"Aku akan segera pulang. Tunggu sebentar lagi."
Hanya itu yang diucapkan Kelvin beberapa hari lalu dalam sambungan telepon rumah. Tapi sudah berhari-hari setelahnya, pria itu masih tak kunjung menunjukkan keberadaannya.Riana mulai jenuh dan kesepian. Tidak banyak hal yang bisa ia lakukan selain tiduran, makan atau menonton tv. Sesekali ia membaca buku di ruang kerja Kelvin setelah diizinkn sebelumnya.Kadang di pagi atau sore hari Riana berjalan-jalan di sekitar villa yang sangat luas tersebut.Beberapa area villa ditumbuhi dengan berbagai jenis bunga. Ada juga kebun sayur serta buah-buahan yang dikelola oleh pekerja khusus karena memang sengaja ditanam untuk dikonsumsi.Seperti pagi menjelang siang ini, Riana mengamati para pekerja yang sedang mengganti tanah dan pupuk di dalam pot-pot besar lalu memetik beberapa jenis buah.Ada buah strowberry putih yang bentuknya besar. Riana kira buah tersebut belum matang karena warnanya yang masih putih."Kenapa belum matang sudah dipetik?" gumamnya di samping Bibi kepala pelayan."Strowberry itu warnanya memang putih, Nyonya. Buah itu kesukan mendiang Nyonya besar. Mendiang Tuan besar menanamnya khusus setelah mereka pindah ke rumah ini. Bibitnya dibawa langsung dari luar negeri," terang kepala pelayan.Riana merasa kagum dan hanya bisa ber'oh saja mendengar penjelasan kepala pelayan."Apakah buahnya manis, Bi?""Tentu saja. Nyonya mau coba?""Bolehkah?"Meski sudah berstatus sebagai Nyonya dari pemilik rumah yang ditinggalinya saat ini, namun Riana masih nampak sungkan pada orang-orang yang bekerja atau keluar masuk villa dan berpapasan dengannya.Kepala pelayan lantas meminta buah yang sedang dipanen tersebut lalu memberikan sebanyak dua buah pada Riana.Riana celingukan. Mencari air seraya mencuci buah strowberry putih tersebut lebih dulu."Buah dan sayur yang ditanam di rumah ini menggunakan bahan dan pupuk organik, Nyonya. Jadi, Nyonya bisa langsung memakannya," terang kepala pelayan seolah bisa membaca pikiran Riana.Riana yang ragu lantas menggigit ujung buah itu sedikit. Barulah setelah yakin dengan rasanya, kedua buah di tangannya langsung habis dalam sekejap. Bahkan Riana ingin mencicipinya lagi namun sungkan untuk meminta.Kepala pelayan diam-diam tersenyum tipis melihat tingkah Nyonya barunya tersebut. Riana yang lugu dan penurut, sungguh berbeda dengan wanita yang pernah dilihatnya datang ke rumah ini."Ayo kita masuk, Nyonya. Sebentar lagi akan ada tamu yang menemui anda."Riana kaget. "Tamu untukku?"Kepala pelayan mengangguk dan mengamati ekspesi majikannya yang terlihat bingung.Jelas saja Riana bingung. Ia datang ke rumah ini tanpa membawa apapun atau memberitahu siapapun sebelumnya.Bahkan setelah malam kejadian naas itu, Riana tidak pernah kembali ke kosannya. Semua sudah diurus oleh Kelvin.Tak ada satu barangpun yang ia bawa dari tempat kosnya. Semua sudah disiapkan Kelvin di dalam rumah bahkan sebelum Riana menyadarinya. Riana hanya perlu meminta jika ia menginginkan yang lain.Tapi kali ini justru ada tamu yang ingin bertemu dengannya. Artinya orang itu tahu Riana tinggal di sini sekarang. Bagaimana bisa? Batin Riana bertanya-tanya.Riana yang sedang melamunkan pertanyaan tersebut dikagetkan ketika mendengar suara mobil masuk ke dalam pekarangan villa."Apa itu Mas Kelvin?""Bukan. Itu tamu yang akan bertemu dengan Nyonya."Riana merasa sedih. Namun rasa sedihnya terkalahkan oleh rasa penasaran ketika melihat orang-orang yang keluar dari mobil berjenis van besar itu membawa banyak barang dan koper-koper besar."Mereka siapa, Bi?""Mari kita ke dalam," alih-alih sang kepala pelayan menjelaskan.Tamu-tamu itu terlihat sibuk mengeluarkan barang-barang yang mereka bawa.Ada pakaian yang digantung dengan hanger, sepatu dan box-box bagus, aksesoris seperti clucth dan dompet bahkan kain yang bertumpuk-tumpuk. Mereka nampak seperti akan melangsungkan bazar.Riana yang sedang memperhatikan semuanya lantas dikagetkan oleh seorang wanita cantik yang menanggalkan kacamata hitamnya di atas kepala dan menghampiri.“Senang bertemu dengan anda, Nyonya Riana.”“Apa kita pernah bertemu?” tanya Riana ragu sambil membalas jabat tangan wanita dengan pakaian yang sangat modis tersebut.“Tidak. Ini pertama kalinya kita bertemu.”Riana yang bingung hanya menatap kepla pelayan. Kepala pelayan langsung menjelaskan siapa mereka semua.“Benar. Saya perancang yang ditugaskan tuan Kelvin untuk datang menemui Nyonya.”Riana akhirnya paham. Tapi untuk apa mereka menemuinya? Batin Riana seolah kembali bisa ditebak oleh kepala pelayan.“Tuan akan mengajak Nyonya pada perayaana penting. Perancang busana ini yang akan memilihkan gaun beserta aksesoris yang cocok untuk Nyonya kenakan nanti.”“Tapi pakaianku di lemari saja banyak sekali, Bi.”Kepala pelayan tersenyum begitu pula sang perancang.Tanpa menjelaskan detailnya, perancang menadahkan tangannya pada salah satu asistennya seraya meminta untuk diambilkan meteran pengukur.“Boleh saya langsung mengukur saja?”Riana hanya mengangguk. Ia mengikuti arah sang perancang hingga selesai.“Nah, ini desain yang sudah saya buatkan untuk Nyonya. Silakan pilih yang Nyonya suka.”Riana mengusap luar telinganya berulang kali.“Tidak apa, Nyonya. Pilih saja. Tuan Kelvin yang memerintahkan.” Lagi-lagi kepala pelayan meyakinkan.Riana menghela napas lalu mulai menggeser-geser layar tablet yang diberikan si perancang hingga ia menemukan satu rancangan yang disukai dan menurutnya pantas untuk ia kenakana di antara rancangan yang lain. Sederhana dan tidak banyak aksen yang membuat gaun tersebut terlihat mencolok mewahnya.“Pilihan anda memang berkelas. Ini desain yang sangat cocok untuk anda kenakan Nyonya,” puji sang perancang.Mereka lantas berdiskusi tentang warna kain dan aksesoris yang akan dikenakan sebagai penunjang.Riana mencoba satu persatu sepatu yang dipilihkan perancang dan sudah dicocokkan dengan warna gaun yang disepakati sebelumnya. Begitu pula dengan aksesoris lainnya.Perancang kembali memberikan tabletnya agar Riana bebas melihat dan memilih perhiasan yang diinginkannya melalu katalog online yang sudah diakses.Namun bukan itu yang membuat Riana lagi-lagi ragu memilih, harga perhiasan-perhiasan dalam katalog online tersebut dibandrol hingga ratusan dollar.Riana bahkan belum pernah membeli perhiasana sama sekali meski dulu ia pernah bekerja.Uang tabungannya saja ia pinjamkan pada teman yang justru menghianatinya dengan berhutang dan menggunakan identitasnya.Karena itu Riana mendapat teror dan akhirnya dikejar-kejar debt collector hingga kehilangan pekerjaannya.“Mahal sekali. Apa tidak masalah?”Perancang tersenyum, “Tuan Kelvin tentu ingin memilihkan yang terbaik untuk istrinya.”Riana menggaruk alisnya bingung. Bahkan satu set perhiasan yang ia lihat di urutan pertama katalog online tersebut saja harganya hampir mencapai seribu dollar.Sungguh, Riana merasa tak sanggup bahkan sekedar berhayal untuk membelinya saja.Namun lagi-lagi ia diingatkan kalau semua ini adalah perintah Kelvin. Karena itu Riana patuh dan meminta saran perancang untuk memilihkan yang cocok dengan gaun yang akan ia kenakan nanti.Kepalanya pusing sekali. Bahkan untuk memilih pakaian dan aksesorisnya saja ternyata mereka sudah berbincang dan berdiskusi hingga dua jam lamanya.“Nah, sekarang Nyonya silakan pilih pakaian yang sudah kami sediakan.”Riana menghela napas pelan. Ia kira semuanya sudah selesai. Ternyata masih ada hal yang harus ia lakukan.Riana tidak tahu untuk apa ia harus memilih pakaian-pakaian yang ditunjukkan di hadapannya saat ini.Padahal pakaian di lemarinya saja sudah sangat banyak. Sementara Riana hanya menggunakannya untuk di rumah saja.“Pilihlah yang Nyonya suka dan menurut Nyonya nyaman untuk dikenakan saat berjalan-jalan. Tuan akan mengajak Nyonya pergi berbulan madu,” bisik kepala pelayan membuat hati Riana seketika menjadi gembira.Kelvin menemui seseorang. Ia meminta orang tersebut untuk melakukan sesuatu. dan untuk hal tersebut Kelvin membayarnya cukup mahal."Ini data-datanya. Cari di mana keberadaan orang tersebut. Dan jika sudah bertemu, amankan sampai waktunya harus muncul.""Baik, Tuan."Kelvin mengangguk lalu pergi meninggalkan tempat pertemuan tersebut untuk menuju tempat yang lain.Namun di tengah perjalanan, ia melihat toko bunga yang sedang memajang rangkaian bunga yang sangat cantik.Kelvin teringat ayahnya yang sering memberikan bunga untuk ibunya. Ia lalu terpikirkan Riana. Berhenti lantas membelinya untuk dibawa pulang.Sayangnya karena Kelvin harus menemui kakeknya dan bertemu dengan Angela, ia terjebak dalam sebuah hal yang tak diinginkan.Angela sengaja menyewa wartawan. Membuat berita baru tentang hubungannya dan Kelvin sehingga berita tersebut menyebar cepat. Membuat Riana tahu kalau suaminya tersebut sudah memiliki tunangan."Jadi, aku adalah perebut laki-laki orang?" gumam Riana menitikkan
Sepnjang perjalanan menuju rumah, Riana terus memikirkan tentang percakapannya dengan Reihan atau Gara. Ia lalu teringat akan keberadaan Renata di tempat David. "Tapi Mas Kelvin pasti tidak akan mengijinkanku menemui Renata," gumamnya lalu menatap ke samping.Mobil sedang berhenti di lampu merah. Riana menatap sekitar. Menemukan beberapa sosok anak yang sedang menjual tisu atau mereka yang sedang ngamen dengan alat musik buatan seadanya.Senyum terukir manis di wajahnya. Riana lalu menatap dan mengusap perutnya yang masih rata. Sambil bergumam seraya mengutarakan harapannya terhadap sang jabang bayi."Ada apa itu?" Riana ikut menoleh ketika sang supir mengatakannya."Ada apa memangnya, Pak?""Itu, Nyonya. Ada pria yang ditarik paksa.""Iya, benar. Kenapa nggak ada yang membantu?"Semua hanya diam. Begitupun pengawal yang duduk di samping supir."Sebaiknya kita tolong, Pak." Pengawal tak bergeming. "Pak!""Maaf Nyonya. Tapi tugas saya hanya mengawal dan melindungi Nyonya."Bukan Riana
Kretek...Suara tulang belulang yang dipatahkan terdengar begitu kentara. Sang penonton hanya melihat tanpa ekspresi apalagi bersuara."Ah, ampun! Tolong jangan bunuh saya."Seorang pria nampak berlutut sambil memohon agar tangannya dilepaskan. Tidak ada luka pasti yang nampak di sekitar tubuhnya. Hanya saja, kaki dan kedua tangannya kini terasa sangat sakit dan tak berdaya.Hal tersebut tergambar jelas di wajah pria yang beberapa jam lalu tersebut sudah melecehkan Riana di toilet kafe."Ini peringatan pertama dan terakhir," ucap seorang dengan tato yang nampak memenuhi leher hingga telinganya.Jeda keheningan, hanya ada suara napas yang menghela panjang dan berat. Kelvin mematikan ponsel. Menyudahi tontonan video yang dikirim suruhannya.Meski tak seberapa. Namun ia merasa puas karena orang yang sudah mengganggu Riana mendapatkan balasannya.Kelvin meregangkan keduanya tangannya ke atas sebelum kembali ke kamar dan melanjutkan tidur yang terjeda karena rasa penasaran.Paginya...Rian
"Dari mana kalian?!"Langkah Riana dan Gabriella terhenti.Sial sekali memang. Kelvin ternyata pulang lebih awal. Pria itu terlihat sedikit pucat dan kelelahan."Kami habis belanja, Mas.""Iya. Kami tadi belanja ke supermarket. Tuh belanjaannya!" unjuk Gabriella kepada satpam dan pelayan pria yang sedang menjinjing belanjaan."Bibi bilang kalian pergi sebelum makan siang.""Iya. Tadi kami–""Kami mampir ke kafe untuk makan siang dan mengobrol." Gabriella menyela lebih dulu.Selain karena merasa bersalah lupa memberi kabar pada Kelvin, wajah sang sepupu yang terlihat suram membuatnya enggan membuat masalah.Tapi...Masa, sih? Apa Riana ngidam nongkrong di kafe? Batin Kelvin.Satu alis Kelvin yang menanjak ke atas menggambarkan pertanyaan yang enggan ditanyakannya tersebut."Kenapa tidak izin?" Alih-alih, Kelvin malah mengintrogerasi Riana dengan tatapan yang membuat wanita itu menunduk."Saya sudah bilang kalau kamu–""Maaf, Mas. Aku salah."Hah... Riana menangis lagi. Dan itu membua
Berbelanja itu seharusnya menjadi momen menyenangkan bagi kebanyakan wanita. Termasuk berbelanja kebutuhan rumah tangga. Hanya saja karena insiden yang terjadi sebelumnya mood Riana jadi berubah drastis. "Ri, kita nongkrong di cafe, yuk?"Perubahan mood yang nampak jelas di wajah Riana membuat Gabriella berinisiatif mengajaknya pergi lagi daripada pulang ke rumah.Dan lagi, sudah lama sekali Gabriella tidak nongkrong-nongkrong cantik di cafe. Apalagi ia juga berencana mengajak temannya untuk bertemu.Siapa tahu bukan, Riana jadi bisa terhibur dan melupakan kejadian buruk yang menimpanya di supermarket tadi."Aku izin mas Kelvin dulu, ya."Gabriella langsung merampas ponsel Riana."Loh, aku mau chat Mas Kelvin.""Nggak usah. Nanti aku yang laporan saja. Kalau kamu minta izin sekarang, pasti nggak dibolehkan."Riana terdiam. Gabriella ada benarnya. Meski dalam hati ia tetap merasa takut jika tidak menghubungi Kelvin dan meminta izin."Ya sudah. Tapi jangan sampai sore, ya. Aku harus mas
Riana terbangun dini hari karena perut yang bergejolak. Kelvin yang sedang memeluk Riana tentu saja langsung terbangun dan mengikuti istrinya ke kamar mandi.Tangannya dengan peka memijat tengkuk leher Riana. Sesekali juga mengusap pungungnya, menyalurkan kenyaman untuk sang istr yang terlihat kesusahan.Kelvin juga menggendong Riana hingga kembali ke ranjang karena tubuh Riana yang lemas setelah muntah-muntah.Aneh memang.Riana selalu muntah di waktu dini hari sementara ketika pagi hingga petang, perempuan itu malah terlihat sehat bugar bahkan selalu bersemangat setiap melakukan hal yang disukainya beberapa waktu ini, berkebun."Sepertinya anak ini ingin menjadi petani."Riana terkekeh setelah meminum obat mual yang diberikan dokter bersama segelas teh manis yang dibuatkan bibi kepala pelayan."Boleh?""Hmm?" Kelvin mengerutkan kening."Boleh tidak kalau dia nanti jadi petani?"Kelvin tak langsung menjawab setelah mengendiikan bahunya. "Mas?""Tidak masalah. Tapi dia harus jadi peta