Share

Bab 3

"Kamu habis lihat HP, Mas? kenapa? apa kamu curiga ada yang, Mas, sembunyikan dari kamu?" tanyanya tenang. Mas Topan seolah bisa membaca pikiranku saat ini. 

"Mbak Diah kirim pesan, itu apa? apanya yang mewah? Mas mau beli sesuatu? kok nggak bilang-bilang dulu sama aku. Mas bilang lagi nggak ada duit, kan? " tanyaku tanpa basa basi. 

Mas Topan melihat hpnya sebentar, seperti tengah membaca pesan dari mbak Diah barusan. Tidak terlihat dia panik sedikitpun di wajahnya, yang ada dia malah terlihat sangat tenang.  Setelah melihat hpnya sebentar, dia pun lalu kembali menaruhnya di atas nakas.  

"Pesan yang itu? itu mbak Diah ngirim foto rumah, dia mau pindah rumah. Jadi dia minta, Mas, juga ikut andil dalam memilih rumahnya itu. Tadi dia kirim gambarnya biar Mas lihat bagus apa nggaknya dari pada rumah yang kemarin. Kan kamu tau, Mbak Diah, apa-apa pasti melibatkan, Mas." Terangnya sambil melipat sajadah dan sarung lalu meletakkan kembali ditempat semula. 

Mas Topan terlihat menjawab pertanyaanku tenang dan tidak gugup. 

Jika Mas Topan benar menyembunyikan sesuatu, harusnya dia gugup ya saat aku tanya. Tapi ini Mas Topan terlihat menjawab dengan Santai dan ringan. 

"Kamu nggak bohong, Mas? kok tumben, Mas nggak cerita ke aku? biasanya, Mas, apa-apa bilang." Cercaku. 

Kulihat Mas Topan menarik nafasnya dalam, dia melabuhkan bokongnya di sisi ranjang, mensejajarkan duduknya denganku. 

Mas Topan menatapku dalam tak berkedip. Dadanya terlihat naik turun menarik nafasnya. Entah itu dia sedang emosi, marah, menahan kesal, entahlah aku tidak tahu. 

Aku pun membalas tatapan itu dengan tatapan datar dan tak berkedip. Apa mungkin Mas Topan ingin menunjukan bahwa di matanya tidak ada kebohongan. Tapi aku masih tidak ingin percaya begitu saja. 

"Dek… ngapain juga, Mas harus bilang- bilang. Mbak Diah beli rumah kan pakai uangnya sendiri, nggak minta sama kita juga kan? ngapain Mas cerita-cerita perihal itu. Lagian Mas juga capek, Dek. Apalagi, Mas habis ngampas dari luar kota. Sudah lah jangan ngajak ribut terus.  Mas mau tidur, besok mau keluar kota lagi." Mas Topan berkata seraya membetulkan posisi tidurnya. Tak lupa sebelum itu dia mencium anak kami, Nisa. 

Mas Topan memang sering ngampas keluar daerah, karena memang banyak toko yang di masukin Mas Topan. Mulai dari toko kecil, sampai toko besar seperti minimarket dan supermarket. Dalam  seminggu bisa sampai empat kali keluar kotanya. 

Aku masih belum puas dengan penjelasan ini. Poin pentingku saat ini ingin tau tentang ibu. 

"Tapi kenapa tadi, Mas, bilang kalau, Ibu yang harus mengelola keuangan rumah tangga kita? Kenapa jadi begitu?" tanyaku. 

Mas Topan yang sudah memejamkan matanya kulihat dia membukanya kembali. Dia duduk, lalu kembali menatapku tajam. 

Kali ini aku tau dia tersulut emosi, itu terlihat jelas di matanya. Jujur saja, aku mulai takut melihat ekpresinya. taku jika dia benar-benar marah padaku. Tapi aku harus tetap tenang, tidak boleh terlihat takut. bagaimana juga masalah ini harus cepat selesainya. 

"Bisa nggak, Dek, kamu diam?! aku capek mau istirahat. Kenapa sekarang kamu jadi bawel bangat sih?! Kenapa yang kamu bahas duit! duit! duit mulu! apa nggak bisa bahas yang lain?" 

Mas Topan berkata dengan sedikit meninggi, namun tidak keras. Mungkin dia takut Nisa bangun. 

"Lho, Mas! apa yang aku bahas ini adalah hakku dan Nisa. kamu tau itu kan? Kamu memang anak laki-laki Ibu, tapi  bukan berarti Ibu bisa menguasai apa yang, Mas, dapatkan. Lain halnya kalau, Mas, masih lajang, aku tidak akan protes karena memang bukan hakku. Kamu jangan dzolim, Mas!" 

"Astagfirullah, Dek! siapa yang dzolim sama kamu? kan Mas hanya bilang kalau bisa, Ibu yang mengatur keuangan kita. Nanti kebutuhan yang lain, Ibu yang beli, kamu nggak usah mikir lagi nanti mau apa-apa semua nanti disiapkan sama Ibu. Nggak mungkin ibu menelantarkan kamu sama, Nisa. Ibu hanya mengatur dan menyimpan keuangan kita, sisanya untuk tabungan kita. Kamu percaya aja, Ibu nggak akan mengambil hakmu. Nggak ada yang dzolim sama kamu, Dek," Kata Mas Topan. 

Aku masih tidak percaya Mas Topan berkata seperti itu.  Entah apa yang dikatakan oleh mertuaku sampai dia kerasukan ibunya saat ini

Aku tidak membenci ibu mertuaku selama ini juga baktiku padanya sama seprti baktiku pada ibuku. Hanya saja, aku tak selalu bisa memberi orang tuaku uang. Berbeda, dengan Ibu mertua yang tiap bulan wajib. 

"Kamu kenapa, Mas? ada apa sama kamu sekarang?"

"Maksud kamu apa, Dek, nanya begitu?"

"Kamu bukan Mas Topan yang aku kenal, Mas. Kamu kenapa? apa yang kamu sembunyikan dari aku? Aku minta kamu jujur," 

"Apa sih, Dek. Udahlah, kamu nggak usah nanya aneh-aneh. Nggak ada yang Mas tutupi dari kamu. Udahlah, sekarang tidur sana, Mas ngantuk."  

"Apa, Mas sudah tidak percaya aku lagi sampai-sampai, Mas, harus memberikan, Ibu untuk mengatur keuangan kita? bagaimana kalau aku tidak pernah akan mau dan tidak ridho atas putusanmu? Apa, Mas, akan tetap memberikan pada, Ibu?" Aku berkata sambil terus meliriknya yang tengah mencoba untuk tidur dihadapanku saat ini. 

Matanya yang terpejam terlihat bergerak-gerak pelan, dan tak lama kemudian mata itu terbuka. Mas Topan langsung menatapku kembali dengan tatapan yang, entahlah. 

Dia bangun dan duduk, hanya seperkian detik hal yang tidak terduga terjadi. 

Dia berdiri, lalu menatapku sekilas, setelah itu tnaganya meraih banta dan guling. Tak lupan dia juga mengambil hpnya di atas nakas. 

Aku melihatnya dengan kening berkerut kecil, apa yang ingin dia lakukan. 

Mas Topan melangkahkan kakinya ke arah pintu. 

"Mau ke mana, Mas? aku masih ingin bicara!" teriakku. 

Aku berdiri ingin menyusulnya. bruk! suara pintu kamar ditutup cukup kencang hingga mengeluarkan bunyi yang cukup brisik. Pangkhaku terhenti, saat suara Anisa menangis mengagetkan aku. 

Aku langsung berjalan ke belakang untuk menenangkan Nasi dengan memberinya Asi. 

"Maafin, Mama, Sayang, sudah bikin Nisa bangun," Ku dekap tubuh mungilnya yang gembul itu sambil mengusap punggungnya. 

"Baiklah, Mas, malam ini kita sudahi dulu. Aku mengalah untuk sekarang. Tapi tidak untuk besok." Aku bergumam sambil menatap geram ke arah pintu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status