Share

Tunangan Kabur, Kunikahi Abangnya yang Tampan
Tunangan Kabur, Kunikahi Abangnya yang Tampan
Author: ATHA81

1 - Kegilaan Eleanor

"Aaaa, pengen mati aja." Eleanor Alicia tengah frustrasi untuk menghadapi kehidupannya. Dia ditinggalkan kekasih di hari pernikahannya. Seumur hidup, baru pertama kali Elea merasakan malu. Biasanya, malu-maluin.

"Tapi ini ketinggian gak sih?" Tanya Elea kepada dirinya sendiri. Gadis itu melihat kebawah untuk memperkirakan ketinggiannya. Elea berancang-ancang ingin melompat dari sejam yang lalu.

"Ck takut mati." Elea kembali ke posisinya ketika melihat ke bawah. Tak sanggup untuk melompat. Elea di atas jembatan? Di atas gedung 5 lantai? Salah. Gadis itu berada di atas pohon yang tingginya hanya 4 meter dari tanah.

Gadis itu mengetuk-ngetukan jarinya di dagu sembari berpikir. "Kalo di drama pasti ada yang nolongin kalo lompat."

"Tapi kalo gak ada gimana." Elea mengerucutkan bibirnya. Susah ternyata untuk bunuh diri.

"Bocah, lo ngapain?" Teriak laki-laki bernama Geffrey de Parveen.

"OMG. Ganteng banget." Elea melebarkan senyumannya seolah mendapatkan uang kaget.

"Heh, lo ngapain di atas pohon gitu?" Tanya Geff. Awalnya Geff hendak mencari calon istri adiknya yang kabur dari hotel. Ditengah perjalanan malah melihat perempuan memakai baju pengantin berada di atas pohon. Geff kira itu hantu.

Elea tak mendengarkan perkataan Geff, dia sangat takjub dengan wajah rupawan laki-laki itu. Rahang tegas, alis lebat, dada bidang, bahu lebar, dan tinggi yang Elea perkirakan 185 cm. Entah mengapa, Elea merasa semua yang ada di Geff merupakan jawaban dari doa-doanya.

"Kamu mau gak jadi suami aku?" Tanya Elea ngawur.

"Wah gila ni orang." Geff memandang Elea yang berada di atas dengan tatapan tak percaya. Wajah gadis itu dengan perilakunya sangat bertolak belakang.

"Nama kamu siapa?" Tanya Elea tak mau kehilangan kesempatan. Gadis itu berpegangan pada cabang pohon dengan erat agar tidak terjatuh ketika melihat ke bawah.

"Kepo lo," jawab Geff yang mendapat gelengan Elea.

"Ck, ck, ck. Kata mamah gak boleh jawab gitu tau." Tegur Elea sembari mengingat ketika mamahnya memperingati dirinya.

Pertama kali Elea menjawab 'kepo' adalah ketika gadis itu ditanya tukang sayur ingin membeli apa. Mamahnya yang mendengar Elea menjawab seperti itu langsung menceramahi gadis itu dari pasar sampai perjalanan pulang.

"Suka-suka gue lah," ujar Geff sembari tertawa kecil. Di mana mamah anak ini. Ceroboh sekali meninggalkan bocah main sendiri.

"Kamu kok ganteng?" Tanya Elea penasaran. Geff memang jawaban dari doa gadis itu.

"Tanya mak bapak gue." Entah kenapa Geff senang meladeni gadis gila di atasnya. Asyik sekali seperti mengobrol dengan bocil kematian.

"Boleh?" Tanya Elea antusias. Dia tak sabar melihat rupa mertuanya, apakah seperti sugar daddy?

"Kenapa gak boleh?"

"Jadi, boleh. Bapak kamu namanya siapa? Nanti aku tanya." Elea kembali melontarkan pertanyaan yang tak pernah Geff dengar. Baru pertama kali bertemu, gadis itu terus memberi kesan menarik pada Geff.

"Lo gila?" Tanya Geff memastikan. Walaupun wajah Elea tak menunjukan gadis itu gila, tapi setelah mendengar tingkah dan ucapan Elea, Geff jadi ragu.

"Enggak," jawab gadis itu santai.

"Terus ngapain di atas?"

"Kepo." Elea mengembangkan senyumnya karena mengucapkan kembali kata itu setelah sekian lama.

"Heh, sini lo turun!" Suruh Geff karena takut gadis itu terjatuh.

Masalahnya disini benar-benar sepi. Sedari dia bertemu dengan Elea, tak ada seorang pun yang lewat. Bahaya kalau gadis itu jatuh, Geff malas untuk menyeret tubuh Elea ke rumah sakit.

Elea menggelengkan kepalanya pelan, menatap ke bawah dengan hati-hati, takut tiba-tiba terpeleset.

"Gabisa." Jujur gadis itu.

Walaupun tadi sok-sokan ingin bunuh diri, Elea sebenarnya masih menyayangi nyawanya. Elea berpikir dia berada di momen yang tak akan bisa diulangi, yaitu ditinggalkan kekasih di hari pernikahan. Elea harus membuatnya lebih berkesan. Ya, dengan mencoba bunuh diri.

"Bisa naik, gabisa turun." Decak Geff tak mengerti tingkah gadis itu. Geff heran bagaimana caranya gadis itu naik ke atas dengan gaun yang ribet.

"Sini gue tangkep." Lanjut Geff. Laki-laki itu merentangkan tangannya menunggu gadis itu turun. Geff bisa saja meninggalkan Elea, tapi kok ya kasihan melihat gadis itu nangkring dengan gaun pengantin di atas pohon.

"Oke." Elea langsung menjatuhkan dirinya dari atas pohon tanpa banyak berpikir.

Geff yang melihat itu sontak panik, gadis itu turun tanpa ancang-ancang, membuat Geff harus cepat menyesuaikan diri.

Bruk.

Elea membuka matanya ketika merasa sudah aman di gendongan Geff. Mau dilihat dari atas maupun bawah seperti ini, wajah Geff tetap rupawan. Benar-benar tampan.

"Kalo turun tuh dipikir dulu," tegur Geff dengan nada lembut. Elea yang mendengar itu tersenyum-senyum seperti orang gila. Atau memang beneran dia gila.

Geff hendak menurunkan Elea dari gendongannya, tapi gadis itu malah semakin mengeratkan tangannya tak ingin diturunkan.

"Turun!" Laki-laki itu menggoyangkan tubuhnya agar Elea melonggarkan tangannya.

"Gak mau." Elea memasang wajah sok imut sembari menggelengkan kepalanya pelan.

"Lo berat," kata Geff yang sepenuhnya jujur.

Elea membulatkan matanya tak terima. Berat badan gadis itu sangat ideal dengan tinggi badannya. Terakhir dia menimbang, berat badannya cuma 42 kg.

"Gaunnya yang berat." Bela gadis itu. Elea menatap mata Geff yang tidak mau menatapnya, laki-laki itu melarikan pandangannya.

"Ya makanya turun." Laki-laki itu menghembuskan nafas kasar. Cukup lelah menghadapi gadis di gendongannya itu.

"Nanti kamu kabur," kata Elea. Gadis itu tak mau kehilangan jodoh yang mungkin dikirimkan tuhan atas doa-doanya selama ini.

"Gak," jawab Geff cepat. Sebenarnya Geff memang ingin kabur karena malas berurusan dengan Elea yang pastinya akan merepotkan.

"Janji ya? Sini cium dulu." Elea mengerucutkan bibirnya dan menarik wajah Geff mendekat. Geff langsung melepaskan tangannya di tubuh Elea yang mengakibatkan gadis itu jatuh dengan indahnya.

Elea terdiam, memproses apa yang terjadi baru saja. Gadis itu merebahkan tubuhnya di atas tanah dan kakinya menendang-nendang udara.

"Huaaa, sakit!" Elea menangis tanpa air mata seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan.

"Eh, eh maaf ya. Sumpah gue gak sengaja." Laki-laki itu bingung melakukan apa. Jangan salahkan dia menjatuhkan Elea, gadis itu hendak menciumnya. Hello, memang Geff laki-laki murahan.

"Tanggung jawab." Elea mengusap pipinya seolah ada air mata padahal tidak ada.

"Iya gue bakal tanggung jawab. Tapi lo diem." Geff bicara tanpa memikirkan dampak dari ucapannya. Dia hanya ingin Elea diam karena takut dikira melukai gadis itu.

Elea tersenyum lebar, bangkit dari posisi tidurannya, dan merapikan gaunnya yang sedikit kotor. Gadis itu terlihat baik-baik saja tak seperti semenit yang lalu.

"Lo tadi ngapain manjat pohon?" Tanya Geff penasaran.

"Mau bunuh diri," jawab Elea yang mendapat tertawaan Geff. Bagaimana bisa bunuh diri di pohon yang pendek itu. Paling parah juga patah tulang.

"Kok gak berani lompat?" Laki-laki itu bingung dengan pola pikir Elea, sangat diluar nalar.

"Takut mati." Elea menatap kakinya yang tidak memakai alas. Terlihat mendalami peran pengantin yang kabur. Padahal dia yang ditinggal kabur.

"Beneran gila," ucap Geff pada gadis di depannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status