Home / Romansa / Wajah Asli Adikku / Secret admirer

Share

Secret admirer

Author: Syarlina
last update Last Updated: 2022-01-14 14:31:16

 Setiap hari aktivitasku hanya seputar rumah dan sekolah. Setelah selesai ngajar, maka langsung pulang ke rumah. Pergi keluar kalau ada kepentingan mendesak saja atau memang ada ajakan dari teman terdekat. Itu pun perginya cuma sebentar. Biasanya pergi pas weekend atau libur ngajar.

***

 "Kasihan ya Bu May. Gagal terus nikahnya. Mungkin kena karma ibunya kali. Iya kan Lin?" Kaki yang ingin melangkah masuk ke dalam kantor guru, terhenti di depan pintu yang terbuka. Kuusap pelan dada, meredakan emosi yang mulai naik. Selalu saja ada yang mengaitkan tentang nasib burukku yang gagal menikah dengan almarhumah Bunda.

 "Hussstttt! Jangan bicara sembarang. Memang takdir saja. Lagi pula mungkin itu cara Tuhan menyeleksi jodoh Bu May. Asal Bu Rahma tahu, calon Bu May yang sebelumnya nggak ada yang beres. Untunglah Bu May dikasih lihat terlebih dulu daripada menyesal di kemudian," timpal Linda membelaku. Linda memang teman terbaik. Dia selalu membela dan memberikan support dikala banyak yang mencemooh.

 "Masa' sih? Katanya, calonnya yang kemarin malah kecantol sama adiknya. Benar nggak sih?" timpal suara lainnya.

 "Benar nggaknya itu, juga bukan urusan kita. Yang pasti kalau ketemu Bu May kita harus bersikap biasa aja. Seolah kita nggak tahu dan jangan diungkit masalah yang itu lagi." Aku tahu ini suara siapa. Bu Resa. Guru senior yang kusegani. Beliau tipe guru yang ngemong dan enak diajak diskusi.

 "Iya, iya paham kok. Cuma aneh saja gagalnya pas udah mentok tinggal nunggu harinya saja. Katanya sih, ayahnya Bu May sudah menolak lebih dulu lamaran si calonnya May untuk adiknya, benar begitu Bu Linda?" Hal sedetail itu saja sampai ke telinga mereka. Entah siapa biang gosipnya.

"Saya tidak tahu. Itu bukan ranah saya untuk menjawab. Bu Dian bisa tanya sendiri sama Bu May," jawab Linda tegas.

 "Bu Linda pelit. Masa yang begini aja nggak tahu. Kan situ temenan," tuding Bu Dian tidak percaya.

  "Teman bukan berarti harus tahu semuanya. Andai pun tahu bukan hal bijak untuk mengungkap masalah pribadi orang lain."

 "Kan bisa--"

 "Loh, Bu May? Kenapa nggak masuk Bu?" Aku sampai terkaget karena tak siap disapa Pak Arga yang kebetulan datang, dan melihatku hanya berdiam diri di depan ruang guru. Kutatap ke dalam, semua guru yang tadi membicarakanku sudah berada di posisinya masing-masing atau ke meja berpapan nama mereka yang terletak di atas meja.

 "Nggak apa Pak, mari." Aku berlalu masuk lebih dulu dan sempat bersitatap dengan Bu Dian dan Bu Rahma, saat melewati meja mereka dengan memaksakan senyum menuju ke mejaku berada.

 "Hei, sorry. Tadi dengar ya?" tanya Linda berbisik merangsek duduk di sampingku. 

 Aku kembali memaksakan senyum. "Dengar apa? Gosip terbaru? Apa?" Berpura bertanya dan terlihat sibuk mengecek buku yang tersusun rapi di atas meja.

 Linda menyenggol lenganku dengan badannya. "Jangan bohong. Jangan bertingkah seolah tidak dengar. Kayak nggak kenal kamu aja."

 Aku tersenyum. "Sudah biasa," jawabku tetap dengan menyunggingkan senyum. Berita tentangku yang gagal nikah sampai juga di sekolah ini. Ada yang bertanya langsung, tapi ada juga yang menjadikannya bahan gosip.

 "Coba lihat di kolong laci meja, siapa tahu bisa menaikkan mood kamu." Linda paling tahu kalau pembicaraan mereka barusan telah menurunkan moodku. Yang dibawah laci pun kurasa tidak bisa menaikkan moodku kembali.

 Kuhela Napas terlebih dulu sebelum mengikuti saran Linda. Lalu merunduk dan merogoh ke kolong laci di bawah meja, mencari sesuatu. Dapat. Ada lagi.

 "Dapat lagi," tukasnya dengan senyum terkembang setelah kukeluarkan pelan sebuah kotak kecil berisi sesuatu sambil mengitari sekitar, melihat sekilas orang-orang yang berada di dalam ruangan ini. Tidak ada yang mencurigakan. Mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

 "Coba buka? Kayaknya isinya cokelat." Lagi, Linda yang semangat ingin tahu dan penasaran dibandingkan aku.

 Setelah kubuka isinya memang sesuai tebakan Linda, cokelat berbentuk bulat, tersusun rapi dalam kotak kecil. Ada kartu ucapan di atasnya.

 "Kok lihat aku segitunya?" 

 "Bukan kamu kan yang mengerjaiku seperti ini?" tudingku tanpa mengalihkan tatapan.

 "Loh, kok aku yang tertuduh? Nggak." Linda mengelak dengan mengangkat kedua tangannya.

 "Kamu kuajak ke ruang security untuk ngecek CCTV kantor nggak mau. Padahal aku penasaran May, siapa yang sering ngasih kamu hadiah kayak gini, siapa tahu ketangkap kamera CCTV di sini."

 Bukannya tidak mau mengikuti saran Linda. Aku juga penasaran siapa yang hampir dua bulan mengirimi hadiah tanpa nama. Hanya saja aku tidak ingin membuat kegaduhan di sekolah ini dan menambah gosip tentangku. 

 "Semoga kamu suka. Tunggu lima tahun lagi, aku akan datang melamarmu. Your secret admirer." Linda melirikku sekilas dengan senyum menggoda saat membacakan pelan catatan kecil di kartu ucapan tersebut. 

  

 "Ciee … kamu nggak penasaran May siapa dia?" tanyanya kembali setelah selesai membaca isi pesan itu.

 Kugelengkan kepala. Bagiku kalau suka tunjukkan, bukannya bersembunyi seperti ini. Pakai bilang mau melamar segala.

 "Sayang pesannya diketik, bukan tulis tangan," rutuknya masih meneliti pesan tersebut. "Buatku kan?" tunjuk Linda ke kotak cokelat tersebut dan kuanggukkan kepala mengiyakan. Linda bersorak gembira. Hampir semua hadiah yang kudapat dari si pemuja rahasia, kuberikan ke dia.

 "Makasih, padahal ini cokelat mahal May." tukasnya sembari mengambil satu bulatan cokelat dan memasukkannya ke dalam mulut.

 Aku hanya tersenyum tipis. Fokusku masih dengan buku tugas yang berada di atas meja.

 "Sudah bel masuk. Aku duluan Lin. Jam ngajarku pertama," pamitku padanya dengan membawa semua buku yang telah selesai kuberi nilai.

 Linda mengangguk dengan mulut penuh cokelat. Diangkatnya dua jempol ke arahku.

 ***

 "Bu Maysarah." Pak Arga memanggilku.

Kuhampiri Pak Arga yang berdiri di depan pintu ruang kelas tempatku sedang mengajar kelas matematika.

 "Maaf ganggu sebentar waktunya." Ucapan Pak Arga membuat keningku berkerut.

 "Iya, Pak. Ada apa?" Aku bertanya saat memangkas jarak.

 "Ken dan Rio ketangkap Pak Tigor memanjat pagar belakang sekolah. Mereka dibawa ke kantor guru dan sedang diinterogasi Pak Tigor."

 "Hah!" Refleks ku kaget.

 "Mereka ketahuan bolos saat jam kelasnya," lanjut Pak Arga memberi info.

Ya ampun. Ada-ada saja dua muridku itu. Mereka memang terkenal bandel, terutama Ken. Kalau Rio hanya ikut-ikutan. Pak Arga memberitahu karena aku adalah wali kelas mereka.

"Iya, Pak. Terima kasih atas infonya. Saya akan segera ke sana."

 ***

 "Untung Bu Maysarah datang. Lihat mereka mau bolos pada jam kelas saya," beber Pak Tigor dengan logat bataknya padaku. 

"Pagi, Bu May." Kedua murid itu malah tersenyum sambil menyapaku. Hanya kugelengkan kepala mendapati sapaan mereka.

 "Nih, saya serahkan mereka sama Bu Maysarah. Bandel. Mau saya kasih hukuman berat, mereka malah kesenangan, aneh." Pak Tigor berlalu pergi setelah mengatakan hal tersebut dan menyisakan tinggal kami bertiga di ruangan kantor ini. 

"Jadi kenapa bolos?"tanyaku setelah duduk di hadapan mereka.

 "Ibu hebat. Kukira Bu May akan izin libur gegara batal kawin, eh … ternyata tetap ngajar," ucap Ken dengan mengangkat dua jempol. Anak lelaki yang kuakui tampan ini senang sekali bicara asal ceplos. Apa yang kutanyakan, malah dijawab lain.

 "Kenapa bolos?" ulangku lagi tanpa memperdulikan ucapan Ken barusan. 

 "Bosan. Jam olahraga, tapi yang dikerjakan malah teori, bukan praktek. Jadi kami memutuskan bolos, Bu," jawab Rio sesantai mungkin.

 "Kenapa nggak protes?" tanyaku lagi.

 "Bu May kayak nggak kenal Pak Tigor aja. Beliau kan nggak suka dibantah. Yang ada kami malah disuruh nyanyi. Makin nggak nyambung kan, Bu, kami lagi kelas olahraga apa musik?" Kali ini giliran Ken yang menjawab.

 Aku mengulum senyum mendengar jawaban Ken. Dia benar. Pak Tigor itu sebenarnya lebih cocok jadi guru kesenian. Entah kenapa dia mengajar kelas olahraga.

 "Lihat kan Yo, Bu May kalau sudah senyum, biar setipis kertas pun tetap terlihat cantik," ucap Ken dengan menepuk bahu Rio.  

 Aku melongo mendengar ucapan Ken. Anak ini memang sering sekali menggodaku. Aku maklum karena dia terkenal playboy di sekolah ini.

 "Bu May benar berumur 26 tahun?"

 "Kalian ini mau dihukum malah menanyakan umur gurunya. Ayo duduk yang benar, yang sopan. Tuh bajunya dimasukin yang benar," tegurku pada dua anak lelaki berumur 18 tahun yang saat ini berada di kelas tiga SMA.

 "Kamu benar, Ken, Bu May kalau dilihat sedekat ini seperti anak umur 19 tahun, eh 17 tahun. Imut. Apalagi kalau kacamatanya dilepas. Pantas kamu bilang bakal nikahi Ibu May setelah lima tahuun! Aduh, kenapa diinjek?" Rio seperti meringis dengan mengelus ke bagian kakinya.

 "Jangan dengarkan Rio, Bu. Dia suka canda," timpal Ken sembari merangkul bahu Rio dengan tersenyum lebar. 

 Menikahiku setelah lima tahun? Seperti pernah mendengar perkataan itu, tapi siapa? Alisku saling bertaut mencoba berpikir. Tunggu .... Tatapanku beralih ke Ken. Kutatap ia lamat-lamat. Apa jangan-jangan pemuja rahasiaku itu ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Gustini Hasibuan
tauny sang murid toh......
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Mantap bu anak murid yg mencintai gurunya
goodnovel comment avatar
Wiwit Rasyidin
mahal amat...bukan nya 5 aja gitu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wajah Asli Adikku   Ekstra part 5: Ken

    POV AuthorTernyata belum siap aku,Kehilangan dirimu.Belum sanggup untuk jauh darimu.Yang masih s'lalu ada dalam hatiku.Tuhan, tolong mampukan aku.'Tuk lupakan dirinya.Semua cerita tentangnya. yang membuatku s'lalu teringat akan cinta yang dulu, hidupkanku.Ken menghela napas panjang, lalu menghembuskannya. Lagu yang sedang diputar di cafe shopnya, membuat dadanya terasa sesak karena terkenang seseorang. Padahal lagu dari Stevan Pasaribu tersebut sedang hits dan sering diputar di media elektronik."Gas, matikan lagu itu. Putar yang lain saja," titahnya pada pegawainya bernama Bagas, yang kebetulan lewat di hadapannya."Siap Bro!" Ken hanya mengerjap. Ia kembali duduk di pojok kursi sambil mengamati ruangan cafe yang mulai terisi oleh para pengunjung. Cafenya mulai menamp

  • Wajah Asli Adikku   Ekstra part 4: Akhir kisahku

    Semalaman mengurung diri di kamar. Mata sembab dan bengkak. Penampilanku kacau. Ibu ternyata memanggil Kak May. Sebenarnya aku malu, tapi mungkin ada baiknya meminta maaf padanya, siapa tahu rasa sakit ini berkurang. Kami akhirnya bicara dari hati ke hati. Kuceritakan bagaimana Raihan memutuskanku. Kak May bilang dia tidak pernah mendoakan yang buruk untukku. Kenapa aku bisa berpikiran seperti itu padanya? Kak May benar, inii hanya teguran dari Allah karena perbuatan jahatku. Aku kembali menuturkan kata maaf padanya. Sekarang aku sadar kalau perbuatan kita, entah baik atau buruk pasti akan berbalik ke arah kita kembali. Aku berjanji akan menjadi pribadi yang baru dan tidak akan menyakiti orang lain.***Di kantor, aku bersikap biasa saja. Aku dan Raihan seolah tidak saling kenal. Kami bagaikan orang asing kembali. Kulihat ia malah menjalin hubungan dengan wanita lain, teman satu kantor lainnya, padahal baru bebera

  • Wajah Asli Adikku   Ekstra part 3: Penyesalan

    Aku tidak ingin dipenjara. Kenapa perhiasan itu bisa berada di kosanku? Siapa yang sengaja meletakkannya di sana? Pasti Hanin. Bukankah dia yang melaporkanku atas kasus ini?Kak May. Hanya dia yang bisa membantu. Dengan bersuamikan Pak Biru, masalahku pasti teratasi. Kak May tidak mungkin abai.Aku meminta Ibu membujuk Kak May agar mau membantuku. Pasti Kak May tidak akan menolak. Kenapa sulit sekali menjadi orang baik. Baru saja memulai hubungan baik dengan Kak May, sudah ditimpa musibah seberat ini.Beberapa kali melihat ke arah arloji. Tidak terasa sudah dua jam berada di sini. Lelah. Entah sudah berapa pertanyaan mereka lontarkan kepadaku. Hingga tiba-tiba salah satu petugas bilang aku bisa pulang.Aku tercengang. Katanya aku bebas. Laporan untukku sudah dicabut, dan aku boleh pulang. Secepat ini

  • Wajah Asli Adikku   Ekstra part 2: wajah Asliku

    "Bodoh! Bodohnya aku! Seharusnya kujauhi wanita licik sepertimu. Mana ada wanita baik yang merebut kekasih hati kakaknya. Kenapa aku baru sadar sekarang?""Aku yakin kamu cuma mempermainkanku. Sedari awal kamu yang mendekati, merayuku hingga rela meninggalkan Maysarah dan menyakiti hatinya. Benar kan? Kenapa La? Kenapa tega melakukan semua ini padaku?" tambahnya lagi. Tidak ada tatapan cinta yang kutangkap dari kedua matanya.Akhirnya lelaki di depanku ini sadar juga. Sayang sudah terlambat.'Ayo Mala, bersandiwara lah dulu. Yakinkan Ibram jangan sampai lelaki ini bertindak diluar kuasamu.'"Kamu berkata apa? Jangan berspekulasi yang tidak-tidak tentangku. Kamu salah paham, Mas." Aku mencoba bertahan dengan kepura-puraan ini, meyakinkannya kembali."Aku tidak bisa dibohongi lag

  • Wajah Asli Adikku   Ekstra part 1

    POV NirmalaAku menatap seseorang dari atas ke bawah. Kupindai penampilannya. Masih cantikkan aku. Masih tinggian aku, dan masih lebih aku kemana-mana.Kulihat ia mendekap erat boneka bear kecil yang sudah berwarna kusam. Pasti itu benda kesayangannya.Muncul sebuah ide di kepalaku. "Bu, Mala mau itu," tunjukku pada boneka tersebut. Ibu memandang heran ke arah sosok anak kecil yang berada di hadapanku."Jangan, itu kotor. Mending kita beli yang baru yang lebih besar," bujuk Ibu berbisik di telingaku. Namun aku bersikeras menginginkan boneka yang berada di tangan anak tersebut. Dengan rengekan dan tangisan kerasku, Ibu dan laki-laki dewasa yang sekarang harus kupanggil ayah, akhirnya luluh dan memaksa anak itu memberikannya padaku.***

  • Wajah Asli Adikku   Maaf dan Memaafkan

    "Karma apaan? Kamu memangnya dapat karma apa?" tanyaku sedikit kesal setelah ditudingnya begitu."Karma sama kayak Kak May. Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya." Nirmala menarik tisu dan menyapu air matanya yang kembali menitik. Wajah sembabnya menandakan ia menangis sudah terlalu lama."Jangan muter-muter jelasinnya. Aku ada kelas hari ini. Dari tadi kamu bilang karma dan karma. Ingat Nir, di dunia ini tidak ada yang namanya karma. Yang ada tabur, tuai. Siapa yang menabur, dia pula yang kelak menuai. Jadi apa yang terjadi denganmu bisa saja akibat perbuatanmu sendiri." Mendengar penjelasanku, Isak tangisnya semakin keras."Kak May benar. Ini semua pasti azab dari Tuhan karena dulu menyakiti Kak May. Raihan meninggalkanku dengan alasan yang sama seperti laki-laki brengsek itu katakan pada Kak May." Ia mengelap air mata yang membasah

  • Wajah Asli Adikku   Karma?

    Ibu seperti terkejut saat melihatku datang bersama Mas Sam dan ibu mertua. Namun dia tetap mempersilakan kami masuk."May, kok kamu bawa ibu mertua sama suamimu kemari," bisik Ibu saat aku berdiri di sampingnya."Oh, itu kan May bilang mau ke sekolah pas di telepon tadi, dan waktu itu bareng mereka, Bu," bisikku pula. Sepertinya Ibu tidak suka aku datang bersama Mas Sam dan ibu mertua. Nampak sekali dari raut wajahnya."Silakan duduk besan, izin sebentar mau membuat minuman," ucap Ibu ramah mempersilakan Mas Sam dan ibu mertua duduk."Nggak perlu repot Bu, kita cuma mengantarkan May ke sini. May, Ibu sama Sam pergi dulu, nanti biar Mang Diman yang kemari buat antar kamu ke sekolah. Ibu lupa ternyata ada janji sama klien sekarang ini," ujar Ibu sembari menengok jam di pergelangan tangannya dan beralih

  • Wajah Asli Adikku   Kondisi Hanin

    "Bu Asri masih menghubungi Ibu. Dia terus mengabarkan keadaan Hanin. Ibu belum membalas apapun pesan darinya. Jadi, menurut kalian, Ibu harus gimana?" Tampak gurat kebingungan menghiasi wajah Ibu.Hubunganku dengan Ibu sudah membaik. Semalam kami bicara dari hati ke hati.Aku dan Mas Sam saling lirik di meja makan mendapati pertanyaan Ibu."Gimana May?" Mas Sam ikutan bertanya."Kok May yang harus jawab. Bu, hubungan Ibu sama Ibu Asri itu urusan Ibu. Kalau beliau meminta dijenguk atau meminta support ya silakan saja Bu. May tidak keberatan. Kecuali Ibu ikut mendukung menikahkan Mas Sam sama Hanin, baru May protes dan tidak setuju," ujarku menjawab kerisauan beliau dengan mendelik tajam ke arah Mas Sam.Mas Sam mengerutkan keningnya kutatap seperti itu.

  • Wajah Asli Adikku   Mengulik rasa penasaran

    Sejak naik ke lantai atas, aku tidak turun lagi ke bawah. Mengurung diri di kamar hanya dengan rebahan di atas kasur. Rasa kesal masih menghinggapi relung hati. Aku terus berpikir tentang permintaan gila ibunya Hanin. Seharusnya ibunya berpikir bagaimana cara menyembuhkan sakit jiwanya anaknya, bukan malah menjerumuskan lebih dalam, dengan menuruti semua keinginannya.Suara pintu dibuka, memaksaku menoleh ke arah sana. Mas Sam, ia baru pulang kerja. Aku hanya melihatnya sekilas lalu fokus kembali ke layar ponsel berpura sibuk mengamati isi dalamnya.Saat kami bertaut pandang, tatapan Mas Sam menyiratkan sesuatu. Dia pasti sudah tahu kejadian di ruang tengah dari ibunya. Mungkin juga Ibu cerita tentang aku yang mengabaikannya dengan tidak mau membuka pintu kamar ini saat diketuk. Bukannya tidak sopan, hanya saja aku perlu waktu untuk menenangkan hati yang sempat panas akibat mendengar sebuah per

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status