Share

16. Ragu

Author: Cerita Tina
last update Last Updated: 2025-09-15 21:06:35
Keesokan harinya, Theo sudah terlihat lebih ceria. Wajahnya tak lagi sepucat kemarin, keringat dingin yang sempat membasahi pelipisnya sudah hilang. Varen duduk di tepi ranjang, menatap termometer yang baru saja ia pakai untuk memeriksa Theo. Angka yang tertera menunjukkan suhu normal. Sebuah helaan napas lega lolos dari bibirnya.

Tanpa menunda, ia memotret hasil suhu di termometer itu, lalu mengirimkan ke Viona dengan sebuah pesan. “Syukurlah, demam Theo sudah turun. Sepertinya obat yang kamu berikan kemarin bekerja dengan baik. Terima kasih, Vio.”

Beberapa detik kemudian, layar ponselnya menyala. Balasan dari Viona masuk.

“Alhamdulillah, aku ikut lega, Kak. Aku sempat khawatir kalau demamnya makin tinggi.”

Varen tersenyum membaca pesan itu. Namun sebelum ia sempat mengetik balasan lain, notifikasi baru muncul lagi.

“Oia Kak, kemarin aku bertemu dengan Bu Kartika, beliau ibunya Kak Varen kan?”

Deg. Jantung Varen bergetar. Matanya refleks terbelalak kecil. Ia terdiam sesaat, me
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Vonis Cinta Sang Hakim   102. Kau Kemana

    Varen melangkah masuk ke rumah, suasana rumah itu terlihat sepi. Ia langsung menuju kamar mereka, berharap bisa menemukan Viona sedang beristirahat di sana. Tapi kamarnya kosong. Selimut di ranjang masih terlipat rapi. “Vio?” panggilnya pelan. Tapi tak ada sahutan. Ia bergegas menuju kamar mandi, mengetuk pintunya beberapa kali. “Sayang, kau di dalam?” Namun masih saja hening. Ia mulai merasa cemas. Lalu Varen segera memeriksa ruang tamu, dapur, hingga halaman belakang tapi tetap sunyi. “Kau ke mana?” batinnya resah. Ia tahu Viona sedang kurang sehat. Bukankah tadi ia izin pulang lebih awal dari rumah sakit, pikirnya. Langkahnya kembali ke kamar. Saat hendak duduk di tepi ranjang, matanya melirik selembar kertas terlipat rapi dengan sebuah kotak kecil di atas meja rias. Alis Varen mengerut. Ia membuka meraih kertas itu. Begitu ia buka dan membaca baris demi baris tulisan tangan Viona. "Hai, Varen Pradipta. Selamat. Kau berhasil mempermainkanku selama ini.Kau tahu, a

  • Vonis Cinta Sang Hakim   101. Pergi

    Varen hanya menatap punggung istrinya semakin menjauh. Ia memegang tangan kirinya yang terasa sedikit perih akibat tersenggol dengan stang motor Viona, "Sialan..Kenapa harus sekarang." gumamnya mengumpat pada dirinya sendiri. Ia melangkah masuk kedalam untuk mengambil ponselnya. Varen ingin memberi tahu kedua temannya. Ia melihat ponselnya berdering lagi. Itu adalah staf kantornya. "Halo," ucapnya memulai pembicaraan. Terdengar suara formal di seberang telepon, "Halo Pak, saya ingin mengingatkan kembali. Jam 9 nanti ada sidang penting. Untuk berkas tambahan sudah saya siapkan di meja Bapak." Varen menarik napas panjang, "Baiklah." jawabnya singkat. Lalu telepon berakhir. Varen masih mengenggam ponselnya. Ia segera mengabari Lino dan Radit. "Viona sudah tahu tentang misi kita." Varen mengusap wajahnya dengan frustasi. Awalnya ingin mengejar Viona kerumah sakit. Namun dengan info jadwalnya barusan, ia tidak bisa melakukannya. "Hah!" dengusnya keras. Ia melayangkan pukula

  • Vonis Cinta Sang Hakim   100. Kau Selingkuh?

    Hari ulang tahun Varen yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Viona merasa lega karena rahasia yang ia pendam selama beberapa hari terakhir akan menjadi kejutan manis untuk suaminya. Pagi itu, ia bangun lebih cepat dari biasanya. Wajahnya tampak segar, ada semangat yang sulit disembunyikan. Sambil menyiapkan sarapan, ia bersenandung riang. Ia sempat melirik jam dinding. Rencananya, sore nanti begitu Varen pulang, Viona, ibu dan mertuanya, mereka akan menyambut dengan kejutan kecil yang sudah disiapkan diam-diam. Viona tersenyum membayangkan wajah terkejut Varen nanti. Namun pagi ini ia harus tetap bersikap biasa saja, agar tidak mencurigakan. Setelah sarapan terhidang, mereka duduk berhadapan di meja makan. Viona menatap lama pada Varen. “Sayang, kamu belum cukuran ya? Kumis kecilmu mulai kelihatan,” kata Viona sambil tersenyum. Varen mengerutkan alis, “Oh ya? Hmm…” Ia melirik jam tangannya. Masih ada waktu. “Sebentar ya,” katanya, lalu masuk ke kamar mandi untuk bercukur. S

  • Vonis Cinta Sang Hakim   99. Hasrat Tertunda

    Varen tiba di rumah, Ia langsung memeluk Theo “Ini untuk anak baik yang selalu jaga maminya,” ucap Varen seraya menyerahkan kotak kecil berisi miniatur mobil kesukaan Theo. Bocah itu melonjak gembira dan langsung memeluk papinya.Setelah menidurkan Theo, Varen menghampiri Viona di kamar. Ia ingin menggoda istrinya dengan sedikit liar seperti biasanya. Ia mendekat, menautkan pelukannya dari belakang, mencium bahu Viona dengan lembut. Ia sudah tak tahan untuk melepaskan hasrat yang tertahan. “Aku kangen..” bisiknya. Varen membalikkan tubuhnya dan membawa istrinya ke pelukan penuh, Viona hanya bisa menatapnya antara ingin dan takut.Sayang, jangan dulu,” kata Viona pelan.Namun Varen sudah terlanjur tenggelam dalam dekapnya. Ia menindih lembut tubuh Viona, namun baru sesaat, Viona memejam, menarik napas pendek ada sesak yang tak bisa dijelaskan.Varen segera menghentikan gerakannya.“Kenapa? Aku menyakitimu?” tanyanya cepat, wajahnya panik.Viona menggeleng pelan, “Enggak… cuma, aku m

  • Vonis Cinta Sang Hakim   98. Aku Lelah

    Disisi lain, Lino baru saja tiba di bandara. Udara sore yang padat oleh deru kendaraan. Ia menepikan mobil ke area parkir bandara. Ia menatap layar ponselnya, ada pesan terakhir dari Varen semalam. Mereka memang sudah sepakat untuk bertemu hari ini, lalu bersama-sama menuju tempat Pak Jaya untuk memeriksa dan membahas perkembangan kasus para napi sopir yang dulu mereka tangani. Namun begitu ia hendak turun dari mobil, matanya menangkap sesuatu yang membuat langkahnya tertahan. Sebuah mobil yang sangat ia kenal. Mobil Varen baru saja melintas di depan matanya dan berhenti tak jauh dari situ. Kening Lino berkerut. “Mobil Varen dibawa siapa?” batinnya curiga. Ia menyipitkan mata, mencondongkan badan sedikit, mencoba mengintip di sela kaca deoan mobil. Tapi begitu melihat siapa yang turun dari sana, napasnya nyaris tercekat. “Viona?” gumamnya pelan, tak percaya. Ia memperhatikan perempuan itu yang kini berdiri dengan wajah berseri, menenteng tas kecil dan melangkah cepat menu

  • Vonis Cinta Sang Hakim   97. Penumpang Rahasia

    Siang itu Radit pulang dr kantornya lebih cepat. Ia telah memesan tiket dan bersiap-siap ke bandara untuk menuju ke Surabaya menyesuaikan penerbangannya dengan Mayang. Setelah menyiapkan tas kecil, ia berangkat ke bandara. Semua terasa begitu cepat. Check in, pemeriksaan tiket, hingga akhirnya suara panggilan terdengar. “Kepada seluruh penumpang tujuan Surabaya, silakan menuju ke pintu keberangkatan...” Ia dan penumpang lainnya berjalan masuk ke koridor menuju pintu pesawat yang sudah ditentukan. Radit sudah mempersiapkan diri, ia memakai kacamata hitam, jaket dan masker, ia tak ingin mayang mengenalinya begitu saja. Dan benar saja, dipintu pesawat, Mayang sudah berdiri dengan pakaian pramugarinya, rambut yang disanggul sempurna dan senyumannya yang lembut menyambut para penumpang yang satu persatu masuk kedalam pesawat itu. Radit sangat deg-degan saat ia hampir dekat dengan kekasihnya. Begitu mereka berhadapan, "Selamat datang." Ujar mayang lembut. Radit hanya tersenyum

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status