Home / Romansa / Wajah Asli Adikku / Perbedaan Kami

Share

Perbedaan Kami

Author: Syarlina
last update Huling Na-update: 2021-12-10 19:44:14

 Sejak aku tahu kebusukan hati Nirmala, sejak saat itu pula aku berhenti bersikap baik padanya. Tak ada senyum hangat untuk sang adik durjana. 

 Kurang apa aku padanya? Setiap apa yang diinginkannya, selalu kupenuhi. Setiap dia ada kesulitan juga selalu ku tolong. Bahkan boneka kesayangan dulu, ku ikhlaskan untuknya karena dia menginginkannya, padahal boneka itu satu-satunya kenangan dari almarhumah Bunda.

 ***

 Aku mau boneka itu, Bu …!" Rengekan Nirmala tak berhenti, saat melihat boneka kecil Teddy bear kesayangan yang berada di pelukanku.

 "Itu kecil sayang, nanti Ibu beli yang besar sekali, iya kan Ayah?" Bujuk Ibu dengan mengerlingkan mata ke arah Ayah. Lelaki--ku itu mengangguk.

 "Nggak! Aku mau yang punyanya Kak May. Aku mau itu!" Sekarang rengekannya ditambah dengan Isak tangis.

 Aku yang tahu 'Didi-ku' bakal direbut Nirmala, mendekap erat boneka yang awalnya berwarna pink itu, takut diambilnya. Beringsut kumundurkan tubuh ke belakang Ayah, mencari perlindungan. 

 Nirmala yang kala itu baru menginjakkan kaki di rumah ini bersama ibunya, tak disangka malah berulah menginginkan sesuatu yang bukan miliknya. Boneka Teddy bearku yang bernama Didi. Apa yang dilihatnya dari boneka yang warnanya sudah berubah menjadi kecoklatan, karena tidak pernah dicuci? 

 Masih kuingat jelas, Ayah mencoba membujukku agar mau meminjamkan boneka tersebut untuk semalam saja, itu janjinya. Mencoba mengalah karena Ayah sudah membawakan seorang adik waktu itu. Namun nyatanya boneka itu tidak pernah kembali. Walaupun sudah digantikan Ayah dengan boneka yang sama, tapi rasanya sudah berbeda. Tidak pernah sama.

 ***

 Kenapa baru sekarang kusadari kalau dari dulu Nirmala selalu menginginkan milikku? 'Sakitkah' adikku itu?

 Selama ini kulihat Ayah berusaha bersikap adil membagi kasih sayangnya. Tidak kulihat ketimpangan walaupun Nirmala bukan anak kandungnya. Lain hal dengan Ibu. Kentara sekali dia sangat menyayangi anak kandungnya tersebut. Apa aku iri? Ya, aku iri karena Ibu penuh kasih sayang pada Nirmala, sedang padaku, hanya dibagi di kala Ayah ada. Jika Ayah pergi kerja, atau lagi tidak ada di rumah, aku bagaikan orang asing di matanya. Untungnya dia tidak pernah memperlakukanku dengan buruk, tidak pernah main tangan, hanya saja ucapannya yang sering melukai hati.

 Apakah rasa iri ini membuatku sampai berbuat sekeji itu? Tidak. Aku selalu berpikir positif karena mungkin Nirmala itu anaknya. Aku pun masih berpikir positif, ketika para lelaki itu lebih memilih Nirmala dibandingkan diriku. Cantik. Mungkin kata itu yang membedakan kami. Harus kuakui Nirmala sangatlahcantik ditambah dengan kedua mata birunya.

 ***

 "May, pekan ini Ibu Fatimah dan anaknya Samudera akan berkunjung kemari. Ini baik untuk kalian agar saling mengenal." Ayah membuka obrolan di meja makan saat makan malam berlangsung. Aku hanya menyunggingkan senyum tipis menanggapi ucapannya. 

 Pasrah. Apapun yang terjadi nanti, ikhlaskan May. Kucoba menyemangati diri sendiri.

 "Oh, namanya Samudera, Yah," timpal Nirmala melempar senyum ke arahku.

 "Iya, ingat. Kamu nanti nggak usah gabung. Pergi saja kemana dulu, jangan muncul saat pertemuan itu," tegur Ayah mengingatkan Nirmala. 

 "Iya, Yah. Ayah tenang saja. Aku tidak akan muncul di sana." Tatapannya masih mengarah padaku. Jujur, aku tidak suka ditatapnya begitu. Seakan dapat kurasakan ada sesuatu yang sedang direncanakannya.

 "Kata Ibu, calon Kak May itu duda ya?" Gerakan tanganku terhenti menyuap makanan ke mulut. Refleks mata ini ke arahnya.

Nampak Ayah menghela napas sambil melirikku. "Iya, duda," jawabnya pelan.

"Oh, jadi benar duda anak satu?" Lagi Nirmala bertanya seakan ingin mengulitiku. 

 "Iya." Terdengar hembusan beratnya kala menjawab pertanyaan Nirmala. "kalau May nanti keberatan, atau sulit untuk melanjutkan, bilang saja. Ayah nggak akan maksa. Kebahagiaan May nomor satu buat Ayah," sambungnya kemudian dengan mengusap lembut tanganku. Kuanggukkan kepala dengan seulas senyum tipis. Sayangnya aku pun tahu kebahagiaan Ayah adalah melihatku secepatnya menikah.

***

 "Hm … duda, anak satu. Kasihan sekali nasib kakakku tersayang." Aku yang sedang berhias, bersiap untuk berangkat ke sekolah menoleh ke sumber suara. 

 Nirmala.

 Pintu kamarku yang tidak terkunci dimasukinya begitu saja tanpa permisi. Sudah kebiasaannya, dan kebiasaanku juga yang selalu lupa mengunci pintu.

Ocehannya tidak kugubris. Hal itu hanya akan memperlambat gerakku untuk segera berangkat ke sekolah.

 "Padahal kalau Kakak mau, aku bisa bujuk Mas Ibram buat melanjutkan pernikahannya dengan Kak May. Dia pasti mau," ucapnya lagi setelah berada di hadapanku. Kusambut ucapannya dengan senyuman masam.

 "Ayolah Kak. Anggap kali ini aku berbaik hati dengan mempersatukan kembali mantan tunangan Kakak itu ke tangan Kak May." 

 "Lagi pula dia bukan tipeku. Aku hanya main-main saja. Kasihan Kak, dia kayak frustasi gitu waktu kutolak." Dapat kulihat wajahnya yang tersenyum kecut di cermin yang sedang kuhadapi.

 Nirmala. Sejak kecil dia memang menjadi pusat perhatian. Wajah blasteran yang ia dapat dari garis keturunan ayahnya, membuatnya semakin bersinar di mana pun berada.

 "Lihat Kak persamaan wajah kita! Kita ini sama-sama cantik. Cuma sayang warna kulitnya saja yang berbeda. Aku putih, Kak May ...." Matanya melirikku. "Cokelat manis. Oh, ya lupa, bola mata kita pun berbeda. mataku biru dan punya Kak May, hm ... Biasa saja, cokelat. Sama seperti warna kulit Kakak yang manis. Namun masih manisan senyumku bila tersenyum. Mungkin itu salah satu daya pikatku menarik kaum Adam."

 "Dan yang paling menonjol, Kakak selalu menutupi rambut indah Kakak ini dengan kain persegi empat ini. Lihatlah aku! Hanya dengan mengibaskan rambut saja, para lelaki teralihkan dunianya ke arahku. See! Bukan aku yang menggoda lelaki itu, tapi Kakaklah yang menutup diri dan ini," tunjuknya ke arah kaca mata yang bertengger di hidung bangirku. "Buanglah kacamata ini ke sampah. Pakai softlens, biar mata Kakak yang indah ini juga dapat dilihat oleh mereka." Aku hanya menggelengkan kepala dan membenarkan kembali letak kacamata yang barusan disentuhnya tersebut.

 "Ucapkan terima kasih kak, karena aku mau berbaik hati memberikan saran untuk mengubah penampilan Kak May. Jangan sampai duda anak satu itu malah kecantol padaku, jodoh Kak May hilang lagi," desisnya di dekat telinga. Tidak lupa kerlingan mata mengejek. 

 "Dan satu lagi Kak, aku memang janji sama Ayah, tapi aku nggak janji sama Kakak. Kita lihat nanti, duda itu akan tertarik pada Kakak atau malah berpaling ke arahku." Nirmala tertawa kecil saat mengatakannya. Bagiku ketawanya lebih terdengar seperti tawa nenek sihir. Menyeramkan.

 Setelah kepergiannya dari kamar, kutatap wajah ini di depan cermin. 

Benarkah aku harus mengubah penampilan agar terlihat lebih menarik? Salahkah hijab yang menutupi kepala ini? Aku hanya ingin menyelamatkan Ayah dari siksa api neraka karena dosa anaknya. Kulepas kaca mata dan menatapnya lekat. Sebenarnya tanpa kacamata ini pun aku tidak kesulitan dalam melihat. Menggunakannya hanya sekedar memantaskan diri terlihat lebih dewasa saat mengajar. Haruskah kucopot juga dan menggantikannya dengan softlens seperti yang disarankan Nirmala?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
adik tirinya calon pelakor ama lonte sementara kk nya bego mengalah terus jadinya diinjak²... tolol siih gak punya sikapp
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Adik tirinya itu sh cikal bakal pelakor mengarah ke lonte
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Wajah Asli Adikku   Ekstra part 5: Ken

    POV AuthorTernyata belum siap aku,Kehilangan dirimu.Belum sanggup untuk jauh darimu.Yang masih s'lalu ada dalam hatiku.Tuhan, tolong mampukan aku.'Tuk lupakan dirinya.Semua cerita tentangnya. yang membuatku s'lalu teringat akan cinta yang dulu, hidupkanku.Ken menghela napas panjang, lalu menghembuskannya. Lagu yang sedang diputar di cafe shopnya, membuat dadanya terasa sesak karena terkenang seseorang. Padahal lagu dari Stevan Pasaribu tersebut sedang hits dan sering diputar di media elektronik."Gas, matikan lagu itu. Putar yang lain saja," titahnya pada pegawainya bernama Bagas, yang kebetulan lewat di hadapannya."Siap Bro!" Ken hanya mengerjap. Ia kembali duduk di pojok kursi sambil mengamati ruangan cafe yang mulai terisi oleh para pengunjung. Cafenya mulai menamp

  • Wajah Asli Adikku   Ekstra part 4: Akhir kisahku

    Semalaman mengurung diri di kamar. Mata sembab dan bengkak. Penampilanku kacau. Ibu ternyata memanggil Kak May. Sebenarnya aku malu, tapi mungkin ada baiknya meminta maaf padanya, siapa tahu rasa sakit ini berkurang. Kami akhirnya bicara dari hati ke hati. Kuceritakan bagaimana Raihan memutuskanku. Kak May bilang dia tidak pernah mendoakan yang buruk untukku. Kenapa aku bisa berpikiran seperti itu padanya? Kak May benar, inii hanya teguran dari Allah karena perbuatan jahatku. Aku kembali menuturkan kata maaf padanya. Sekarang aku sadar kalau perbuatan kita, entah baik atau buruk pasti akan berbalik ke arah kita kembali. Aku berjanji akan menjadi pribadi yang baru dan tidak akan menyakiti orang lain.***Di kantor, aku bersikap biasa saja. Aku dan Raihan seolah tidak saling kenal. Kami bagaikan orang asing kembali. Kulihat ia malah menjalin hubungan dengan wanita lain, teman satu kantor lainnya, padahal baru bebera

  • Wajah Asli Adikku   Ekstra part 3: Penyesalan

    Aku tidak ingin dipenjara. Kenapa perhiasan itu bisa berada di kosanku? Siapa yang sengaja meletakkannya di sana? Pasti Hanin. Bukankah dia yang melaporkanku atas kasus ini?Kak May. Hanya dia yang bisa membantu. Dengan bersuamikan Pak Biru, masalahku pasti teratasi. Kak May tidak mungkin abai.Aku meminta Ibu membujuk Kak May agar mau membantuku. Pasti Kak May tidak akan menolak. Kenapa sulit sekali menjadi orang baik. Baru saja memulai hubungan baik dengan Kak May, sudah ditimpa musibah seberat ini.Beberapa kali melihat ke arah arloji. Tidak terasa sudah dua jam berada di sini. Lelah. Entah sudah berapa pertanyaan mereka lontarkan kepadaku. Hingga tiba-tiba salah satu petugas bilang aku bisa pulang.Aku tercengang. Katanya aku bebas. Laporan untukku sudah dicabut, dan aku boleh pulang. Secepat ini

  • Wajah Asli Adikku   Ekstra part 2: wajah Asliku

    "Bodoh! Bodohnya aku! Seharusnya kujauhi wanita licik sepertimu. Mana ada wanita baik yang merebut kekasih hati kakaknya. Kenapa aku baru sadar sekarang?""Aku yakin kamu cuma mempermainkanku. Sedari awal kamu yang mendekati, merayuku hingga rela meninggalkan Maysarah dan menyakiti hatinya. Benar kan? Kenapa La? Kenapa tega melakukan semua ini padaku?" tambahnya lagi. Tidak ada tatapan cinta yang kutangkap dari kedua matanya.Akhirnya lelaki di depanku ini sadar juga. Sayang sudah terlambat.'Ayo Mala, bersandiwara lah dulu. Yakinkan Ibram jangan sampai lelaki ini bertindak diluar kuasamu.'"Kamu berkata apa? Jangan berspekulasi yang tidak-tidak tentangku. Kamu salah paham, Mas." Aku mencoba bertahan dengan kepura-puraan ini, meyakinkannya kembali."Aku tidak bisa dibohongi lag

  • Wajah Asli Adikku   Ekstra part 1

    POV NirmalaAku menatap seseorang dari atas ke bawah. Kupindai penampilannya. Masih cantikkan aku. Masih tinggian aku, dan masih lebih aku kemana-mana.Kulihat ia mendekap erat boneka bear kecil yang sudah berwarna kusam. Pasti itu benda kesayangannya.Muncul sebuah ide di kepalaku. "Bu, Mala mau itu," tunjukku pada boneka tersebut. Ibu memandang heran ke arah sosok anak kecil yang berada di hadapanku."Jangan, itu kotor. Mending kita beli yang baru yang lebih besar," bujuk Ibu berbisik di telingaku. Namun aku bersikeras menginginkan boneka yang berada di tangan anak tersebut. Dengan rengekan dan tangisan kerasku, Ibu dan laki-laki dewasa yang sekarang harus kupanggil ayah, akhirnya luluh dan memaksa anak itu memberikannya padaku.***

  • Wajah Asli Adikku   Maaf dan Memaafkan

    "Karma apaan? Kamu memangnya dapat karma apa?" tanyaku sedikit kesal setelah ditudingnya begitu."Karma sama kayak Kak May. Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya." Nirmala menarik tisu dan menyapu air matanya yang kembali menitik. Wajah sembabnya menandakan ia menangis sudah terlalu lama."Jangan muter-muter jelasinnya. Aku ada kelas hari ini. Dari tadi kamu bilang karma dan karma. Ingat Nir, di dunia ini tidak ada yang namanya karma. Yang ada tabur, tuai. Siapa yang menabur, dia pula yang kelak menuai. Jadi apa yang terjadi denganmu bisa saja akibat perbuatanmu sendiri." Mendengar penjelasanku, Isak tangisnya semakin keras."Kak May benar. Ini semua pasti azab dari Tuhan karena dulu menyakiti Kak May. Raihan meninggalkanku dengan alasan yang sama seperti laki-laki brengsek itu katakan pada Kak May." Ia mengelap air mata yang membasah

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status