Share

Bab 2

Bab 2 

firasat seorang istri (di saat suamiku mendua) 

"Astagfirullah… Mas. Kenapa, Mas malah jadi menyalahkan aku sekarang? namanya kita kerja apapun itu pasti ada pasang surutnya, Mas. Mas pikir aku tidak pernah mendoakan atas apa yang kamu dapatkan selama ini? Bahkan setiap sujudku aku tak pernah lupa mendoakan kamu, Mas! tega kamu." Aku berkata dengan suara yang bergetar menahan emosi dan tangis. 

"Sudahlah, Dek. Mas capek. Mas lagi nggak mau ribut-ribut sama kamu." Ucap Mas Topan seraya berjalan ke kamar meninggalkan aku yang masih tersulut emosi oleh sikapnya barusan. 

Tidak! ini tidak bisa dibiarkan. Aku paling tidak  bisa ditinggalkan disaat ada masalah belum diselesaikan. Aku membereskan piring kotor bekas Mas Topan makan barusan. Setelah selesai membereskannya meja makan, segera ku susul Mas Topan ke kamar untuk menyelesaikan masalah ini. 

Sampai di kamar, kulihat Mas Topan tengah melaksanakan sholat isya. Hm… pemandangan seperti ini selalu membuatku luluh dan damai. Aku paling suka saat melihatnya tengah sholat. ketampanannya bertambah seratus delapan puluh lima derajat celcius. hehehe. 

Eh tidak. Aku sedang marah, ini tidak boleh terjadi. Mas topan sudah mengobrak abrik hatiku barusan. Aku harus tau apa maksud ibu berniat seperti itu. 

aku mendekati tempat tidur kami dimana Nisa tengah terlelap tidur. Ku cium pipi gembulnya pelan-pelan agar dia tidak terbangun. 

Nisa hanya menggeliat, mengubah posisi tidurnya miring dengan tangan satunya hampir menutupi pipi gembulnya itu. Ih! dia sungguh menggemaskan sekali. 

kembali aku mengatur dudukku agar tetap tenang untuk memulai kembali pembicaraan nanti setelah Mas Topan selesai menunaikan sholat isya-nya. 

Kata-kata tentang ibu mengataiku manantu pelit terus saja menari-nari di benakku. Bagaimana mungkin ibu bisa seprti itu, setelah selama menjadi menantunya baktiku padanya tak pernah berkurang. Aku sadar menikahi anak laki-laki dari seorang ibu yang sudah membesarkannya dengan kasih sayang.

 Aku tidak akan pernah merenggut anak laki-laki nya untuk aku kuasai menjadi hak milikku seutuhnya. Meskipun aku bukan lulusan pondok, dan agamaku tidak terlalu dalam, bukan berarti aku tidak tau jika anak laki-laki wajib menafkahi ibunya meskipun setelah menikah. tapi, ibu seperti apa dulu. Jika seperti ibu Mas Topan, tidak ada kekurangan ekonomi, bahkan mereka anaknya semua bisa di bilang sukses-sukses di mataku. 

Ibu punya kebun sawit empat hektar yang aku tau. Kebun karet tiga hektar, dan itu di penen dua minggu sekali. 

Apa itu masih kurang untuk, ibu? padahal ibu sudah tidak ada lagi tanggungan yang harus di nafkahi ataupun dibiayai karena semua anak-anaknya sudah menikah dan terbilang mapan, kecuali Mas Topan. Kami masih merangkak, tapi alhamdulillah belum pernah kekurangan selama menikah, hanya beberapa bulan terakhir ini saja yang aku rasa sedikit kesulitan. Itu juga sebab Mas Topan tidak memberi gajinya full. Apa itu benar adanya atau itu hanya sebatas alasan? 

Entahlah, aku masih tidak percaya saja rasanya jika dia tidak memiliki gaji lebih, dan aku masih tidak yakin jika omset perusahaan menurun. Karena perusahaan tempat mas Topan bekerja bukan brand  peuduk biasa, perusahaan Mas Topan ini perusahan besar dan merek terkenal. 

Hampir semua orang pasti ada memakai kebutuhan dengan brand itu, dan juga makanan dari produk itu sangat laku keras di pasaran. 

Aku benar-benar tidak yakin jika, Mas Topan beralasan tidak memiliki gaji karena omset menurun. Benar-benar tidak masuk akal. 

aku menoleh ke arah nakas yang ada di samping tempat tidur kami, HP Mas Topan terletak di sana dan aku berniat untuk melihat HPnya, ingin mencari tau sedikit hal yang mungkin bisa menyelesaikan rasa penasaran ku. 

Baru aku hendak mendekati dengan pelan karena takut membangunkan Nisa, tampak layar HP Mas Topan berkedip seperti ada notifikasi masuk, namun silent. 

kulihat sekilas Mas Topan masih khusuk berzikir. Kuraih cepat HP itu untuk melihat apakan itu pesan atau panggilan. Dari siapakah, gerangan? 

[Yang ini suka nggak, Top? ini lebih mewah kesannya dari yang kemarin Mbak tunjukin

ke kamu, tapi harganya lebih mahal juga ini.] 

Pesan dari nama Mba Diah terpampang nyata di layar depan.

Apa ini? apanya yang mewah? apa Mas Topan ingin membeli sesuatu? tapi kenapa tidak kompromi denganku? kenapa malah dengan Mbak diah? 

ku coba mengusap  layar HP itu ternyata pakai sandi. 

Aku? tentu tidak tahu kata sandinya berapa, karena sudah diganti. Dulu sandinya tanggal pernikahan kami, tapi sekarang tidak lagi, entah sejak kapan dia menggantinya. 

Semakin membuatku penasaran, apa yang di sembunyikan Mas Topan dariku. Aku hanya, merasa ada firasat yang kurang baik atas suamiku saat ini. Hanya saja aku belum tau apa itu. 

"Kamu ngapain, Dek? kamu nggak sholat?" 

Suara Mas Topan yang tiba-tiba berhasil mengejutkan aku. 

aku reflek menjatuhkan HP itu karena terkejut. HP itu terjatuh ke lantai sehingga menimbulkan bunyi. 

Mas Topan menatapku datar lalu kembali manatap hpnya. 

Aku kikuk, bingung, dan masih terkejut dengan dada yang deg degan. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status