Untuk sesaat, aku merasa dunia ini hanya hayalan yang tidak nyata.-Yasmin.
***
Yasmin benar-benar tidak menyangka, besok adalah hari terakhirnya ia menyandang status single
dalam hidupnya.Hidupnya seperti kelinci yang kehilangan arah. Berjalan, lalu melompat lebih jauh dari seharusnya.
Bukankah baru kemarin ia duduk di bangku sekolah, memakai seragam putih abu-abu, dan bercanda ria bersama teman-temannya?
Cita-citanya tidak terhitung. Banyak sekali, sampai Chaira saja malas menghitungnya.
Yasmin tersenyum mengingat sahabatnya itu, Chaira berhasil kuliah dikampus keinginannya. Lalu kenapa dengan Yasmin?
Kenapa ia tidak mendapatkan satu dari banyaknya keinginannya? Kenapa ia harus melompat secepat itu?
Tak dapat dipungkiri, menjadi seorang istri adalah salah satu cita-cita Yasmin juga, dan menikah adalah solusinya. Namun tidak secepat ini, ia masih harus berjalan untuk mencapai satu demi satu impiannya.
Sekolah, kuliah sampai pendidikan tertinggi, bekerja, menjadi penulis, mempunyai butik muslimah, lalu menikah.
Bayangkan, betapa banyak cita-cita Yasmin yang terloncat.
Hal yang ia sesali, perihal peristiwa yang menimpa ayahnya, hingga membuat dirinya berada diposisi saat ini.
Dua Minggu yang lalu, ayahnya mengalami kecelakaan serius, saat berjalan pulang usai berjualan. Kecelakaan itu menyebabkan kedua kakinya lumpuh. Yasmin membayar banyak untuk biaya pengobatan sang ayah, padahal uang itu adalah tabungannya untuk memasuki kuliah. Itupun tidak seberapa, dengan total yang harus ia keluarkan.
Untunglah, orang yang menabrak ayahnya mau bertanggung jawab,
"Saya menghabiskan banyak untuk anda. Apa anda Sudi membantu saya kali ini?"
"Tidak perlu sungkan, katakan saja apa yang harus saya lakukan? Jika saya mampu, pasti saya bantu."
"Saya ingin putri anda menikah dengan putra tunggal saya."
Begitulah kira-kira percakapan antar dua orang, yaitu ayahnya dan orang yang menabrak, yang Yasmin dengar sewaktu dirumah sakit.Yasmin tidak sanggup mendengar lebih jauh, ia tidak mau tahu keputusan apa yang di ambil ayahnya. Biarlah, waktu yang perlahan akan menjawabnya.
Pria itu ... pria yang akan menjadi suaminya, Yasmin belum mengenal lebih jauh seperti apa dia. Yasmin bahkan hanya bertemu satu kali saat lamaran saja, itupun hanya beberapa saat. Melihat sikapnya, Yasmin yakin calonnya itu juga tidak ingin dijodohkan dengannya.
Andaikan kisah hidupnya seperti di novel-novel yang pernah ia baca. Meski dijodohkan, akan hidup bahagia pada akhirnya.
***
"Putri ayah yang tercantik."
Sambil tersenyum, ayah Yasmin mengusap kepala putri semata wayangnya itu."Bukankah itu karna aku Putri ayah?"
Jawab Yasmin yang hampir meneteskan air mata."Hanya ada kebahagiaan untuk putri ayah. Mulai sekarang, kamu tidak boleh menangis."
Yasmin memeluk sang ayah.
"Ini untuk kebaikan ayah dan Yasmin kan? Ayah akan baik-baik saja kan?"
"Kenapa menghawatirkan ayah? Ayah tidak akan sendirian, sebentar lagi ibumu pulang."
Ibu Yasmin adalah seorang TKW di Hongkong. Dihari pernikahannya ini, sang ibu tidak bisa menghadiri.
***
"Saya terima nikah dan kawinnya Yasmin binti Ibrahim dengan seperangkat alat sholat dan emas delapan puluh gram dibayar tunai."
Dengan lantang, Arsen mengucap ijab kabul didepan penghulu dan disaksikan banyak orang.
Yah, hari ini ia menikah dengan gadis yang tidak ia kenal sebelumnya. Arsen tidak punya cukup keyakinan bahwa ia akan menyukai gadis yang sekarang sudah menjadi istrinya itu. Ia bahkan tidak tertarik untuk menilai seperti apa wanita yang kini duduk disebelahnya.
Hidupnya sudah kacau, namun kini sang ayah melengkapinya dengan seenak hati menjodohkan Arsen.
Umurnya sudah menginjak dua puluh delapan tahun. itu artinya, jika dibandingkan dengan Yasmin, umurnya terpaut sembilan tahun lebih tua.
"Entah apa yang ayahku pikirkan, mencarikan istri dibawah umur begini." gumam Arsen sambil melirik sekilas pada Yasmin.
Sementara Yasmin hanya menunduk dari tadi. Kini mereka sudah duduk di atas pelaminan.
Pura-pura tersenyum, bahagia, dan bercanda ria.
"Chaira ... hiks, huuuu ..." Yasmin tumbang dipelukan sahabatnya. Ia menumpahkan segala emosi yang terpendam dari kemarin.
Begitupun Chaira, ia ikut bersedih melihat sang sahabat menangis dipelukanya.
"Yasmin, jangan nangis ... huhuuu ..." Chaira mengusap punggung Yasmin sambil ikut menangis.
Arsen menatap takjub istri dan temanya itu. Bisa-bisanya mereka menangis berjamaah di atas pelaminan.
"Apa kalian tidak akan bertemu lagi setelah ini?" tegur Arsen, mengisyaratkan banyak tamu undangan berdiri dibelakang mereka.
"Yasmin adalah gadis yang baik, tolong jangan sakiti dia Pak."
"Apa kamu bilang? siapa bapak?" Arsen terkejut mendengar ucapan gadis berjilbab cream itu. Memangnya Arsen setua itu?
"Apa aku terlihat seperti gurumu? Huh?" lanjut Arsen.
"Ma'af Pak. eh, Om."
Arsen membulatkan matanya.
"Sudah, sudah ... Chaira, nanti kita bicara lagi ya ..."
Dengan segera Yasmin menengahi perselisihan antara Chaira dan suaminya.
Jujur saja, Yasmin sempat lega akan itu, rupanya suaminya yang terlihat cuek itu, ternyata tidak seperti yang ia bayangkan. Dari tadi, Yasmin baru mendengar suaranya. Ia sangat bersyukur.
"Temanmu lancang sekali. Lihat aku!" Arsen menyerongkan duduknya agar wajahnya bisa terlihat jelas dimata Yasmin.
"Apa aku terlihat sangat tua? Apa make up menjadikanku terlihat tua?"
Arsen bertanya berkali-kali pada Yasmin. Hal itu membuat Yasmin tersenyum.
"Nggak kok, Mas Arsen terlihat muda dan tampan."
Diam sebentar, Arsen terkesiap.
Tidak tidak!! Mengapa Arsen merasa malu mendengar jawaban Yasmin? Dan apa itu? Kenapa wajah Yasmin terlihat sangat cantik?Ini bukan kali pertamanya Arsen mendengar pujian ketampanan nya. Tapi, kenapa ia jadi segugup ini?
Dan lagi, akhirnya ia memperhatikan wajah istrinya itu. Padahal, beberapa mantan pacarnya sangat cantik dan seksi. Ada juga yang berprofesi sebagai model, tentu dengan itu, Arsen sudah banyak menemui wanita-wanita cantik.Tapi melihat Yasmin, kenapa rasanya seperti baru? Yah, rasanya seperti baru kali ini ia melihat wanita secantik Yasmin.
Sadarlah Arsen, dia bahkan seorang gadis dibawah umur. Bagaimana bisa ia menyebut nya sebagai wanita? Apa ia boleh menggaulinya..
Ya Tuhan! Kenapa pikirannya kemana-kemana??
-"Mas Arsen?" Yasmin mencoba memanggil lelaki yang duduk di depannya. Kali ini mereka sedang beristirahat dan makan siang.
"Kenapa mas diam saja daritadi? Maafkan sahabat aku ya, Chaira itu bukan seorang yang bisa bersikap lancang. Dia orang yang baik, dia sangat cerewet dan kadang ceroboh. Ia juga bisa menjadi cuek dan sombong, atau bahkan jadi pendiam. Dia tipe orang yang tidak mudah bergaul, makanya jadi pendiam. Tapi kalau sudah kenal, semua orang akan senang berteman dengannya."
Yasmin bercerita tentang sahabatnya dengan sangat senang. Seolah ia sedang memamerkan sahabat yang begitu ia banggakan. Ia bahkan tak malu menceritakan pengalamannya bersama Chaira saat di sekolah.
Cerita itu sama sekali tidak penting untuk didengarkan, tapi kenapa Arsen menikmatinya? Bukan isi cerita nya yang menarik, melainkan cara Yasmin bercerita.
Ia benar-benar gadis yang lembut.
Tutur Arsen dalam hati.
Apakah Arsen jatuh cinta, pada pandangan kali ini?
***
Love dari Mas Arsen🥰
"Cepat siapkan mobil saya Pak!" perintah Arsen yang langsung dituruti Pak Adi.Adi melajukan mobil sambil bercerita. "Tadi saya lagi nongkrong tuh Pak, di pangkalan sini, dekat mamang penjual sate. Tiba-tiba Non Yasmin telpon, tapi ternyata itu orang lain, bilang kalo yang punya HP kecelakaan di lampu merah jalan Purnama sakti." jelasnya."Kenapa orang itu gak telpon saya?" tanya Arsen penasaran. Teman-temannya tidak ikut serta karna sudah larut. Apalagi Ardi yang sudah berkeluarga."Saya kurang tau Pak, tapi biasanya kan yang dihubungi itu nomor panggilan terakhir. Saya ingat tadi waktu mau ngantar teman-temannya Pak Arsen, Non Yasmin sempat telpon saya untuk jemput. Tapi saya sudah disuruh antar teman Pak arsen, jadi saya tidak bisa." tutur Adi.Arsen merutuki kebodohannya. Kalau sudah seperti ini, hanya penyesalan yang dirasakannya sekarang. Dalam hati, ia terus menggumamkan maaf untuk Yasmin. Tangan kanannya mengusap wajah kasar. Bi Narti tidak ikut serta karna wanita itu di rumah
"Apa kabar Bu?" Yasmin berhambur ke pelukan ibunya. Menyalurkan rasa rindu sekaligus perasaan sedih yang tengah dialaminya saat ini. Yah, suasana hatinya sedang tidak baik.Fatimah-Ibu Yasmin, membalas pelukan anaknya setelah menaruh barang. "Ibu baik, kamu sehat?" Ia menatap wajah putri semata wayangnya itu dengan baik. Sudah dewasa. Fatimah bahkan lupa kapan terakhir kali ia memandang putrinya seperti ini.Hampir tujuh tahun lamanya Fatimah merantau di negeri orang. Dengan tekad yang kuat, ia memaksakan keinginannya meski suaminya tidak mengizinkan. Saat itu Yasmin masih duduk di kelas enam SD. Posisinya waktu itu, ia tidak terlalu mengerti mengapa Ibunya harus pergi sangat jauh hanya untuk bekerja. Namun semakin dewasa, Yasmin mengerti, semua dilakukan untuknya juga.Mereka sudah berada di dalam taksi. Fatimah bersandar pada kursi mobil, tangannya tak henti mengusap kepala Yasmin dengan sayang. "Ibu hanya pergi lama, tapi tidak cukup membe
"Nikah yuk!" Ajakan itu bukan pertama kalinya Rayyan lontarkan, tapi berhasil membuat Kinanti tak berkutik. Kenapa? Bukankah ini yang ditunggu sedari tadi? Apa karna kali ini Kinanti menantikannya? Jika yang mengucapkannya itu Gibran, pasti Kinanti akan lebih terkejut sekaligus senang berkali-kali lipat. Tapi tidak, Ia tidak boleh memikirkan lelaki itu lagi. Sudah dapat berlian, kenapa harus memungut batu? Akhinya, dengan percaya diri, Kinanti berkata, "Ayok!" Rayyan mengalihkan pandangan sambil mengulum senyum, "Jangan senyum seperti itu." perintahnya. Setengah terkejut karna baru sekarang Kinanti tersenyum, saat di mobil tadi hanya diam saja. "Kenapa? Aku cantik ya?" Rayyan mengeratkan genggamannya seraya tertawa lepas. Ledekan demi ledekan mereka terima sepanjang hari. Baik itu berasal dari dosen, maupun para mahasiswa._ Rayyan tersenyum melihat Kinanti yang tengah fokus dengan ko
Tidak ada hari yang indah. Bagi Kinanti, tidak ada lagi hari yang indah setelah semua keinginannya melebur. Setelah takdir ternyata tak berpihak padanya. Wanita itu berdiri tepat di depan jendela kamar yang terbuka, menatap kosong apapun di hadapannya. Sial, bahkan di saat seperti ini, kenangan itu terus keluar menyeruak dari ingatannya, masuk ke dalam pikirannya yang sedang kosong. "Kamu cantik sekali. Kamu tau, kata teman-temanku, kamu adalah idaman semua pria. Aku beruntung memiliki kamu." Gibran mengecup lembut tangan Kinanti seraya menatap matanya. Mengerling dengan pandangan nakal. Kinanti mengalihkan pandangan, semburat merah bisa menjelaskan sipu malu yang dirasakannya. "Kamu tidak berniat menjadi model?" Seharusnya Kinanti sadar dengan pertanyaan sederhana yang dilontarkan Gibran waktu itu. Lelaki itu berharap Kinanti menjadi model? Kenapa seseorang yang mencintainya rela mem
"Hih, dasar anak Korea! gitu aja marah. jadi laki kok gak ada pengertiannya." Chaira terpaksa bejalan sendirian, karna Jun Ki meninggalkannya. Tak lama, Bian dan Sandi menghampiri Chaira."Ra, emang kalian benean pacaran ya?" Chaira menoleh sekilas, tidak tertarik dengan pertanyaan yang dilontakan Bian. Mereka berjalan beriringan ke tempat parkir. "Harus ya, aku kasih tau?" jawab Chaira dengan malas. "Jelas dong, kalau kalian menutupi sebuah hubungan, efeknya gak akan baik." jelas Sandi. Chaira mengernyit, "Kenapa?" Sandi sampai berhenti bejalan sebentar untuk menjelaskan masudnya. Chaira dan Bian ikut berhenti."Presentasi orang ketiga akan meningkat. Menutupi sebuah hubungan akan membuat kalian didekati banyak orang, tanpa tau kalau kalian sudah punya pasangan." "Susah ya jelasinnya, tapi aku ngerti kok. Makasih ya." tutup Chaira.Ia menyadari perkataan Sandi memang ada benarnya. Memangnya Chai
"Kamu ngapain sih, masih di sini?" Chaira berkacak pinggang, sambil terus memperhatikan lelaki yang duduk di sampingnya. Ini kali pertamanya Jun ki menemani Chaira bekerja, lebih tepatnya sih merecoki. Bahkan cowok itu dengan lantangnya mengatakan, bersedia menemani Chaira setiap hari. Hmm, pacarnya itu membuat pusing saja. Masalahnya, bukan bantuan yang dia berikan, tapi gangguan. Selain merecoki saat Chaira meracik, Jun ki kerap digoda oleh pelanggan wanita. Menambah Chaira kesal, sehingga membuat bibirnya maju beberapa senti. Jelas hal itu sangat mengganggu Chaira, bagaimana kalo bosnya datang? Jun ki tidak tau saja watak bosnya Chaira yang sangat tegas dan nyaris tidak pernah tersenyum. "Sayang, kalau kamu cemburu bilang saja ... nanti kalau ada gadis pelanggan, aku akan bersembunyi." "Apa kamu bilang?" Chaira duduk kembali di kursinya. Sial, Jun ki selalu mengatakan hal-hal yang tidak biasa didengar oleh Chaira. Ia bing