POV DEWI"Pelan-pelan saja, Wi." ucap Ibu sembari menepuk pundak belakang. Bagaimana aku bisa tenang? Arum ada di tangan Ayahnya. Ayah? Bukannya Mas Veri itu Ayah kandung Arum? Kenapa aku harus takut. Padahal tak mungkin jika lelaki itu berani menyakiti darah dagingnya sendiri.Hah, apa yang telah terjadi padaku? Kenapa aku menjadi separno ini dengan lelaki itu?"Wi, Arum masih butuh sosok kamu!""Astagfirullahaladzim," jawabku sontak mengerem motor saat itu juga.Beruntung tidak ada motor maupun kendaraan lain dibelakang. Andai saja ada mungkin akan berbeda cerita.Tak berapa lama motor yang kami kendarai tiba di halaman rumah Mas Veri. Nampak motor lelaki itu juga terparkir diteras."Mas Veri? Tolong, buka pintunya!" Aku mengetuk pintu sembari berteriak. Entah apa yang ada dipikiran para tetangga aku tidak peduli yang aku harapkan kali ini aku bisa bertemu Arum dengan keadaan sehat tanpa kurang suatu apapun.Ceklek,Sosok lelaki tua membuka pintu utama. Tatapannya penuh tanya, ada a
"Pak Bambang tadi ke kantor, Pak. Dia menceritakan semua disana dengan pimpinan Veri. Dia meminta ketegasan beliau," tutur Veri dengan kepala menunduk."Pak Bambang suaminya Dian?"Veri hanya mengangguk. Allahu Akbar, jika Veri tidak lagi bekerja, bagaimana nasib keluargaku nanti?"Pak, bagaimana ini? Kita juga harus membayar denda. Jumlahnya tidak sedikit, dari mana kita punya uang sebanyak itu?" Aku memijat pelipis dengan pelan. Rasanya kepalaku berdenyut nyeri, setelah mendengar kabar tentang pemecatan Veri."Sabar, Bu. Bapak akan pikirkan jalan keluarnya.""Bagaimana kalau kita pinjam uang saja pada Pak Raji?""Pak Raji?" tanya Veri sembari menatapku dengan seksama."Mama yakin mau pinjem uang sama Pak Raji? Bunganya gede lho, Ma. Nanti kalau Ndak bisa bayar bisa-bisa rumah kita disita." ucap Anis sembari menatap kami bergantian. "Lha mau gimana lagi, Nis? Mama juga sudah ndak punya tabungan. Ini semua gara-gara kamu, Ver. Kalau kamu ndak tergoda sama paha mulus milik Dian, semua
##BAB 17"Astagfirullahaladzim, Ibu kok bicara seperti itu?" Aku segera mengangkat Arum, lalu mengajaknya sedikit menjauh. Takut jika nanti dia kembali berkata kasar."Munafik," ucap si wanita tua itu dengan mata berapi-api."Bu, mungkin ini semua salah paham. Kita bisa bicarakan semuanya baik-baik. Ada anak kecil yang mendengarkan." Ibu mencoba menanggapi kemarahan wanita tua ini dengan sabar. Meskipun dia sendiri tidak tahu permasalahannya."Sudah, ndak usah sok baik deh! Kamu inget ndak waktu itu kamu gendong bayi itu terus di beri tumpangan sama suamiku?""Astagfirullahaladzim, waktu motor Lek Tarno mogok dijalan? Ya Allah, Bu. Itu suami Ibu sendiri lho yang menawarkan. Katanya kasihan melihat saya panas-panas dorong motor. Lalu saya diantar sampai ke pasar. Sudah itu saja ndak lebih. Ada saksinya kok, Lek Tarno.""Halah, Ndak usah banyak alesan.""Wi, coba kamu panggil Lek Tarno biar dia menjelaskan semua." "Baik, Bu." Aku segera pergi ke rumah Lek Tarno yang tidak terlalu jauh.
[Ih, kamu ini ndak tau apa? Satu kampung heboh, suamimu nikah sama Dian.][Suami? Hampir mantan][Tapi kan belum][Bentar lagi]Juleha kembali mengirim gambar Mas Veri yang tengah mencium pucuk kepala Dian. Wanita tua yang menjadi selingkuhannya selama ini. Astaga, melihatnya saja aku ingin muntah. Kenapa keluarganya mengizinkan mereka menikah?Bukannya Dian masih berstatus istri orang. Sedangkan Mas Veri belum ada putusan. Nggak masuk akal?[Gil* ya, keluarga Veri. Apa kagak punya malu ya. Habis digrebek lalu menikah. Pake senyum-senyum segala lagi] Aku hanya membaca saja pesan dari Juleha tanpa berniat membalasnya. Lebih baik aku ikut tidur saja bersama Arum. ****POV Veri"Pak, ini uang buat bayar denda dan juga buat bayar sekolah Anis." Aku menyodorkan setumpuk uang. Semua orang yang tengah duduk di depan televisi pun heran dibuatnya dari mana aku mendapatkan uang tersebut?"Darimana kamu dapet uang sebanyak ini, Ver?" tanya Mama yang langsung cepat duduk dengan posisi tegap."
POV DewiSeperti biasa, aku bangun pagi setelah mendengar adzan subuh berkumandang. Menunaikan sholat dua rekaat selebihnya menyiapkan semua kebutuhan Arum. Sabar Nak, kita pasti bisa melewati ini semua. Aku yakin kamu akan tumbuh menjadi anak yang kuat dan juga Sholehah meski tanpa sosok ayah yang mendampingi. Aku yakin Tuhan memiliki rencana yang jauh lebih indah lebih dari yang kita harapkan. Meskipun kali ini kita harus merasakan sakit terlebih dahulu.Tanganku masih sibuk menyiapkan sarapan pagi. Namun pikiranku kembali mengingat wanita yang datang kemarin."Ibu kemarin bicara apa dengan wanita itu?" Ibu menghentikan aktivitasnya mencuci piring sejenak lalu kembali melanjutkan."Ibu ndak bicara apa-apa! Ibu hanya bicara kalau ibu Ndak punya hubungan dengan suaminya. Itu saja!""Dia percaya?""Nggak tau. Lek Tarno kemarin kenapa ndak datang?" Ibu berbalik badan agar bisa melihatku."Lek Tarno ndak ada dirumah. Malah Bulek Riris marah-marah Ndak jelas.""Memang begitu sifatnya, ma
Hari ini aku libur bekerja. Setelah dua bulan lamanya aku mengurus surat cerai akhirnya status janda kini sudah aku sandang. Harus ekstra sabar dengan omongan tetangga dan juga harus kuat mengurus semua sendirian. Meskipun Arum harus tumbuh tanpa Ayah di sampingnya. Tak masalah bagiku, kucurahkan kasih sayang berlebih untuknya seorang. Ditambah Ibu selalu setia menjaga nya menambah kasih sayang, membuat Arum tak pernah kekurangan kasih sayang."Assalamualaikum." Salam terdengar dari luar rumah. Aku yang sedang sarapan pun meletakan sendok berniat membuka pintu."Sudah, Ibu saja. Kamu lanjutkan makan!" Aku mengangguk. Ibu yang tengah membawa seikat daun pepaya dan juga daun singkong ia letakan diatas meja. Lalu berjalan menuju sumber suara."Waalaikumsalam," ucap Ibu sembari membuka pintu. Aku langsung meletakan piring kotor pada wastafel lalu mencuci tangan. Berjalan menghampiri siapa yang bertamu.Aku berjalan menuju ruang tamu. Melihat Ibu sudah memeluk Mas Bayu dan juga Mbak Ika si
POV DewiKerompyang ….Terdengar suara gaduh dari kamar Mbak Ika. Semua orang yang tengah berkumpul di kamarku hanya bisa saling melempar pandangan. Ada apa lagi ini?"Istrimu kenapa itu, Yu?" tanya Ibu sembari mengusap punggung Arum.Mas Bayu tidak menjawab. Dia langsung bergegas menuju kamar, mencari tahu apa yang telah terjadi disana."Apa yang kamu lakukan, Ika?" tanya Mas Bayu sembari memungut kaleng roti yang berisi kerupuk itu. "Nathan ini lho, Pah. Suka makan yang aneh-aneh. Mama kan sudah bilang jangan makan beginian! Ngerti nggak sih?!""Papa …." Nathan memeluk Mas Bayu, dia terlihat ketakutan mendengar Mbak Ika berteriak dihadapannya."Astagfirullahaladzim," ucap Mas Bayu pelan, tangannya tak henti mengusap kepala putranya dengan lembut. Aku yang sudah berdiri dibelakang Mas Bayu hanya bisa ikut beristighfar.Entah bagaimana hati Mas Bayu saat ini? Apakah merasa malu atau merasa tak enak sendiri padaku dan juga Ibu. Mbak Ika yang baru saja tiba sudah memperlihatkan sikap y
POV DewiKerompyang ….Terdengar suara gaduh dari kamar Mbak Ika. Semua orang yang tengah berkumpul di kamarku hanya bisa saling melempar pandangan. Ada apa lagi ini?"Istrimu kenapa itu, Yu?" tanya Ibu sembari mengusap punggung Arum.Mas Bayu tidak menjawab. Dia langsung bergegas menuju kamar, mencari tahu apa yang telah terjadi disana."Apa yang kamu lakukan, Ika?" tanya Mas Bayu sembari memungut kaleng roti yang berisi kerupuk itu. "Nathan ini lho, Pah. Suka makan yang aneh-aneh. Mama kan sudah bilang jangan makan beginian! Ngerti nggak sih?!""Papa …." Nathan memeluk Mas Bayu, dia terlihat ketakutan mendengar Mbak Ika berteriak dihadapannya."Astagfirullahaladzim," ucap Mas Bayu pelan, tangannya tak henti mengusap kepala putranya dengan lembut. Aku yang sudah berdiri dibelakang Mas Bayu hanya bisa ikut beristighfar.Entah bagaimana hati Mas Bayu saat ini? Apakah merasa malu atau merasa tak enak sendiri padaku dan juga Ibu. Mbak Ika yang baru saja tiba sudah memperlihatkan sikap y