Share

5. With the Imperious man

  1. With the Imperious man

Langit berjalan menuju ke parkiran mobil diikuti oleh Alya. Tampak mobil Fortuner berwarna merah maroon. Langit membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobilnya sedangkan Alya hanya berdiri diam di samping pintu mobil. Langit menoleh ke arah Alya dengan wajah kesal.

“Heii kamu, mau berdiri di situ sampai sore?”

Alya kaget tapi tak urung ia membuka pintu mobil lalu berusaha masuk ke dalamnya. Karena mobil Fortuner lumayan tinggi jadi Alya agak berjinjit saat hendak menaiki mobil dan ‘Braaak” Alya kehilangan keseimbangan dan jatuh terjengkang ke luar mobil. Langit yang melihat kejadian itu hanya diam saja seperti tak ada keinginan untuk menolong, malah ia asyik dengan handphonenya. Alya yang kesakitan berusaha bangkit. Sepertinya kakinya terkilir. Saat ia sudah berdiri sempurna. Suara Langit kembali terdengar dari dalam mobil.

“Buruaan woiii! Saya sibuuuk!”

Alya buru buru naik ke dalam mobil dan kali ini berhasil. Gadis manis itu sudah duduk sempurna di dalam mobil.

“Biasa naik angkot ya? Jadi naik mobil pribadi kaget, sampai jatoh. Norak banget”

Kata langit sambil menghidupkan mesin mobil.

Alya menoleh ke arah laki-laki tampan itu. Ingin menjawab tapi dirungkannya.

Mobil mulai bergerak dari parkiran rumah sakit menuju jalan raya. Beberapa saat mereka berdua hanya diam, larut dalam fikirannya masing - masing.

“Kemana” Kata langit tanpa menoleh.

Alya melirik ke arah langit. Karena Langit tak menoleh kepadanya jadi dia hanya diam saja.

“Ini mau kemana?” Lagi Langit bersuara.

“Maksudnya” Alya tak mengerti.

“Kamu mau kemana?”

“Pulang...” Jawab Alya dengan wajah innocentnya.

“Pulang kemana?” Tanyanya lagi.

“Pulang ke rumah saya.” Lagi Alya menjawab.

“Shit”

Maki Langit sambil memukul stir mobil pelan. Lalu ia menepikan mobilnya di pinggir jalan.

“Saya tahu kamu mau pulang ke rumah. Dan kamu tahu kan saya ini bisnis man bukan dukun! Jadi tolong sebutkan alamat rumah kamu dimana. Jadi saya bisa segera antar kamu.”

“Ooooh, bilang dong dari tadi.” Ujar Alya masih dengan wajah polosnya.

“ Lorong Flamboyan”

“Haahh, apaa?” Langit mengenyitkan dahinya.

“Lorong Flamboyan...” Alya membesarkan suaranya.

“Iyaaa, saya denger. Cuma itu dimana ya? Saya belum pernah dengar. Kamu sebutin jalan besarnya.”

“Ehhm... dimana yaa”

Ujar Alya sambil berfikir. Karena selama ini hidupnya tak jauh dari sekitaran lorong itu. Dia tak terlalu hapal jalan-jalan besar di sekitarnya.

“Ituuu... lorong Flamboyan itu dekat terminal”

Langit mengenyitkan dahi tanda ia masih belum mengerti.

Alya kembali berfikir.

‘Oh iya, orang kaya kan mana tahu terminal dan lorong-lorong sempit tempat tinggalnya’

“Dekat Perumahan Cinere”

Alya akhirnya teringat salah satu komplek besar tak jauh dari tempat tinggalnya.

Langit berfikir sebentar lalu mengangguk - angguk tanda ia mengetahui perumahan yang disebutkan Alya. Lalu ia menghidupkan mesin mobil.

Di perjalanan tak ada satupun yang buka suara untuk memulai percakapan. Mereka malas menjalin komunikasi satu sama lain dengan alasan yang berbeda. Langit merasa kalau berbicara dengan perempuan seperti Alya hanya kan menurunkan derajatnya sedangkan Alya malas membuka percakapan dengan Langit karena merasa laki-laki di sampingnya itu angkuh luar biasa. Dari caranya berbicara dirumah sakit tadi sangat kentara dia tipe manusia yang kurang “Memanusiakan” orang-orang seperti Alya.

Di perjalanan Alya bersin beberapa kali. Memang bau khas rumah sakit membuat indera penciumannya tak nyaman. Alhasil sepertinya ia akan pilek. Bersin beberapa kali membuat laki-laki di sebelahnya mendelik.

“Kalau bersin mulutnya di tutup. Itu bakterinya kemana mana.”

“Alya menoleh sekilas lalu menutup mulutnya saat bersin lagi.”

Langit melirik lagi lalu kembali bersuara.

“Nutup mulutnya pake tisue dong, Kalau pake tangan yang ada tangan kamu bakteri semua. Terus kamu pegang pegang mobil saya.”

Alya ingin menjawab tapi dia urungkan karena memang ini mobilnya dia.

“Tapi saya gak punya tisu mas.”

“Lha yang di depan mata kamu itu apa?”

Ujarnya sambil menunjuk kotak yang ada di depan kaca mobilnya”

Oups, Alya tak tahu kalau kotak cantik itu berisi tisu. Lalu tangannya meraih kotak itu tapi tiba-tiba Langit ngerem mendadak sehingga Alya terkejut dan tanpa sengaja tangannya yang sudah meraih kotak tisu menekan kuat kaca mobil dengan kotak tisu masih di tangannya. Wahasil kotak itu menyentuh kaca mobil dan menimbulkan bunyi yang cukup kuat untuk di dengar langit.

“Pleetaaak”

Langit menoleh ke arah suara. Kotak tisu dan kaca mobil yang beradu menghasilkan goresan yang lumayan parah pada kaca mobil. Ia mengerem mobilnya lalu mendelik ke arah Alya.

“Apa apaan sih? “

“Ituu tadi saya mau ambil tisu, kamu nya ngerem mendadak. Jadi kotak tisunya ke pentok kaca.”

Alya menjelaskan dengan wajah innocentnya.

“ Kamu tau gak harga kaca mobil saya berapa?”

“Emangnya berapa?” Alya menjawab dengan wajah polosnya.

Langit kesal Alya tak mengerti sindiran halusnya. Ia keluar dari mobilnya lalu berbalik dan membuka pintu mobil sebelah tempat Alya duduk. Dengan isyarat matanya ia meminta Alya untuk keluar dari mobil. Alya yang belum mengerti hanya mengikuti apa yang di perintahkan oleh laki laki tinggi semampai itu.

Setelah Alya keluar dari mobil, Langit membuka dompetnya mengambil beberapa lembar merah dari dalamnya.

“Kayaknya saya gak bisa antar kamu sampai rumah. Baru setengah jalan aja kamu udah ngerusak kaca mobil, gimana nanti. Jangan-jangan mobil saya yang kamu rusak.

Langit diam sesaat lalu menyodorkan lembaran merah yang ada di tangannya.

Dan ini buat kamu”

Ujar langit sambil mengangsurkan lembaran merah itu di depan Alya.

“Maksud kamu apa ya?”

Alya kebingungan.

Langit tersenyum sinis.

“Masak gak ngerti sih? Oke aku jelasin,ini ada uang satu juta. Hitung hitung ucapan terima kasih dari saya karena kamu udah nolong oma. Dan kamu pulang sendiri saja.”

Alya yang merasa harga dirinya tercoreng dengan perlakuan Langit tak dapat lagi menahan amarahnya.

“Eh, Langit Marvelino Sastra Wijaya. Saya nolong oma kamu itu ikhlas. Gak pake modus! Jadi jangan fikir saya mengharap balasan.”

“Sudahlah, jangan banyak ngomong. Terima aja uangnya terus cepet ilang dari hadapan saya. Saya malas debat sama orang miskin kayak kamu. Dan satu lagi, jangan lagi coba-coba menemui oma karena saya tahu oma paling suka ngumpulin barang rongsokan.”

Ujar langit dengan menekankan dua kalimat terakhir.

“Siapa yang kamu maksud barang rongsokan? Bentak Alya

“Ya kamu, siapa lagi?” Ujar Langit sambil berkacak pinggang.

Alya yang sudah terpancing emosinya buka suara lagi.

“Oooh, saya yang kamu bilang barang rongsokan. Gara-gara saya miskin?

 Saya memang orang yang miskin harta. Tapi paling enggak saya gak miskin akhlak seperti kamu yang katanya orang kaya!

Wajah Langit yang putih bersih terlihat memerah. Tangannya mengepal menahan marah.

“Saya gak punya waktu ngeladenin kamu. Cepetan ambil uangnya, pasti kamu butuh kan? sebelum saya berubah fikiran.”

Mata Alya yang semula melotot tiba-tiba meredup dan memandang ke arah uang yang disodorkan Langit lalu ia tersenyum.

“Iya juga ya. Saya emang butuh uangnya.”

Lalu Alya mengambil lembaran merah itu dari tangan Langit. Langit tersenyum sinis penuh kemenangan.

“Nah gitu dong. Jujur aja. Jangan munafik!”

Lalu laki - laki tampan itu berbalik hendak kembali ke dalam mobil namun...

“Tunggu” Alya bersuara.

Langkah kaki Langit terhenti mendengar suara Alya, lalu ia menoleh dan berdiri tak jauh dari Alya sambil tangan melipat didepan dada dan senyum sinis terpahat di bibirnya.

“Apalagi? Uangnya kurang?”

“ Oooh enggak. Karena kamu sudah baik kasih saya uang. Saya juga mau kasih sesuatu sama kamu.”

Tanpa menunggu jawaban Langit. Alya merogoh tas yang dibawanya. Mengeluarkan botol minum berisi air yang selalu ia bawa untuk persiapan agar tidak kehausan. Dengan cepat ia berjinjit dan menyiramkan seluruh air yang ada di botol minuman ke kepala Langit. Langit yang tak siap “diserang” tak bisa menghindar. Walhasil seluruh rambut, kemeja dan jasnya basah kuyup akibat guyuran air dari botol minuman Alya.

“Kamu apa-apaan?”

 Setelah beberapa detik baru ia tersadar dan mulai membersihkan siraman air di kemeja dan jasnya.

“Karena kamu sudah baik kasih aku uang yang banyak makanya aku kasih kamu hadiah juga, air satu botol buat cuci otak kamu yang sudah kotor oleh kesombongan.”

Ujar Alya sambil tersenyum.

Langit yang masih syok hanya diam terpaku di tempatnya. Alya melanjutkan kata-katanya.

Kamu bilang saya miskin? Memang! Terus kenapa?? Paling enggak saya bisa cari uang sendiri, gak kayak kamu yang cuma bisa ngandalin harta keluarga kamu! Trus mobil yang kamu bangga banggakan ini dari mana? Hasil dari ngemis sama orang tua kamu kan! Jadi jangan berlagak di depan saya. Kamu tu seujung kuku buat saya.”

Alya yang tak dapat lagi menahan emosinya menumpahkan semuanya.

Langit yang masih syok dengan tindakan Alya yang berani menyiramkan sebotol air padanya hanya terdiam namun bisa mendengar dengan jelas apa yang Alya katakan.

“Dan satu lagi. Kamu kasih saya satu juta karena sudah nyelametin oma kamu. Oke, saya terima. Sekarang saya bayar kamu satu juta karena sudah antar saya pake mobil kamu yang mewah ini. Sekarang kita satu sama.”

Ujar Alya sambil melempar uang yang ada di tangannya ke wajah Langit.

“Kamuuu....!” Langit mengarahkan jari telunjukknya kepada Alya

“Kenapa? Gak enakkan direndahin? Makanya jangan ngerendahin orang. Sudah buruan pulang sebelum orang miskin di sekitar jalan ini ngerusak mobil kamu.”

Ujar Alya seraya berbalik dan meninggalkan Langit. Alya menyetop Angkot yang lewat dan segera naik sebelum Langit sadaar.

“Shit!!!”

Ujar laki - laki tampan itu memaki.

Ia sibuk membersihkan rambut dan pakaiannnya yang basah. Ia tak menyadari kalau banyak orang yang menonton apa yang Alya lakukan padanya. Orang-orang itu berkerumun melihat dirinya yang basah kuyup.

“Kalian lihat apa?” Bentaknya pada orang orang yang berkerumun.

“Makanya mas, jangan ngelecehin anak orang. Jadi di siramkan pake air sebotol.”

Kata seorang ibu - ibu.

“Ngelecehin apa?”

“Lha ituu tadi ngasih duit sama eneng yang tadi. Emang enak di guyur aer?”

Jawab ibu -ibu yang lain.

‘Ya Tuhan! Pasti mereka sangka. Mereka fikir aku...’

“Arghhh”

Ujar Langit sambil menahan marah. Buru-buru dia berbalik dan masuk ke dalam mobil di iringi sorakan orang-orang yang mengelilinginya. Ia buru-buru menghidupkan mesin dan tancap gas meninggalkan tempat itu..”

“Loe lihat nanti. Kalo sampai kita ketemu lagi. Gue gak akan balas loe jauh lebih parah dari apa yang loe lakuin sama gude hari ini.”

Makinya.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status