkan sampai rela berada di luar pengadilan, sampai di pinggir jalan, seperti orang demo.Tak ada yang tahu; itu murni dari hati, atau ada sebuah permainan tak kasat mata. Yang jelas, kasus itu memang kental dengan politik. Tak sedikit yang ingin menjatuhkan Jendral Guntur. Sebab begitu dia jatuh, maka akan ada kubu di pemerintah yang lemah seketika.Perang itu tak kasat mata. Adit paham, tapi ia tak ingin memikirkannya. Ia hanya ingin, urusannya selesai dengan cepat. Dan ia tak lagi memiliki beban atas kasus itu.Beberapa hari kemudian, Jendral Guntur dan Kroni-kroninya sudah resmi menjadi tersangka. Dan atas desakan banyak pihak, mereka pun di tahan.Progres dan prose

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status