Beranda / Romansa / UNFINISHED PAST / BAB 6 | Tatapan Penasaran

Share

BAB 6 | Tatapan Penasaran

last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-25 17:46:20

"Gimana Jun Ki, kamu betah kuliah di sini?" tanya Ayah Lee Jun Ki saat sedang menyantap makan malam.

"Ya betah, bukan pertama kalinya aku sekolah disini." jawab Jun ki.

"Bagus, kamu belajar bahasa Indonesia dengan baik."

"Ayah, bukankah dia sudah lama tinggal di Indonesia? kenapa juga dia harus salah menggunakan bahasa Indonesia lagi?" adik Jun Ki yang biasa disapa Jung hee, ikut menanggapi.

"Karna dua tahun kemarin Jun Ki tinggal dikorea, bahasa Indonesianya jadi berantakan." jawab sang Ayah.

"Lagian Jun Ki gak mungkin gak betah lah yah, di sana kan banyak perempuan cantik." celetuk Jung hee seraya terkekeh.

Apa-apaan adiknya itu, Jun Ki bahkan tidak pernah memperhatikan para gadis di kampusnya. Yang penting baginya adalah, ia mempunyai teman yang bersedia mengingatkannya.

***

Semua orang tengah memperbincangkan video viral di sosial media. Termasuk Jun Ki dan kedua temanya.

Jun Ki tengah melihat video yang viral tersebut. Ia menggelengkan kepalanya. Kenapa lagu dangdut bisa seenak itu didengarnya? Apa karna penyanyinya bersuara indah?

"Cantik gak Jun?" tanya Bian saat melihat Jun Ki tengah menikmati video tersebut.

"Lumayan, Tapi aku lebih suka suaranya." jawab Jun Ki.

"Ck ck, Gimana caranya supaya gue terkenal juga ya? Supaya warga fesbuk tuh geger gitu, karna gue?"

Jun Ki menoleh mendengar ucapan bian. "Coba kamu upload foto, gayanya sepeti ini." Jun Ki memperagakan gaya menyilangkan dada sambil tersenyum, lalu diikuti Bian.

"Tapi telanjang."

"Hahaha ..." Sandi yang sedari tadi memperhatikan ke dua temanya, tertawa terbahak-bahak.

"Gila lu ya?" Bian menyesal mendengar saran dari Jun Ki. Bisa-bisanya teman Koreanya itu memberi saran nyeleneh.

Kalau gitu sih, Bian bukanya terkenal karna prestasi, malah kena bully.

Ketika semua mahasiswa memasuki kelas, itu menandakan dosen sedang di perjalanan menuju kelas. Namun Jun Ki dan beberapa temannya, masih saja bercanda ria. Hingga mereka tak sadar dosen sudah berdiri didepan mereka.

"Jun Ki, pindah! Tuh, di sebelah sana." Perintah sang dosen tanpa basa-basi.

"Baik pak." ucap Jun Ki seraya menundukkan kepalanya.

Tak disangka, Jun Ki berganti tempat duduk menjadi di sebelah Chaira. Dan perempuan yang di sebelah Chaira sebelumnya, bertukar menjadi di sebelah Sandi.

"Setiap mata kuliah saya, kamu disitu." perintah Pak Dosen lagi yang mau tidak mau, harus Jun Ki turuti.

Chaira menoleh ke arah Jun Ki, ya ampun, ujian macam apa ini? Chaira didekatkan dengan Oppa-Oppa Korea!

Dilihat dari dekat, Jun Ki memang tampan seperti artis Korea pada umumnya.

Huh, seharusnya Chaira tidak boleh memperhatikannya.

"Kira?"

Chaira menoleh, apakah barusan Jun Ki memanggilnya? Tapi, itu bukan namanya.

Kedua mata mereka bertemu, kini Chaira yakin Jun Ki memang memanggilnya.

"Kamu bawa pulpen lagi?" tanya Jun Ki pada Chaira.

"Ada." Chaira langsung memberikan pulpennya yang lain kepada Jun Ki.

"Pinjam dulu ya, aku lupa bawa."

"Iya, tapi jangan manggil kira dong emang namaku ragu-ragu apa?" sarkas Chaira.

Jun Ki terkekeh, "Kira-kira, aku harus panggil kamu apa?"

"Chaira, namaku Chaira!" tegas Chaira.

"Oke anak-anak, Bapak yakin semua yang ada disini akan menjadi pengusaha sukses. Nah, sekarang Bapak mau tanya, apa rencana kalian untuk mewujudkan hal tersebut? Jelaskan lebih spesifik!" perintah Pak Dosen. Lalu beliau menunjuk bangku ke dua terakhir, yang tak lain adalah Bian.

"Saya pak? Hmm ... saya mau membuat usaha Restoran ayam di luar negri!" ucap Bian dengan semangat.

"Restoran ayam apa?" tanya salah satu mahasiswa yang duduk didepan bangku bian.

"Banyaklah ... ayam bakar, ayam goreng, ayam rebus, ayam ungkep, ayam geprek, ayam suir, pepes ayam, hmm..." celoteh Bian, seolah membayangkan makanan yang disebutnya.

"Kamu lapar?" celetuk Jun Ki tiba-tiba, yang disambut tawa oleh teman-temannya.

"Sudah, sudah. Kalau kamu mau menjadi pengusaha seperti apa Jun Ki?" tanya Pak Ilham pada Jun Ki.

"Aku mau mendirikan perusahaan properti pak." jawab Lee Jun Ki, lalu semua teman-temannya bertepuk tangan.

"Bagus! Kalau kamu Seno?"

"Saya mah mau jadi investor sukses aja pak!"

"Kamu." tunjuk Pak Ilham, kali ini pada seorang perempuan.

"Saya ingin mewujudkan mimpi semua orang pak!"

"Apa itu?"

"Pertama, saya mau bergabung dengan perusahaan indom*e, saya akan membuat kemasan satu setengah mie, selain itu, saya juga mau membuka restoran mie, dengan rincian semua rasa yang Indom*e ciptakan di bungkus mie."

"Waahh ... lo bener-bener mewujudkan mimpi gue jeng! Inget ya, nanti, gue akan menjadi pelanggan pertama di restoran lo." ujar Bian dengan lantang.

Sang Dosen hanya tersenyum mendengar cita-cita mahasiswanya, tak lama setelah obrolan hangat itu, Pak Ilham melanjutkan dengan pelajaran.

Usai kuliah dari Pak Ilham, Jun Ki kembali ke tempat sebelumnya untuk melanjutkan mata kuliah yang lain. Sebelum itu, ia meminta bertukar tempat lagi pada Ratna.

"Ratih!"

"Siapa Ratih?" Ratna heran kenapa Jun Ki menghampirinya namun dengan nama yang salah.

"Haha, namanya Ratna Jun ki ..." ucap Sandi seraya terkekeh.

"Maaf, Ratna, tuker tempat lagi."

"Oke."

Bian yang tadi duduknya ditukar juga, memilih bertukar tempat kembali.

"Paha mulus, kaki buriq!" seraya bersiul, Bian memindahkan tasnya ke tempat duduk semula.

Ajeng menepuk lengan Bian sambil tertawa. "Hahaha ... brisik!"

"Apaan lu? Ngerasa ya?"

"Enak aja lo! Liat nih, kaki gue gak buriq sorry ya ... wlee ..." Ajeng memperlihatkan kedua punggung kakinya yang lumayan mulus, lalu memeletkan lidahnya meledek Bian.

"Dih, hampir buriq itu!"

"Eh eh, Mrs.Hana gak masuk!" Semua bersorak mendengar salah satu Dosen cerewet itu tidak datang. Yang artinya, Kinanti akan menjadi pengganti sementara untuk menghadiri kelas.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa Kinanti adalah Asisten Dosen yang sangat cantik dan supel. Sehingga, banyak mahasiswa yang menantikan dibimbing olehnya.

"Siang adik-adik.."

***

Pelajaran usai.

"Kinanti tuh cakep banget tau! Jauhlah, sama mantan gue." ujar Sandi, saat Kinanti meninggalkan kelas.

"Iyalah, Kinanti mah bening dari lahir." timpal Bian.

"Kalo mantan gue?"

"Bening dari pagi." celetuk Jun Ki.

"Haha kalo udah siang, keliatan aibnya." Bian tertawa puas seraya mengacungkan jempolnya pada Jun Ki.

"Bagus Jungki! Hahaha ..."

"Haha, kurang ajar lo!" timpal Sandi.

"Paha mulus, kaki buriq!" sudah pasti, ini Bian yang mengatakannya.

Jun Ki sampai terheran-heran, kenapa Bian begitu menyukai kata-kata itu.

"Itu sangat vulgar." Gumam Jun Ki yang terdengar oleh ke dua temanya, Mereka sedang di perjalanan pulang.

"Vulgar apaan? Tau apa lo?" tanya bian.

"Nih ya, kata-kata itu, sangat bagus sekali Jungki." lanjut Bian mencoba mengikuti Jun Ki berbahasa baku.

Tiba-tiba Jun Ki memanggil seseorang

"Chaira!"

***

restianiastuti48

jangan lupa komen dan berlangganan ya!

| Sukai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • UNFINISHED PAST   BAB 29 | Gugur

    "Cepat siapkan mobil saya Pak!" perintah Arsen yang langsung dituruti Pak Adi.Adi melajukan mobil sambil bercerita. "Tadi saya lagi nongkrong tuh Pak, di pangkalan sini, dekat mamang penjual sate. Tiba-tiba Non Yasmin telpon, tapi ternyata itu orang lain, bilang kalo yang punya HP kecelakaan di lampu merah jalan Purnama sakti." jelasnya."Kenapa orang itu gak telpon saya?" tanya Arsen penasaran. Teman-temannya tidak ikut serta karna sudah larut. Apalagi Ardi yang sudah berkeluarga."Saya kurang tau Pak, tapi biasanya kan yang dihubungi itu nomor panggilan terakhir. Saya ingat tadi waktu mau ngantar teman-temannya Pak Arsen, Non Yasmin sempat telpon saya untuk jemput. Tapi saya sudah disuruh antar teman Pak arsen, jadi saya tidak bisa." tutur Adi.Arsen merutuki kebodohannya. Kalau sudah seperti ini, hanya penyesalan yang dirasakannya sekarang. Dalam hati, ia terus menggumamkan maaf untuk Yasmin. Tangan kanannya mengusap wajah kasar. Bi Narti tidak ikut serta karna wanita itu di rumah

  • UNFINISHED PAST   BAB 28 | Kecelakaan kecil

    "Apa kabar Bu?" Yasmin berhambur ke pelukan ibunya. Menyalurkan rasa rindu sekaligus perasaan sedih yang tengah dialaminya saat ini. Yah, suasana hatinya sedang tidak baik.Fatimah-Ibu Yasmin, membalas pelukan anaknya setelah menaruh barang. "Ibu baik, kamu sehat?" Ia menatap wajah putri semata wayangnya itu dengan baik. Sudah dewasa. Fatimah bahkan lupa kapan terakhir kali ia memandang putrinya seperti ini.Hampir tujuh tahun lamanya Fatimah merantau di negeri orang. Dengan tekad yang kuat, ia memaksakan keinginannya meski suaminya tidak mengizinkan. Saat itu Yasmin masih duduk di kelas enam SD. Posisinya waktu itu, ia tidak terlalu mengerti mengapa Ibunya harus pergi sangat jauh hanya untuk bekerja. Namun semakin dewasa, Yasmin mengerti, semua dilakukan untuknya juga.Mereka sudah berada di dalam taksi. Fatimah bersandar pada kursi mobil, tangannya tak henti mengusap kepala Yasmin dengan sayang. "Ibu hanya pergi lama, tapi tidak cukup membe

  • UNFINISHED PAST   BAB 27 | Khawatir

    "Nikah yuk!" Ajakan itu bukan pertama kalinya Rayyan lontarkan, tapi berhasil membuat Kinanti tak berkutik. Kenapa? Bukankah ini yang ditunggu sedari tadi? Apa karna kali ini Kinanti menantikannya? Jika yang mengucapkannya itu Gibran, pasti Kinanti akan lebih terkejut sekaligus senang berkali-kali lipat. Tapi tidak, Ia tidak boleh memikirkan lelaki itu lagi. Sudah dapat berlian, kenapa harus memungut batu? Akhinya, dengan percaya diri, Kinanti berkata, "Ayok!" Rayyan mengalihkan pandangan sambil mengulum senyum, "Jangan senyum seperti itu." perintahnya. Setengah terkejut karna baru sekarang Kinanti tersenyum, saat di mobil tadi hanya diam saja. "Kenapa? Aku cantik ya?" Rayyan mengeratkan genggamannya seraya tertawa lepas. Ledekan demi ledekan mereka terima sepanjang hari. Baik itu berasal dari dosen, maupun para mahasiswa._ Rayyan tersenyum melihat Kinanti yang tengah fokus dengan ko

  • UNFINISHED PAST    BAB 26 | Berusaha Lagi

    Tidak ada hari yang indah. Bagi Kinanti, tidak ada lagi hari yang indah setelah semua keinginannya melebur. Setelah takdir ternyata tak berpihak padanya. Wanita itu berdiri tepat di depan jendela kamar yang terbuka, menatap kosong apapun di hadapannya. Sial, bahkan di saat seperti ini, kenangan itu terus keluar menyeruak dari ingatannya, masuk ke dalam pikirannya yang sedang kosong. "Kamu cantik sekali. Kamu tau, kata teman-temanku, kamu adalah idaman semua pria. Aku beruntung memiliki kamu." Gibran mengecup lembut tangan Kinanti seraya menatap matanya. Mengerling dengan pandangan nakal. Kinanti mengalihkan pandangan, semburat merah bisa menjelaskan sipu malu yang dirasakannya. "Kamu tidak berniat menjadi model?" Seharusnya Kinanti sadar dengan pertanyaan sederhana yang dilontarkan Gibran waktu itu. Lelaki itu berharap Kinanti menjadi model? Kenapa seseorang yang mencintainya rela mem

  • UNFINISHED PAST   BAB 25 | Hubungan Yang Terbuka

    "Hih, dasar anak Korea! gitu aja marah. jadi laki kok gak ada pengertiannya." Chaira terpaksa bejalan sendirian, karna Jun Ki meninggalkannya. Tak lama, Bian dan Sandi menghampiri Chaira."Ra, emang kalian benean pacaran ya?" Chaira menoleh sekilas, tidak tertarik dengan pertanyaan yang dilontakan Bian. Mereka berjalan beriringan ke tempat parkir. "Harus ya, aku kasih tau?" jawab Chaira dengan malas. "Jelas dong, kalau kalian menutupi sebuah hubungan, efeknya gak akan baik." jelas Sandi. Chaira mengernyit, "Kenapa?" Sandi sampai berhenti bejalan sebentar untuk menjelaskan masudnya. Chaira dan Bian ikut berhenti."Presentasi orang ketiga akan meningkat. Menutupi sebuah hubungan akan membuat kalian didekati banyak orang, tanpa tau kalau kalian sudah punya pasangan." "Susah ya jelasinnya, tapi aku ngerti kok. Makasih ya." tutup Chaira.Ia menyadari perkataan Sandi memang ada benarnya. Memangnya Chai

  • UNFINISHED PAST   BAB 24 | Hubungan Yang Terbuka

    "Kamu ngapain sih, masih di sini?" Chaira berkacak pinggang, sambil terus memperhatikan lelaki yang duduk di sampingnya. Ini kali pertamanya Jun ki menemani Chaira bekerja, lebih tepatnya sih merecoki. Bahkan cowok itu dengan lantangnya mengatakan, bersedia menemani Chaira setiap hari. Hmm, pacarnya itu membuat pusing saja. Masalahnya, bukan bantuan yang dia berikan, tapi gangguan. Selain merecoki saat Chaira meracik, Jun ki kerap digoda oleh pelanggan wanita. Menambah Chaira kesal, sehingga membuat bibirnya maju beberapa senti. Jelas hal itu sangat mengganggu Chaira, bagaimana kalo bosnya datang? Jun ki tidak tau saja watak bosnya Chaira yang sangat tegas dan nyaris tidak pernah tersenyum. "Sayang, kalau kamu cemburu bilang saja ... nanti kalau ada gadis pelanggan, aku akan bersembunyi." "Apa kamu bilang?" Chaira duduk kembali di kursinya. Sial, Jun ki selalu mengatakan hal-hal yang tidak biasa didengar oleh Chaira. Ia bing

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status