Bella berjalan sambil menunduk, rambutnya yang masih berantakkan ia biarkan saja. Koridor sedang sepi karena murid-murid Lit High School sedang belajar di kelas. Bella tidak peduli lagi, hatinya sangat sakit, lebih baik Bella pulang dan menenangkan diri.
Langkah Bella terhenti saat ada orang yang memanggil namanya. Bella menoleh sebentar untuk memastikan siapa yang memanggilnya. Setelah tahu, Bella melajutkan langkahnya. Bella akan menjauhi lelaki itu, Bella tidak akan pernah menampakkan wajah di hadapan Daniel lagi.
Harusnya dari awal Bella sadar diri, berdekatan dengan Daniel adalah malapetaka untuk Bella. Tetapi, Bella tetap saja tidak peduli pada otaknya yang menyuruh menjauh. Dan penyesalan datang setelah kejadian hari ini.
Rasa malu menyelimuti Bella, rasanya ia tidak ingin menginjakkan kakinya lagi di Lit High School. Hinaan, cacian, dan rasa sakit fisik yang Bella rasakan sudah cukup, ia tidak ingin diperlakukan seperti itu
Setelah memberikan alamatnya pada Stefen lewat Chat pribadi, lelaki yang mengaku sebagai orang kepercayaan Nenek pun sedang menunggu Bella di ruang tamu. Bella bergerak sedikit cepat karena merasa tidak nyaman berada disatu ruangan dengan seorang lelaki dewasa seperti Stefene. Bella sudah selesai bersiap-siap dan melangkahkan kakinya keluar kamar, disana Stefene sedang berbaring sambil memejamkan matanya. Bella merasa tidak enak pada lelaki itu, apalagi tadi ia sedikit membentaknya dan meluapkan emosi yang seharusnya tidak ia lakukan pada Stefene. Bella hanya berdiri sambil menunggu Stefene yang akan membuka mata dengan sendirinya, dan benar saja, tidak lama dari itu Stefene langsung berdiri dan menundukkan badan pada Bella. Bella hanya mengangguk dan langsung berjalan keluar. Stefene menuntun Bella untuk memasuki mobil yang akan membawa Bella kembali pada Keluarga Wilson. Hati Bella sedikit berdebar, tidak Bella sangka hayalan yang selama ini ia lak
Seperti yang diperintahkan oleh Nenek kemarin, mulai hari ini Bella akan menjadi President dari W’s Corporate. Hati Bella sedikit berdebar saat Nenek mulai memperkenalkan dirinya pada pegawai lain. Di pandang oleh ribuan orang tidak pernah Bella bayangkan. Ada rasa tidak percaya, tapi lebih mendominasi rasa bahagia.Nenek mengisyaratkan agar Bella berbicara, Bella yang paham itu pun mulai membuka suara dan meluruskan pandangannya seperti yang diajarkan oleh Stefene kemarin malam.“Saya adalah putri dari Bapak Andreas dan Ibu Fiona, cucu dari Nyonya Besar Wilson. Saya harap kita bisa bekerja sama untuk memajukan W’s Corporate. Silahkan nikmati pesta yang tidak terlalu mewah ini, terima kasih!”Setelah itu Bella mengelus dadanya untuk menetralkan debaran yang ada di hatinya. Nenek yang paham itu pun langsung membawa Bella pada ruangan khusus President yang ada di lantai teratas gedung W’s Corporate.Setelah tiba, pandangan Bell
Bella sedang di rumah sakit tempat Mark dirawat. Pakaian kantornya masih melekat pada tubuhnya karena setelah bekerja, Bella langsung ke Rumah Sakit tanpa pulang ke Kediaman Nenek terlebih dahulu.Bella duduk di sambing brangkar sambil menatap wajah mark yang dibaluti oleh kain kassa. Hati Bella sakit melihat keadaan sepupunya yang belum juga sadar, sekali lagi pandangan Bella mengarah kearah Mark.Bella menarik nafasnya, “Mark… aku udah pulang. Ayo bangun! Aku udah kerja sekarang, mau aku traktir nggak, Mark?”Bella mengelus tangan Mark pelan, pandangannya masih mengarah pada Mark yang tengah terbaring. Bella kembali berkata, “Mark… ayo bangun! Kamu nggak kangen sama aku, Mark? Kita udah lama nggak main bareng, ada banyak hal yang mau ceritain sama kamu…”Air mata Bella menetes melewati pipi mulusnya. Bella menghapus air matanya terlebih dahulu sebelum mengeluarkan suara kembali, “Mark… aku sering
Jalanan tidak terlalu ramai membuat Stefene leluasa mengemudikan mobil. Saat ini Bella akan berangkat ke kantor, di sampingnya ada Nenek yang tengah memainkan iPad. Bella tidak ada kegiatan, hanya menatap jalanan.Pandangan Bella menatap bus yang melaju dengan cepat bahkan memotong jalan mobil yang tengah ia naiki. Ingatannya tiba-tiba saja mengarah pada sekolahnya yang mewah. Sampai kapan Bella harus lari dari masalahnya? Bella harusnya melawan mereka.Seperti kata Daniel, Bella bukanlah seekor sapi yang terikat, Bella harus bisa melawan mereka yang merundungnya bukan malah diam saja.Bella menghembuskan nafasnya dengan kasar, Nenek yang menyadari itu pun melepaskan iPad dan menatapnya intens. Bella yang sadar itu pun menolehkan kepalanya dan mengatakan, “Ada apa, Nenek?”Nenek diam saja dan kembali melanjutkan memainkan iPad, Bella yang melihat Nenek tidak mengatakan apapun akhirnya menatap jalanan kembali. Bella jadi berpikir, jika
Bella kembali duduk saat teman-temannya sudah tidak terlihat lagi. Sebelum duduk, tentu saja Bella menutup pintu dan menguncinya. Bella memegang dadanya, rasa terkejutnya belum juga hilang. Tapi, rasa sakit hati lebih mendominasi setelah mendengar perkataan teman-temannya. Ah, apa mungkin hanya Bella yang menganggap mereka sedangkan mereka tidak? Ya Bella memang terlalu baik.Bella memakai kacamatanya dan mulai menghidupkan laptop. Ada banyak pekerjaan yang harus ia lakukan daripada memikirkan teman-temannya. Bella mulai membuka e-mail dan mulai membalasi e-mail yang sekiranya perlu Bella lakukan.Ah, ada e-mail masuk dari perusahaan Lorenza’s X yang ingin mengajukan proposal kerja sama. Bella merasa tidak asing dengan nama Lorenza? Jika Bella tidak salah, ini adalah salah satu perusahaan keluarga teman sekolahnya.Untuk membenarkan pikiran itu, Bella mulai mencari tahu tentang Lorenza’s X lebih dalam lagi. Ah, Lor
Bella berlari di koridor rumah sakit dengan kondisi bibirnya yang masih bengkak. Bella memelankan langkahnya saat sudah dekat dengan ruangan Mark, Bella bisa melihat Nenek dan Stefene sedang duduk di kursi menunggu di luar.Bella langsung mendekat dan memeluk Nenek yang wajahnya sudah memucat. Bella menangis di pelukan nenek, “Nenek…”Bella juga tidak tahu apa alasan ia menangis, yang jelas Bella hanya ingin menangis dan dipeluk oleh keluarganya.Nenek mengelus rambut Bella dan berkata, “Mark sedang ditangani Dokter, Bella. Percayalah, Mark akan baik-baik saja.”Bella mengangguk dipelukan Nenek, air matanya masih saja mengalir dan dengan lembut nenek mengelus puncak kepala bella. Rasanya sudah cukup seperti ini, Bella sangat bersyukur ia bisa memeluk keluarganya lagi, tidak seperti dulu-dulu, saat Bella ingin menangis ia hanya bisa memeluk dirinya sendiri.“Rambutmu sepertinya usak, Bella. Pergilah ke salon, dan
Bella sudah siap untuk pesta malam ini. Memakai gaun hitam tanpa lengan, memamerkan keindahan lehernya yang memikat kaum adam. Rambut lurusnya ia dibiarkan terurai dan dihias dengan bando yang berwarna keemasan.Untuk kakinya, Bella memakai heels hitam setinggi 10 cm, menambah kesan dewasa untuknya. Saat Bella turun dari mobilnya dan berjalan di karpet merah, ada banyak pasang mata yang memandangnya. Secara tiba-tiba, mereka berprofesi menjadi paparazzi untuk memotretnya.Langkah Bella terhenti saat tidak sengaja melihat wajah salah satu teman sekolahnya. Bella menunduk sejenak untuk menetralkan debaran di hatinya. Bella mengembuskan nafasnya dan melanjutkan langkahnya.Bella berjalan dengan mendongakkan kepalanya. Dirinya sangat sadar, banyak pasang mata yang menatapnya terang-terangan. Langkah Bella kembali terhenti saat lelaki asing mengulurkan tangannya, “Mau berdansa denganku, Nona?” ujarnya.Bella hanya menatap ta
Bella merebahkan dirinya sambil memandangi langit-langit kamarnya yang berwarna putih, ingatan tentang malamnya yang Dia lalui seorang diri. Kasurnya menjadi saksi, air matanya yang sering membasahinya, tembok putih polos yang menjadi tempatnya bersandar, dan cermin tempat ia menceritakan keluh kesahnya.Bella duduk, Dia berjalan menuju meja tempatnya belajar dan mengerjakan tugas bahkan tugas teman-temannya pun Bella kerjakan disini. Bella membuka laci kecil dan mengambil buku kecil berisi curhatannya. Bella membukanya dan membacanya sampai lembar terakhir.Bella ingat, saat pertama kali Dika merundungnya, tangan lelaki itu pertama kalinya menyentuh rambut lurusnya, bukan elusan kasih sayang tapi jambakkan kasar yang Bella dapatkan. Bella tidak memiliki keberanian untuk melawan atau berteriak meminta pertolongan.Di tengah koridor sekolah, Dika menyeretnya rambutnya dan membawanya ke gudang belakang. Teman-teman sekolahnya hanya diam, mereka bahkan memvideonya