Share

Cobaan berat

“Sudah bangun kau rupanya!“

“Hebat sekali, kau baru beberapa hari di rumah ini, namun lihat sikapmu? Kau berlagak seperti ratu saja. “

Devita menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka lebar, rupanya di depan sana sudah ada sang ibu mertua sudah berdiri di depan pintu, menatap sini pada gadis itu, Devita yang nyatanya masih terkulai lemas di atas tempat tidur.

“Bangu!”

“Apa lagi yang kau tunggu?

“Kau tahu sudah jam berapa ini?

Marta, sang ibu mertua melirik ke arah benda bundar itu, mesin waktu yang sudah menunjukkan angka setengah delapan, pagi.  Entahlah, padahal hari itu memang masih terlalu dini, namun hanya keluarga inilah yang paling sibuk, apalagi nyonya Marta, dia tak ingin melihat seseorang di dalam  rumahnya hanya bermalas-malasan saja.

Malam tadi, adalah malam yang terindah seharusnya yang dilalui Devita, malam pengantin yang berhiaskan selimut mesra dan kasih sayang dalam pelukan manja mesra, ini adalah malam bulan madu pertama mereka.

“ Ya bu, maaf aku terlalu kelelahan.,

“Aku akan bangun. “

Devita menyibak selimut tebal yang tadinya sejenak mengurangi rasa lelahnya sehabis bertarung dengan suaminya, menebar benih kehidupan dengan harapan menghadirkan keturunan.

Wajah Devita terlihat agak menunduk, dia tak berani menatap sang ibu mertua yang kini  berada tak jauh darinya

 Memang hanya Nyonya Marta yang tak pernah menyetujui hubungan mereka , namun kuatnya cinta mengalahkan penghalang kokoh itu.  Andre sudah berjanji apapun yang akan terjadi, laki-laki ini akan tetap teguh dengan cintanya,  cinta yang tumbuh diantara kelas sosial ekonomi yang berbeda.

“Kau seharusnya menunjukkan padaku gadis miskin!

“Bagaimana caranya menjadi menantu yang baik pada keluarga ini!”

Kata-kata ketus itu begitu saja keluar dengan lancar, Devita tahu sang ibu mertua tidak pernah menyukai dirinya.

“Malam dan pesta pernikahan kalian telah usai, sementara Suamimu sudah berangkat ke kantornya masih terlalu pagi, tapi kauu....? Kau tidak melakukan apa-apa selain berbaring di sana...?

“Bahkan menyiapkan sarapan untuk puteraku saja kau tidak....! “

Wajah sang ibu mertua mulai sedikit murka, mungkin sudah memuncak pada Devita yang dianggapnya tidak becus dalam mengurus keperluan putranya, bukan Devita tidak ingin melakukan tugasnya, tapi Andrelah yang meminta untuk Devita tidak terlalu menguras tenaganya, dia mengerti  bahwa momen acara pernikaha n besar itu benar-benar menguras tenaga.

Devita hanya terlihat menunduk dan kembali menguatkan hatinya, namun dari kedua matanya itu tak bisa dibohongi, sejenak air bening itu menetes membasahi pipinya yang ranum.

Sementara itu, nyonya Marta pergi meninggalkan Devita begitu saja, dia kembali ke ruang tamu menemui suaminya di sana, dengan wajah kusut marut.

“Lihatlah,,,?

“Kenapa wanita itu selalu diperingatkan dulu baru bisa melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga!”

“Apa yang membuat Andre putra kita jatuh cinta padanya,..ini gila!!“

Begitu ketus, saat obrolan itu terjadi di ruang tamu.

Ya, walaupun dari balik dapur sana, Devita sang perempuan malang yang kini terbelenggu dalam keluarga besar nyonya Marta dan tuan Wicaksono. Ini benar-benar memang tak punya hati, apa yang dikatakan bahkan dilontarkan dari mulut wanita bernama nyonya Marta benar-benar pedas dan membekas luka.

Tuan wicaksono, dia melihat tingkah istrinya di sana yang duduk di atas sofa empuk, mereka sedang berada di ruang tamu, menonton acara televisi adalah kesukaan keluarga ningrat dan kaya itu, mereka memiliki beberapa orang-orang penting yang mengurus bisnis keluarga mereka, ini masih terlalu pagi memang, hanya terkadang saja mereka memantau perusahaan dan bisnis mereka pada saat-saat senggang.

“Husss, kau jangan berkata seperti itu bu, tidak baik.“

“Bagaimana kalau Devita mendengar apa yang kau katakan? Bagaimana pun,dia juga menantu kita sekarang bu. “

Seorang laki-laki yang duduk tak jauh dari nyonya Marta berperawakan gagah tinggi  dengan rambut yang sedikit ditumbuhi uban dialah tuan Wicaksono. Tuan Wicaksono tahu akan watak istrinya

Tak patah semangat selalu menasehati istrinya,

namun percuma, nasehat keras tak berlaku bagi mertua bernama nyonya Marta yang berwatak keras itu. Walaupun dia sebagai kepala rumah tangga rumah megah ini.

“Kenapa kau selalu membela wanita malas itu dari pada istrimu sendiri...? “

“Ada apa denganmu? kau hampir sama dengan puteramu itu, Sama-sama keras kepala! “

Nyonya Marta berujar ketus lalu menatap tajam pada suaminya, tuan Wicaksono. Laki-laki itu hanya diam, dia memang laki-laki gagah, tapi tak segagah ketika berhadapan dengan istrinya yang galak itu, seolah kehormatan seorang laki-laki tiada gunanya dihadapkan dengan seorang perempuan ketus dan sombong bernama nyonya Marta.

“Kenapa?

“Apa kau tidak suka dengan apa yang aku katakan...?

“Apa masalahnya dengan wanita itu! kalau pun dia tidak suka, dia boleh angkat kaki dari rumah ini, mudah bukan...!”

Sembari menyilang kedua tangganya di depan dada, Nyonya Marta memalingkan wajahnya, seolah menghadap ke arah dapur pada lawan bicaranya Devita. Ya, hanya saja ruang tamu itu memang luas dan terhalang oleh beberapa tembok dinding ruangan istana rumah megah nan mewah milik keluarga hartawan ini.

Keadaan sunyi senyap sejenak, terlihat Devita menyapu air matanya yang jatuh dari kelopak mata yang semakin sayu itu.

“Andai saja.....? “

Perempuan ini mulai mengenang apa yang sudah terjadi, namun dia tidak boleh menyerah dengan keadaan, meskipun rintangan berat akan dia hadapi, Devita terkenal tegar dan penyabar.

“Ah, sudahlah! “

“Aku tak boleh berpikiran seperti itu. “

Kembali dia menegakkan kepalanya, mencoba menghapus air matanya. Di berdiri di depan wastafel dapur, memang disana memiliki beberapa pembantu, hanya saja nyonya Marta melarang para pembantu menyelesaikan pekerjaan berat ini. Andre tak mengetahui apa yang sudah dilakukan ibunya pada gadis yang dia cintai.

Devita sudah melakukan tugasnya, bak pembantu dia di sana, namun  ini memang kewajiban yang harus dia lakukan dalam menjalani aktifitas sebagai menantu yang baik, dia harus selalu patuh pada apa yang dikatakan Andre suaminya.

“ Kau harus bisa mengambil perhatian ibuku Devita, “

“Aku percaya, suatu saat ibu pasti akan berbalik menyukaimu. “

Kata-kata itu masih Devita simpan dalam memori otaknya, memang harus dia pantang menyerah, hanya untuk membuat hati mertuanya yang sombong dan berwatak keras itu suatu saat akan menyukai dirinya, seperti apa yang dikatakan suaminya.

“ Aku harus percaya apa yang dikatakan Mad Andre, “

“ Yaaa, suatu saat ibu akan menyukaiku, aku harus selalu berbuat baik di rumah ini. “

Ujar Devita yang saat itu menyusun beberapa piring dan peralatan makan yang menumpuk, kini dia hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan apa yang diperintahkan oleh sang ibu mertua.

"Mana gadis itu?

"Kenapa lama sekali hanya untuk membuatkan kopi? "

Kepala nyonya Marta terlihat agak mendongak ke arah dapur.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status