Home / Romansa / VELIN-SEAN (INDONESIA) / 5. CINTA DAN RAHASIA

Share

5. CINTA DAN RAHASIA

Author: Ayne Kim
last update Last Updated: 2021-03-01 12:46:31

“Mencintaimu dalam diam adalah luka terindah!” –Velin Ashakira

——

SENYUM tipis tercetak jelas di bibir tipis Velin setelah berhasil memoles liptint. Sentuhan terakhir untuk menyempurnakan penampilannya yang sebenarnya sangat sederhana. Pakaian yang digunakan hanya kemeja kotak merah tua lengan panjang, sengaja digulung untuk mempermudah gerak. Dan celana jeans biru tua yang menutupi kaki jenjangnya.

“Vel!”

Velin mendengkus pelan saat ketukan keras dan teriakan menggema bersamaan dari luar kamar. Pelakunya tentu saja Mili, si perempuan yang kata orang-orang lebih mirip seperti kakak kandungnya.

“Vel, sarapan.”

Suara itu kembali terdengar. Velin tidak menyahut, justru lebih memilih berjalan ke pintu, sebelum itu, ia sempat meraih tas selempang berukuran sedang yang tergeletak di atas ranjang.

“Kamu ... kerja?” Pertanyaan itu keluar dari bibir Mili saat kepala Velin menyembul dari celah pintu yang terbuka.

Hanya anggukan yang diberi Velin sebagai respons dari pertanyaan itu.  Kemudian menggeser tubuh Mili ke samping dengan pelan agar ia bisa lewat.

“Kamu baik-baik saja?” Lagi, Mili sepertinya tidak puas hanya memberi satu pertanyaan kepada Velin. Bahkan ia terus mengekori hingga ke meja makan.

“Aku baik-baik saja, Mbak. Tidak perlu khawatir,” tukas Velin. Tangannya meraih mangkuk berisi bubur ayam yang sudah tertata di meja bundar itu.

Mili menghela napas pelan. “Bagaimana tidak khawatir? Kamu mengurung diri selama dua hari di kamar.”

Velin yang sibuk memakan buburnya hanya tersenyum tipis. Ia tahu, apa yang dikatakan Mili itu adalah sungguh-sungguh tanpa kebohongan.

“Apa sebenarnya yang terjadi?” Mili masih belum berhenti khawatir. Meskipun sendok sudah berada di tangan, dan bubur sudah di depan mata, Mili masih belum menyentuh sama sekali.

Terlalu berharga meluangkan waktu untuk berbicara daripada menikmati bubur sarapan pagi.

Dengan susah payah Velin menelan salivanya. Tatapan menunduk tidak berani mengarahkan pada Mili yang sudah setia menanti jawaban.

“Vel,” kata Mili lagi saat Velin masih terdiam.

Sejenak Velin menengadah. “Enggak terjadi apa-apa, Mbak. Percayalah.” matanya mengarah ke mangkuk bubur. Sedang tangannya sibuk mengaduk-aduk bubur itu menggunakan sendok.

Mili mengangguk. Sebesar apa pun keinginannya untuk bertanya, Velin belum tentu memberi jawaban.

“Makan yang banyak. Kamu butuh asupan untuk menghadapi hari yang keras,” celetuk Mili. Ia mencolek pipi Velin dengan gemas.

Dan kini giliran Velin yang mengangguk.

Persaudaraan tidak hanya terjalin karena hubungan darah, tetapi karena rasa sayang dan cinta. Orang asing pun akan menjadi saudara ketika Tuhan telah berkenan.

——

Jari-jari lentik itu sibuk menyusun bunga-bunga di atas keranjang, dan sesekali netra melirik buku kecil yang dijadikan catatan. Ini rutinitas yang dilakukan Velin setiap hari di tempat kerja. Sebesar apa pun kesedihannya, pekerjaan adalah tanggung jawab yang tidak boleh ia abaikan.

“Bagaimana? Sudah sesuai catatan?”

Velin mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Ela, teman kerjaannya yang membantunya menata bunga-bunga.

“Kamu langsung berangkat?” Ela kembali bertanya sebelum meninggalkan Velin yang sudah sangat siap berangkat mengantar bunga.

“Iya. Lebih cepat lebih baik, bukan?” Senyum tipis tertera jelas di bibir Velin. Tidak terlalu tulus, tapi setidaknya mampu  menghilangkan rasa khawatir orang lain terhadapnya.

 Velin menghentikan pergerakan tangannya memasang helm saat dering telepon terdengar dan memekakkan telinga. Segera merogoh saku celana dan meraih benda pipih berwarna hitam itu.

Nama Gafa tertera jelas di layar ponselnya. Velin mengernyitkan keningnya dan menatap ke arah pintu toko. Kenapa Gafa menelepon? Bukankah lelaki itu ada di dalam?

Masalah baru!

“Halo!” Velin dengan sangat malasnya melemparkan satu kata yang terkesan datar.

“Mas ingin bicara.”

“Bicara soal apa? Aku harus kerja!” tukas Velin, masih mempertahankan suara datarnya.

Vel, ini soal dua hari yang lalu ...  maaf.”  Suara Gafa di seberang telepon terdengar sendu.

Velin mendengkus kasar. “Apa Mas Gafa ingin membicarakannya di telepon?” tanya Velin. Awalnya ia tidak ingin membahas apa pun yang akan mengingatkannya pada luka karena ulah Sean. Namun, ia ingin tahu alasan kenapa Gafa tidak datang malam itu.

“Kafe depan toko. Kita bicara di sana.”

“Baiklah.” Velin mematikan sambungan telepon begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Gafa.

Cairan kristal dari netra itu meluncur tanpa bisa ia bendung. Sepertinya luka akan terkoyak lagi. Apa jatuh dan cinta itu tidak bisa satu padu? Setidaknya dengan begitu, ia tidak akan terlalu menderita!

——

Sudah terlalu lama keduanya terdiam, bahkan sarapan telah tandas habis di atas piring. Tidak ada yang memulai pembicaraan, mungkin tepatnya Gafa terlalu ragu untuk berucap, meskipun sejuta kata telah menumpuk dan berdesakan di bibirnya. Sedang Velin, ia memang sengaja diam, dan menunggu Gafa untuk menjelaskan alasan di balik tidak datangnya lelaki itu.

Velin melirik jam di ponselnya. Mereka sudah lebih 10 menit di kafe itu, dan rasa bosan telah menggerogoti tubuhnya.

“Jika Mas Gafa tidak berniat mengatakan sesuatu, aku akan pergi. Pekerjaan menunggu.” Velin berdiri dari duduknya. Tas selempang kecil miliknya sudah menggantung di pundak.

“Tunggu!” Dengan cepat Gafa meraih tangan Velin membuat perempuan itu kembali duduk. Tidak mungkin ia membiarkan Velin pergi begitu saja, sedang dirinya belum menjelaskan perihal tentang tidak datangnya menjemput Velin tadi malam.

Mata indah milik Velin beradu pada mata elang Gafa. Untuk waktu yang lama ia terhipnotis hingga lupa jika dirinya sedang kesal terhadap Gafa.

“Mas khawatir. Kamu tidak bekerja selama dua hari. Ada apa? Apa karena malam itu mas tidak datang?” Gafa menatap intens wajah Velin.

Velin hanya diam tanpa menyahut.

“Mas benar-benar minta maaf. Miska tiba-tiba menelepon, orang tuanya meminta datang untuk makam malam.” Gafa berucap lancar.

Hati kecil nan rapuh milik Velin seolah hancur dalam sesaat. Sial! Terlalu egois!

“Tidak apa-apa, Mas. Tidak perlu minta maaf. Aku tidak punya hak untuk itu. Tapi setidaknya beri kabar! Karena keegoisan Mas, aku hampir ....“ Velin menggigit bibirnya kuat. Hampir saja ia keceplosan tentang kejadian yang menimpanya di diskotek waktu itu.

Tidak! Gafa tidak boleh tahu soal itu. Velin akan menyembunyikan secara rapat.

Gafa mengernyitkan keningnya saat kalimat Velin menggantung. Demi apa pun lelaki itu sungguh penasaran.

“Hampir apa?” tanya Gafa. Menggenggam tangan Velin kuat.

Velin menggeleng. “Lupakan saja.” Tangan mengibas di depan wajah sendiri. “Sebaiknya Mas kembali  ke toko. Aku juga harus mengantar bunga. Tidak baik menunda terlalu lama.” Velin menampilkan senyum manisnya. Percayalah, senyum itu malah terkesan menyedihkan.

“Kamu bisa menerimanya?” tanya Gafa sebelum keluar dari kafe.

“Menerima soal apa?” Velin menatap fokus pada Gafa.

“Alasan yang mas berikan.”

Velin menepuk pundak Gafa pelan. Senyumnya masih belum luntur. “Aku enggak punya hak untuk marah atau menolak alasan itu. Mbak Miska adalah tunangan, Mas. Sedang aku? Aku cuma rekan kerja.”

Velin berlalu begitu saja tanpa menunggu jawaban Gafa lagi. Ia sengaja mempercepat langkahnya agar Gafa tidak melihat bulir air mata yang jatuh di pipinya.

Ada rasa sakit yang tidak bisa ia ungkap untuk saat ini. Tentang perasaannya terhadap orang yang telah menjadi milik orang lain.

Egois, bukan!


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • VELIN-SEAN (INDONESIA)   EXTRA PART (SEIRA)

    "Jadi semua akan selesai seperti ini? Bahkan saat kita belum memulai sama sekali." Seira mencoba menahan tangisnya saat lelaki yang belakangan ini memorak-porandakan hatinya menghubunginya untuk pamit dari hidup Seira.Membuat kisah baru tanpa menyelesaikan kisah lama yang telah terbentuk. Seira tidak bisa memahami meskipun telah mencoba untuk mengerti. Ia tahu, Hafiz melakukan semua itu karena janji dan juga untuk melindungi banyak orang dari amukan seorang Sean. Namun, kenapa harus perasaannya yang dikorbankan?"Maaf. Ini mungkin menyakitkan, tetapi gue gak bisa mengingkari janji yang telah gue buat sendiri. Velin butuh bantuan." Suara di ujung telepon itu terdengar serak.Seira yakin, Hafiz juga terluka sama sepertinya. Lalu kenapa memilih jalan yang menyesakkan dada?"Apa lo mencintai gue?" Seira menggigit bibirnya. Demi Tuhan, jika ditanya apa ia rela, tentu jawabannya tidak. Bagaimana ia bisa rela jika perasaan yang berusaha ia sangkal selama ini muncul di pe

  • VELIN-SEAN (INDONESIA)   EXTRA PART (HAFIZ)

    Hafiz menghela napas saat ponselnya yang ada di atas meja kayu berdering. Sekilas melirik dan mengusap wajahnya frustrasi lantaran yang menelepon adalah nomor yang sama sejak sejam yang lalu.Seira Varza Nasution, gadis remaja yang ia tinggalkan di Jakarta dengan luka menganga di hati.Hafiz menatap langit-langit rumahnya yang benar-benar jauh dari kata mewah. Kemudian memejamkan mata dan menggigit bibir bagian dalamnya untuk mereda rasa sesak yang beberapa hari ini terus menghantui.Cintanya!Ia telah melukai dengan sangat kejam. Tidak memberi sedikitpun kesempatan untuk tetap berada di samping. Padahal dalam sebuah jalinan kasih, jarak bukan sebuah penghalang jika saling mengerti satu sama lain. Namun, Hafiz meniadakan semuanya, tanpa kabar, tanpa jejak bahkan tanpa memberi kata yang tepat untuk perpisahan.Kenapa ia sekejam itu?Demi menepati janji. Demi menolong Velin dan Sean, ia mematahkan hati Seira. Ah, bukan

  • VELIN-SEAN (INDONESIA)   EXTRA PART (VELIN)

    Takdir memang selalu bermain di antara insan yang bernapas. Entah itu takdir baik atau pun buruk semua berjalan beriring tanpa peduli apa seseorang sanggup untuk bertahan atau tidak sama sekali. Toh, hidup akan terus berjalan meskipun tersendat dan tertatih hingga mencapai pada tujuannya.Ya, begitu hidup. Begitulah takdir!Meskipun air mata terus mengalir bahkan berubah dari bening menjadi memerah, tidak akan ada yang bisa melepaskan siapa pun dari rencana yang Tuhan tentukan untuk manusia yang ia ciptakan dari kata kesempurnaan.Sejurus, jika dilihat dalam kaca mata awam, semua adalah kesalahan yang memilih jalan untuk terseret dalam kesesatan, tapi percayalah, tidak ada yang ingin hidup dalam ambang kehancuran di mana bayangan keresahan dan ketakutan mendiami sudut hati.Ah, semua sudah tertulis saat dalam kandungan, apa pun pilihan tidak akan berubah jalan tujuan yang sudah ditentukan. Begitu juga Velin yang sudah memilih jalan hidup

  • VELIN-SEAN (INDONESIA)   EPILOG

    "Kepergiannya adalah kematianku!" -Sean Varza Nasution****Air mata itu menjadi satu-satunya cara untuk melepaskan semua beban di dada. Meskipun nyatanya akan tetap ada luka yang menganga bahkan menciptakan luka lama yang entah kapan sembuhnya. Seira tidak dapat memahami bagaimana Tuhan menciptakan jalan hidup seorang Sean yang begitu berantakan. Kadang kala gadis manis itu menyalahkan takdir karena membiarkan Sean merasakan yang namanya penderitaan kasat mata.Berawal dari meninggalnya sang mama adalah pembuka jalan untuk air mata dan segala yang berkaitan dengan kesesakan dada yang seolah tidak mampu terkendalikan. Meskipun Seira masih terlalu muda saat itu, tetapi ia mengerti bagaimana menderitanya seorang Sean, menangis dalam diam adalah bukti dari sesaknya jiwa seorang anak lelaki yang terlalu dekat dengan perempuan yang melahirkan mereka dengan penuh cinta.Penderitaan yang ditanggung semakin menjadi kala Sean mengalami pelecehan seksual. Astaga, hidup yang terlal

  • VELIN-SEAN (INDONESIA)   35. ENDING STORY

    Tidak ada yang tahu bagaimana orang-orang suruhan Hardan bekerja mengurus tindakan kriminal yang Sean ciptakan, termasuk Hardan sendiri. Lelaki berumur itu hanya menerima hasil kerja tanpa diberitahu bagaimana proses yang anak buahnya lakukan. Dia menerima kabar beberapa jam yang lalu jika di vila tidak ada lagi jejak Sean tertinggal, bersih total! Seandainya polisi mengusut apa pun di sana, maka mereka akan kewalahan karena vila itu bersih seperti tidak pernah ada kejadian pembunuhan.Benar-benar luar biasa. Hardan tidak menyesal menyewa orang-orang seperti mereka.Lalu bagaimana dengan Arga? Apa masih hidup atau benar-benar sudah tidak bernyawa?Jika dipikirkan lagi bagaimana Sean menancapkan pisau di perut dan leher berulang kali, maka jawabannya sudah pasti meninggal di tempat. Lantas ke mana mayat lelaki tampan itu perginya? Tubuh penuh darah Arga telah dipindahkan ke mobil dan kemudian dibawa ke tempat jauh yang jaraknya dari vila menempuh waktu sela

  • VELIN-SEAN (INDONESIA)   34. FINAL

    Setelah Sean mematikan sambungan telepon secara sepihak, Hafiz segera berlari menuju kamar mandi sekedar untuk membasuh muka. Langsung mengambil kunci mobil beserta dompet yang ada di atas nakas tanpa mengganti pakaian. Ia masih mengenakan kaos warna putih berkerah V dan juga celana training warna hitam bekas tidur.“Sandal gue mana?” Hafiz seperti orang kebingungan mencari sandal jepitnya padahal ada di dekat kakinya.Setelah menemukan apa yang dicari, Hafiz berlari menuju garasi mobil. Ia harus cepat menyusul Sean sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi. Dari nada suara beserta kalimat Sean tadi di telepon, Hafiz yakin kali ini tidak ada kelonggaran yang akan diberikan oleh Sean. Ini seperti tendangan final dalam permainan bola, sungguh menegangkan.“Sial, kenapa pake mogok segala!” Hafiz memukul setir mobil karena mobil tidak kunjung menyala. “Saat genting gini malah berulah.” Terpaksa Hafiz turun dari mobilnya. Satu-satunya cara adalah menghubungi Seira ag

  • VELIN-SEAN (INDONESIA)   33. MARI AKHIRI SAJA

    "Ini mau ke mana, Arga?" Velin melirik kanan dan kiri, mencoba mencari tahu hendak ke mana mobil Arga menuju.Arga tidak menyahut hanya diam sembari menyeringai.Velin menghela napas kasar. Arga gila! Lelaki itu menyeretnya secara kasar dari flat bahkan saat dirinya masih baru bangun dari tidur nyenyak. Ia masih menggunakan baju tidur, belum sempat cuci muka, mandi dan juga gosok gigi. Velin tidak habis pikir apa yang lelaki di sampingnya itu pikirkan."Kita mau ke mana, Arga?" Nada suara Velin meninggi. Mencoba memberi perlawanan meskipun hanya dengan teriakan. Velin ingin sekali menjambak rambut Arga, mungkin menendang bagian bawah lelaki itu agar berhenti menyetir dan mengantarnya pulang, tetapi ia tidak ingin mengambil risiko, bisa-bisa mereka mengalami kecelakaan nanti."Liburan." Arga menyahut singkat.Netra Velin menatap tajam pada Arga. Liburan? Yang benar saja. Lelucon macam apa yang tengah mainkan oleh Arga. "Ini bukan waktunya liburan, Arga. Aku

  • VELIN-SEAN (INDONESIA)   32. SETUMPUK RASA YANG MEMERIH

    Yang Sean tahu, Velin itu miliknya. Yang ia yakini sepanjang hidup tanpa peduli jika banyak orang di luar sana mencoba mematahkan dalil yang terlontar dari mulutnya. Selagi hatinya bahagia, kenapa harus memedulikan pendapat insan yang tidak ada sangkut-paut dalam takdirnya. Terlalu memusingkan dan bisa-bisa membuatnya menghakimi mereka dengan cara menghilangkan nyawa.Sean sangat membenci jika miliknya disentuh apalagi berniat merebut darinya."Abang mau ke mana? Periksa jiwa, ya?" Seira melemparkan pertanyaan membuat Sean menghentikan langkahnya tepat di samping sofa yang di duduki sang adik."Tahu aja lo, ya." Senyum Sean mengembang sempurna layaknya orang bodoh.Seira memutar bola matanya. "Abang benaran gila ternyata. Mana ada orang yang ketemu psikiater bahagia?""Ada. Gue pastinya." Senyum masih dipertahankan oleh Sean dari wajahnya.Ia terlalu bahagia hari ini. Alasannya sederhana, karena semalaman dia dan Velin menghabiskan waktu ber

  • VELIN-SEAN (INDONESIA)   31. ARGA VS HAFIZ

    "Pink atau putih?" Hafiz menggaruk kepala yang tidak gatal saat kebingungan memilih warna terbaik dari dua warna yang ada di depannya saat ini. Pink yang terlalu genit yang pasti sangat dibenci oleh calon kekasihnya, dan putih yang mudah kotor yang tidak ia sukai. "Pink aja kali, ya?" Kembali membuat pertanyaan untuk dirinya sendiri sembari menatap objek yang menarik perhatiannya sejak beberapa menit yang lalu. Dua benda cantik yang dipajang di etalase.Hafiz menghela napas pelan. Astaga, ia begitu bingung menentukan warna yang pantas untuk Seira kenakan. Tidak mungkin membeli kedua-duanya, sudah pasti calon kekasihnya itu akan menatapnya horor sembari berdiam diri seharian. Seira itu aneh, tapi Hafiz cinta."Aish, ini terlalu sulit," kata Hafiz sembari mengacak rambutnya frustrasi. Seandainya Siera itu cewek manis yang menyukai warna pink, maka dia tidak akan sebingung ini. "Kenapa harus pink sama putih, sih?" Kembali menghela napas dan kali ini terdengar kasar."Maaf, Mas

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status