Share

Bab 5

Setelah berkutat kurang lebih satu jam di dapur, akhirnya selesai menyiapkan hidangan untuk sarapan pagi dan juga bekal untuk Mas Topan berangkat kerja nanti. Ku tata rapi di meja makan sederhana kami. Aku menuju kamar untuk mengecek Nisa apakah sudah bangun apa masih tidur.

Di kamar mandi terdengar percikan air dari  dalam, itu artinya Mas Topan masih belum siap mandinya. 

Aku mencium-cium Nisa, karena dia terlalu gemes kalau tidak di ganggu. Pipinya yang gembul membuatku tidak tahan kalau tidak, menciumnya. 

Mataku kembali tertuju pada HP Mas topan yang di cas. 

Hatiku kembali ingin mencari tahu ada apa di HP itu, tapi aku sadar, HP itu sudah berkata sandi yang aku sendiri sudah tidak tau berapa. 

Akhirnya aku urungkan niatku untuk melihat, HP itu. 

Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, Mas Topan keluar dari kamar mandi, seketika bau sabun mandinya memenuhi ruangan kamar ini. 

Kontrakan kami memang kontrakan kecil. Tidak terlalu besar, hanya punya satu ruangan TV, sekaligus tamu, dapur, dengan ruangan yang cukup bisa untuk satu meja makan kecil, tempat jemur pakaian di belakang kontrakan, dan satu kamar mandi di belakang dan satu kamar tidur. Tapi sama yang punya kontrakan, di kamar tidur dibuat khusus kamar mandi kecil, tidak besar hanya berukuran 1 meter x 2 meter tapi cukup untuk satu kloset duduk, dan shower. 

Aku masih diam saja, tidak ingin banyak bicara dan bertanya karena nggak mau nanti malah membuat keadaan menjadi ribut kembali. 

Aku nggak mau Mas Topan pergi kerja dalam keadaan hati yang kalut, begitu juga denganku. Aku Menghindari pertengkaran sebelum melepas suamiku berangkat bekerja, aku takut jika hati dalam keadaan tidak baik ditinggalkan nanti justru berucap yang tidak baik juga dan akan menjadi doa untuk suamiku. Naudzubillah. 

"Belum bangun juga anaknya?" tanya Mas Topan. Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, dia menoleh ke arahku dan Nisa. 

"Belum, Mas. nyenyak sekali dia tidurnya. Mungkin karena sudah nyaman habis digantikan popoknya tadi," Kataku sambil menatap Nisa. 

Anakku memang candu bagiku, cadu rinduku, candu sayangku, cadu kegemesanku, candu duniaku, bahkan aku tidak sanggup berpisah barang sejenak saja darinya. 

"Dek, hari ini, Mas keluar kota lagi. Mungkin hari ini pulangnya agak malam. Kamu nanti nggak usah tungguin, Mas, pulang, ya. Nanti tidur aja duluan." Katanya. Mas Topan yang tengah bersiap di depan cermin sambil menyisir rambutnya berkata tanpa menoleh. 

Aku sedikit bingung kali ini, nggak biasanya Mas topan menitip pesan sebelum berangkat kerja. Biasa juga Mas topan sering pulang malam, tapi kok ini tumben dia berpesan untuk tidak minta ditunggu. 

"Memangnya ada apa, Mas, nggak boleh ditunggu? biasanya juga, Mas, pulangnya malam kan kalau keluar kota?" tanyaku. 

"Iya, Dek, kali ini mungkin pulangnya, Mas, agak larut. Soalnya nanti bos mau ikut turun ke lapangan katanya. Bos mau ngecek langsung di lapangan. Biasalah kalau sama bos pasti nanti di toko bertemu langsung sama pemilik tokonya dan banyak ngobrol. Nanti kalau kamu nungguin takut kelamaan." Jelasnya. 

"Oh, begitu, Mas. Baiklah, Mas hati-hati aja kerjanya, ya. Sarapan dulu, Mas. tadi sudah kusiapkan di belakang," tawarku. 

"Nggak usah, Dek. hari ini, Mas mau buru-buru… soalnya, Bos ngajaknya pagi udah berangkat. Nanti mau meeting dulu sebentar di kantor." Jelasnya lagi. 

Ada rasa yang berbeda sedikit di hatiku, saat mas Topan menolak untuk sarapan. Biasanya dia tidak pernah menolak sarapan buatanku. Dia selalu bilang masakanku enak dan bikin candu. Apalagi pagi ini aku buatkan sarapan nasi goreng kesukaannya. 

Sebelum-sebelumnya meskipun tergesa-gesa jam berangkat kerja, masih sempatkan untuk mencicipi sarapan yang sudah kubuat. Mungkin kali ini dia benar-benar lagi terburu-buru. 

"Apa nggak dicicipi dulu, Mas? Tadi aku bikin nasi goreng kesukaan, Mas," aku masih mencoba untuk menawarkan dia sarapan. 

Mas Topan menatapku dengan tatapan yang entah apa artinya. 

terlihat dia menarik nafasnya lalu mengiyakannya.   

 "Baiklah, Dek. Yuk, kita sarapan sama-sama," ajaknya. 

Aku mengerutkan keningku, ada rasa tidak percaya akhirnya dia mau juga untuk sarapan. 

*****

"Mas berangkat dulu, ya. Kamu hati-hati di rumah, nanti jangan tungguin, Mas, pulang ya, Kamu tidur aja nanti duluan sama Nisa," ucap Mas Topan seraya mengusap kepalaku lembut. 

"Iya, Mas, Nanti kami tidur duluan… Mas juga hati-hati, ya kerjanya," 

"Iya, Sayang, ya sudah, Mas berangkat kerja dulu, ya." Dia mengulurkan tangannya untuk kusalim. Lalu, Mas Topan, mengecup keningku lembut sebelum dia keluar pintu kontrakan kami. 

Mas Topan pun pergi meninggalkan kontrakan dengan sepeda motornya menuju kantor. 

Aku masih di depan melihat motor itu berjalan hingga menghilang dari pandanganku. 

Dalam hatiku terucap doa yang mengiringi perjalanannya berangkat kerja, "Ya Allah … lindungilah suamiku dimanapun dia berada. Jauhkan dia dari hal buruk, dekatkan selalu dia dalam hal yang baik. Lapangkanlah selalu rezekinya, ya Allah… mudahkan selalu dia dalam menjemput rezeki yang sudah kau siapkan untuk keluarga kami. Aamiin."

Setelah melepaskan keberangkatan Mas Topan bekerja, aku membawa badanku masuk ke dalam untuk melanjutkan aktivitasku. Aku ingin berbenah dan beberes yang tadi masih belum selesai. 

Tak lupa pintu kamar tidur kubuka lebar agar Nanti Nisa bangun tidak menangis karena merasa sendirian. 

Aku melanjutkan menyala mesin cuci yang tadi sudah terlebih dahulu aku masukin air dan sabun. Setelah itu aku melanjutkan menyapu rumah  dan dilanjutkan mengepel lantai. 

Saat sampai di depan pintu kamar dan ingin menyapu kamar kami, pandanganku langsung tertuju pada benda pipih yang ada di atas nakas di samping tempat tidur. Ya, itu adalah HP Mas Topan yang masih di terhubung dengan kabel cas. Pasti Mas Topan lupa sama hpnya tadi. 

Aku segera mencabut HP itu dari casannya. HP itu dalam keadaan dimatikan. kunyalakan segeran agar bisa melihat isi dalam HP itu apa. 

Astagfirullah, Lagi-lagi aku masih saja curiga pada Mas Topan. 

tak butuh waktu lama ho itu menyala sempurna… lagi dan lagi, aku kecewa sebab aku lupa bahwa HP itu di kunci pakai sandi yang aku sudah tidak tau berapa. 

Aku hanya mengusap-ngusap layar hp itu ke atas ke bawah dan mengotak atik sandi yang berhubungan denganku, Nisa, dan kami. Ternyata semua sama, tidak membuahkan hasil. 

Bahkan sampai timbul pemberitahuan, "Kamu sudah 5 kali salah kata sandi. Silahkan coba kembali setelah lima menit."

Aku menaruh HP itu kembali di atas nakas dengan rasa kecewa, kenapa Mas Topan sekarang mengganti kata sandi dengan yang lain, tidak lagi tanggal jadi kami dulu. 

Baru saja beberapa detik aku meletakkan HP itu kembali ke tempat awal, tak sengaja kulihat 

ada pesan masuk ke HP mas Topan, terlihat dari lampu layar HP yang berkedip-kedip. 

tak menunggu lama langsung kulihat siapa yang mengirim, Mas Topan pesan. 

"Maaf, Mas, ya, baru sempat mengabari karena semalam sibuk banget ngurusin persiapan itu… uangnya sudah masuk, Mas, Terima kasih, ya." 

Tukang las, tertera sebagai pengirimnya di sana. 

Aku yang tengah berdiri terasa seperti tidak menapak. Siapa dia? kenapa Mas Topan mengirim uang? tukang las? 

las apa? Apa itu pemilik tukang las? tapi apa hubungannya dengan Mas Topan? apa dia perempuan atau laki-laki? 

Ya Allah, ada apa ini ya Allah… apa yang tengah di tutupi suamiku saat ini, tolong tunjukkan padaku dengan caramu yang tidak pernah aku duga. 

Aku merasakan dada yang kian sesak, hati yang terasa begitu sakit perih. 

"Dek, HP, Mas, keting… gal… an," Mas Topan terdengar berkata dengan nada syok. Sebab dia yang datang tiba-tiba di daun pintu kamar melihat aku sedang menatap HP itu dan membaca pesan dari tukang las tersebut. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status