Share

Bagian Enam

Anjel hanya diam dalam keheningan saat Bram memutuskan turun dari mobil lalu menghampiri wanita yang sepertinya telah menunggu kedatangan Bram itu. Anjel tak mau berpikir negatif, namun saat Bram memeluk wanita itu barulah Anjel mulai naik pitam.

“Ha? Apa-apaan dia itu?” gumam Anjel.

Setelah memeluk wanita itu, Bram kembali ke arah mobil lalu membukakan pintu untuk Anjel. Anjel berusaha untuk menutupi kekesalannya agar Bram tidak semakin menjadi-jadi.

“Ayo turun,” ucap Bram dengan senyum merekah, tanpa dosa.

Anjel hanya tersenyum tipis lalu turun dari mobil dengan anggun. Wanita itu memasang senyum yang begitu lebar. Anjel merasa bingung, mengapa wanita itu justru tersenyum? Siapa dia?

“Kenalkan, Kak. Dia Anjeline, calon istriku,” ungkap Bram malu-malu.

“Apa? Kak? Jadi .... “ gumam Anjel dalam hati.

Wanita itu berjalan mendekati Anjel lalu memeluknya erat. “Oh, Adik Cantik. Selamat datang.”

Anjeline rasanya ingin mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia berprasangka buruk bahwa wanita yang kini memeluknya adalah pacar simpanan Bram? Anjel merasa bersalah lalu melotot pada Bram yang tak mau berterus terang.

Anjel membalas pelukan Kakak Bram. “Terima kasih, Kak.”

Wanita itu melepas pelukannya lalu menatap Anjel lamat-lamat. “Panggil saja Chintya. Kak Chintya.”

Anjel mengangguk ramah. “Baik, Kak.”

Chintya memukul bahu Bram hingga lelaki itu mengaduh kesakitan. “Kenapa gadis secantik Anjeline baru dikenalkan hari ini?”

Bram yang masih mengusap bahunya hanya meringis. “Aku butuh waktu untuk menaklukkan hatinya, Kak.”

Chintya hanya tertawa lalu menatap Anjel. “Ayo masuk. Semua sudah menunggu di dalam.”

Chintya berjalan dahulu. Mata Anjel membulat menatap Bram. “Maksudnya semua?”

Bram tersenyum manis lalu mengamit lengan Anjel. “Ayo masuk dulu.”

Akhirnya Anjel menurut saja. Kini mereka bertiga memasuki lobi hotel yang mewah. Meski Anjel kerap pergi ke hotel mewah lainnya, namun untuk hotel ini saat inilah pertama kalinya meski lokasinya masih satu kota dengan kediaman Anjel.

Saat melintasi meja resepsionis, semua pegawai di sana serentak berdiri lalu membungkuk hormat pada Bram. Anjel sempat bingung, mengapa mereka melakukan itu? Anjel mendongakkan kepala untuk menatap Bram, namun lelaki itu hanya tersenyum sembari mengeratkan dekapannya pada Anjel.

Mereka memasuki ruangan dengan sebuah pintu besar di ujung lobi. Begitu pintu dibuka oleh kedua penjaga, Anjel nampak sebuah pemandangan mewah yang mungkin takkan ia lupakan. Sebuah family room yang luas dengan segala ornamen keemasan yang berkilau. Di tengah ruangan, terdapat meja makan besar dengan berbagai hidangan di atasnya.

“Selamat di ruang keluarga,” bisik Bram lembut.

Anjel menoleh cepat. “Ruang keluarga?”

“Ayo masuk!” Chintya melambai ke arah Bram dan Anjel.

Bram dan Anjel melangkahkan kaki mereka mendekati meja makan tersebut. Di sana tak hanya ada Chintya, ada lagi seorang pria paruh baya yang duduk di kursi utama dan dua anak-anak yang duduk di samping pria itu.

“Nah Anjeline, kenalkan. Ini Pras, suamiku. Pras adalah kakak ipar Bram, aku Chintya kakak kandungnya. Nah, dua putra putri ini adalah anak kami. Ayo kenalkan diri kalian.”

Chintya menggiring dua anaknya itu untuk mendekati Anjeline. Anjel memilih berjongkok untuk menyesuaikan tinggi badannya. “Saya Andi, tante,” ucap si anak laki-laki.

“Hai Andi, apa kabar?” Anjel mengusap ujung kepala Andi. Andi tersenyum ramah. “Baik.”

“Saya Cinta, Tante Anjeline.” Sapa anak perempuan satunya. Anjel tersenyum ramah lalu mengangguk. “Hai Cinta. Senang bertemu denganmu.”

Ternyata inilah tujuan Bram mengajak Anjeline kencan malam ini. Sebuah kencan makan malam bersama keluarga, mendekatkan Anjel dengan calon kakak ipar dan keponakannya. Anjel benar-benar bahagia, Bram tidak bermain-main dengannya. Selangkah lebih dekat dengan sebuah pernikahan yang bahagia.

***

Anjel merasa perkenalannya dengan Bram menjadi begitu cepat. Tidak ada rencana khusus, hanya melalui Azel yang sebenarnya iseng menjodohkan keduanya. Setelah pertemuan malam itu, Anjel diminta untuk menunggu sebentar lagi dan mereka akan segera melaksanakan pernikahan. Bram harus menyelesaikan sebuah projek di perusahaannya selama dua bulan dan setelah itu, akan berlanjut untuk mempersiapkan pernikahan.

Tak hanya keluarga Bram, ayah dan ibu Anjel pun turut bersuka cita. Kedua orang tua itu merencanakan banyak hal. Anjel harus membatalkan beberapa projek yang mengharuskan dirinya pergi keluar kota untuk mempersiapkan pernikahan. Kini Anjel lebih banyak menghabiskan waktunya di butik dan di rumah, hanya seperti itu.

Hari ini Anjel saatnya kembali bekerja di butik. Hari-harinya jadi lebih berwarna dan senyum tak kunjung surut dari wajahnya yang manis.

“Gaunya mau fitting di mana, Kak?” tanya Kristin di sela-sela waktu istirahat mereka.

Anjel yang tengah memasukkan sepotong cheese cake ke mulutnya mendadak terdiam, lalu menatap Kristin. “Um, haruskah aku mendesainnya sendiri?”

Kristin terdiam sejenak. “Kalau boleh saya memberi saran. Karena ini momen sakral, kakak harus membuatnya sespesial mungkin.”

“Benar. Sepertinya aku harus mulai mendesain gaun impianku.” Anjel meraih tabnya di atas meja lalu mulai membuat sebuah sketsa.

Kini Anjel dan Kristin larut dalam diskusi hangat mengenai gaun pernikahan. Hingga tak lama, pintu butik terbuka dan mendentingkan lonceng yang terpasang di ujung pintu.

“Selamat datang!” Kristin dengan sigap menyambut pelanggan lalu meninggalkan Anjel di kursi tamu.

“Oh, Kak Anjeline?” ucap Kristin.

Anjel mendongak karena Kristin menyebut namanya. Setelah tahu siapa tamu yang datang, Anjel langsung berdiri antusias. “Kak Chintya?”

Chintya berhambur memeluk Anjel, keduanya berpelukan erat seperti telah berpisah dalam waktu yang lama. “Ada apa, Kak?” tanya Anjel ramah.

“Ah, tidak ada sesuatu yang penting. Aku hanya ingin bertemu denganmu. Apakah aku mengganggu waktu kerjamu?”

Anjel menggeleng cepat. “Tidak sama sekali, Kak. Silakan duduk di sini.”

Anjel mempersilakan Chintya duduk di sofa tamu, sedangkan Kristin sudah bersiap untuk membuatkan minuman.

“Aku sering ke sini dulu, dan aku baru tahu kalau kamulah ownernya,” ucap Chintya membuka percakapan.

Keduanya kini larut dalam pembicaraan yang hangat. Chintya juga bercerita banyak hal tentang Bram dan terkadang membuat tawa Anjel lepas saat Chintya menceritakan hal konyol mengenai calon suaminya.

“Aku benar-benar senang saat Bram memberitahuku bahwa dia hendak menikah.”

Anjel mengernyitkan dahi. “Benarkah?”

Chintya mengangguk mantap. “Sebelumnya, Bram hanya dekat dengan beberapa wanita namun tidak berniat menikahi. Kupikir dia sudah tidak memiliki hasrat untuk menikah, tetapi ternyata ....  “ Chintya tertawa di akhir kalimatnya.

Anjel hanya tersenyum sembari tersipu malu. Namun tiba-tiba Chintya menghela napas panjang. “Pernah saat itu dia berencana mengenalkan seorang gadis padaku. Aku tidak tahu siapa nama gadis itu, aku hanya melihatnya sekilas saat berada di kantor Bram, namun saat itu juga aku menolak gadis itu.”

Tubuh Anjel menegang. “Di kantor?”

Chintya mengangguk. “Iya. Entah dia karyawan tetap atau hanya karyawan magang, aku tidak menyukainya.”

Anjel menelan salivanya. Siapa gadis yang dimaksud oleh Chintya? “Kalau boleh tahu, kenapa kakak tidak menyukai gadis itu?”

Chintya menghela napas panjang. “Saat itu—“

“Wah, ternyata ada di sini!”

Suara bass Bram memecah keheningan antara Anjel dan Chintya. “Sejak kapan kakak di sini?”

Tbc. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status