Home / Rumah Tangga / Wanita Kedua / Apa Yang Terjadi?

Share

Apa Yang Terjadi?

Author: Ajeng padmi
last update Last Updated: 2024-02-05 00:01:07

Sayup-sayup Dina mendengar suara ijab qabul, matanya terpejam erat berharap bahwa ini hanya mimpi saja, dia sungguh tak rela, tubuhnya seolah melayang  tak memiliki jiwa lagi, pikirannya kosong.

Dina hanya wanita biasa yang sangat mengharapkan perhatian suaminya hanya untuknya. 

Katakanlah dia egois dan mau menang sendiri tapi hidup di panti asuhan tanpa kasih sayang orang tua membuatnya sangat mengharapkan cinta dari orang terdekatnya dan tentu saja dia sangat takut akan kehilangan lagi.

Lelah dengan semua kemungkinan yang merasuki pikirannya, Dina tertidur masih dengan air mata yang mengalir di pipi, Ara yang dari tadi merengek juga sudah tertidur meringkuk dalam pelukan Dina.

Dia tak tahu apa yang akan terjadi ke depannya nanti tapi yang jelas Dina hanya ingin anaknya tetap mendapatkan kasih sayang orang tuanya dan tidak pernah merasa tersisih. 

Dina tergeragap saat mendengar ketukan di pintu. 

Dia menatap jam di dinding sudah jam satu lewat lama juga tidurnya. Apa acaranya sudah selesai? Apa suaminya sekarang akan berangkat berbulan madu dengan istri barunya? Kembali rasa sakit menyerang hatinya. 

Dina segera bangkit dengan sedikit terhuyung, sejenak dia memperhatikan penampilannya di cermin mata yang sembab dan make up yang dia pakai acak-acakan. Tak memperdulikan siapa yang mengetuk pintu, Dina melangkah ke kamar mandi sekedar mencuci muka agar tak terlihat menyedihkan, ini kamar anaknya yang baru berusia empat tahun jadi tak mungkin ada peralatan make up di sini paling hanya ada bedak bayi yang biasa Ara pakai.

"Nggak apa-apa pakai bedak bayi dari pada nggak ada," gumam Dina pelan. 

Perlahan dia menyapukan bedak bayi ke mukanya. Dina memegang wajahnya, memang kurang terawat dan terlihat lebih tua. 

"Apa mulai sekarang dia harus menggunakan uang jatah bulanan untuk mempercantik diri," gumamnya lagi sambil memperhatikan wajahnya lebih seksama, ketukan di pintu juga tak terdengar lagi, mungkin si pengetuk telah menyerah.

Sebagai istri seorang CEO perusahaan yang bergerak di bidang teknologi tentu dia mendapat jatah bulanan yang tak sedikit, paling tidak bagi Dina yang terbiasa hidup sederhana di panti asuhan. 

Dia bahkan bisa membeli lima buah ponsel berlogo apel tergigit versi terbaru dengan uang itu, tapi dasar Dina yang selalu berhemat dia hanya memilih menabung uang itu. 

Ketukan pintu terdengar lagi, kali ini Dina bergegas membukanya dan melihat siapa orang yang punya semangat setinggi itu untuk mengetuk pintu kamar ini.

"Sudah aku duga pasti kamu tidur di sini." 

Dina hanya melongo melihat siapa yang ada di hadapannya. 

"Din... Bunda kamu baik-baik saja kenapa melihatku seperti melihat hantu?"

Dina tersentak dan segera menguasai dirinya.

"Kenapa Mas ada di sini?" tanya Dina heran bukankah seharusnya Angga sedang menikmati waktu dengan istri barunya.

"Tentu saja ini rumahku dan aku tinggal di sini jadi bukan hal aneh kalau aku ke sini."

 

Ah iya ini memang rumah suaminya jadi di mana pun dia berada tidak akan ada yang melarang, tapi tentu saja maksud Dina bukan itu dan dia juga sedang tak ingin menjelaskan apapun jadi dia hanya diam dan menggeser tubuhnya sedikit untuk memberi jalan.

"Ara baik-baik saja, apa dari tadi dia terus rewel?"

'Aku yang tidak baik-baik saja, hatiku begitu sakit tapi pasti kamu nggak akan mau tau itu,' batin Dina perih. 

"Tidak hanya rewel sebentar lalu tidur."

Dina hanya memperhatikan saat sang suami mengelus lembut rambut Ara dan melabuhkan bibirnya di puncak kepala anak itu. 

Dalam hati Dina berdoa semoga selamanya Ara akan mendapat kasih sayang kedua orang tuanya.

"Kita keluar sebentar, Bun, ada yang mau aku katakan."

Dina memandang suaminya sejenak, apa suaminya meminta supaya dia turut mengantar bulan madu dengan istrinya yang lain? Tidakkan suaminya tak akan sekejam itu.

"Ada apa di luar?"

Dina melihat Angga menghela nafas mungkin tidak menyangka dengan pertanyaan itu, selama ini Dina dikenal sebagai wanita lembut dan tidak suka membantah.

"Bisakah kau menyediakan makan siang untukku aku lapar sekali." Angga memegang perutnya seolah mengatakan kalau perutnya benar-benar lapar. 

"Tidak ada yang melayani aku makan." 

Bohong ingin sekali Dina berteriak seperti itu, di rumah ini para pelayan bahkan bekerja hampir 24 jam saat penghuni rumah begitu rewel tentang banyak hal, tapi itu mungkin sebanding bayaran yang mereka terima tiap bulan jadi mereka menerimanya dengan ikhlas.

"Di mana Keira dia tidak melayani, Mas makan?" mungkin karena sudah lahir dengan suapan sendok emas, Angga jadi terbiasa dilayani.

"Ehm...  dia aku minta istirahat kamu kan tahu kondisinya belum pulih benar," jawab Angga lugas.

"Oh begitu."

Tak ingin berlama-lama bicara tentang istri muda suaminya Dina segera beranjak ke dapur mengambilkan makanan untuk suaminya.

"Terima kasih, kamu tidak makan? Kulihat dari tadi kamu belum makan?" 

"Dari mana Mas tahu aku belum makan?" 

"Kita sudah menikah lebih dari lima tahun, waktu yang cukup lama untuk mengenal kebiasaanmu. Lagi pula dari tadi pagi kamu bekerja menghias kamar Keira, lalu menemani Ara yang rewel." 

"Aku suamimu, Din, tentu saja aku juga memperhatikanmu," lanjut Angga.

Dina memandang sang suami dengan senyum mengembang, ada sedikit rasa lega di hatinya mendengar perkataan sang suami. Ah efek nggak pernah dapet perhatian dari laki-laki, suaminya memberi sedikit kata romantis saja sudah baper, padahal Dina tahu sangat tahu kalau sang suami tidak memiliki cinta untuknya bahkan pagi tadi baru saja melangsungkan pernikahan dengan wanita lain. 

"Aku makan sendiri saja,  Mas." Dina segera menolak saat Angga menyodorkan sesendok nasi dari piringnya.

"Kenapa, biasanya juga aku menyuapimu kalau sedang malas makan." 

Dina memandang suaminya kesal, laki-laki ini benar-benar tak tahu kondisi.

"Jangan aneh-aneh deh, Mas, banyak orang di sini lagi pula nggak enak kalau Keira melihat."

"Kenapa kalau Keira lihat kamu juga istriku." 

Dina rasanya ingin menggetok kepala suaminya, kenapa kepala laki-laki ini keras sekali tak mempan untuk diberi tahu. 

"Sudah aku makan sendiri saja sebaiknya, Mas juga cepat selesaikan makan dan istirahat nanti malam bukannya masih ada acara lagi?" 

"Sudah aku batalkan acara nanti malam."

"Hah kok bisa bukankah semua sudah disiapkan oleh Mama?" tanya Dina heran. Setaunya nanti malam masih ada pesta dan ibu mertuanya, mulai dari dekor hingga makanan, memangnya bisa dibatalkan seenaknya?

"Ya bisalah, aku capek ingin istirahat saja, selesaikan makanmu cepat, temani aku istirahat,  dipijitin juga boleh aku nggak nolak malah."

Dina hanya bisa memandang suaminya heran tak tahu apa yang terjadi.

Angga sedang main drama apalagi, apa ini salah satu cara supaya dia terlihat seperti wanita yang kejam?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Riyanti
ha .............
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei njing, pantas aja kau diduakan. sangat menjijikkan banget sikap mu yg gampang baperan. lebih pantasnya kau jadi babu njing klu tetap menye2 dan g bisa tegas. hanya istri gila yg mau aja mendekor kamar pengantin madunya. lebih bodoh dari binatang kau,njing!!!
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wanita Kedua   Exp Angga-Dina: Cinta Sederhana

    "Bu Dina dilarikan ke rumah sakit."Pesan salah satu anak buahnya, membuat Angga langsung meninggalkan semua pekerjaannya.Dia melangkah terburu-buru, ingin rasanya dia terbang supaya cepat sampai, dia merutuki dirinya sendiri kenapa harus ada masalah di kantor saat seperti ini, padahal dia sudah berusaha membereskan pekerjaannya dan menemani Dina yang sedang hamil tua. Syukurlah Bara sangat bisa diandalkan di saat seperti ini, dia juga meminjamkan sang istri, Hera untuk menjaga Dina."Bagaimana keadaan Dina?" tanya Angga tak sabar saat melihat Hera terduduk di kursi tunggu."Masih ditangani dokter."Tanpa membuang waktu Angga menuju ruangan yang ditunjuk Hera."Eh pak kita tunggu di sini saja nggak boleh masuk!" Tapi Angga tampaknya tak peduli."Sus, dimana istri saya?" tanyanya pada seorang perawat."Istri Bapak siapa?" tanya sang perawat bingung."Dina, Sus, istri saya yang akan melahirkan."Untunglah sang perawat punya kesabaran lebih

  • Wanita Kedua   Exp Angga-Dina: Kejutan

    “Ciee mbak Dina... sebentar lagi akan jadi mertuanya Pak Brian.” Dina bahkan baru saja menginjakkan kakinya di lobi kantor, terdengar suara membahana Siska yang membuatnya melongo tak mengerti. Dia akan jadi mertuanya Pak Brian, seingatnya dia memang punya dua orang putri cantik Arsyi dan Ara dan usia keduanyapun masih anak-anak. Tak mungkinkan Brian mau menikahi salah satu dari dua bocilnya itu. Jadi anak yang mana yang dimaksud Siska?“Kamu belum sarapan ya, Sis, sana ke kantin dulu atau ke cafe depan, biar kamu lebih fokus ngomongnya,” kata dina sedikit jengkel. “Gratis, Mbak?” “Apanya?’ “Makannyalah katanya tadi suruh makan.” “Makannya gratis, tapi setelah itu kamu harus cuci piring.” “Mbak Dina kayak ibu tiri saja. kejam.” “Bahkan anak tiriku bilang aku baik hati.” “Ups aku lupa kalau memang mbak Dina ibu tiri.” Dina segera meneruskan langkahnya , ngobrol dengan Siska tak akan ada habisnya. “Eh, Mbak tunggu, tapi aku serius soal Pak Brian yang akan menikah dan jadi m

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Sehangat Mentari

    Brian memasuki kamarnya dengan hati bercabang, dia sebenarnya juga terkejut dengan keputusannya sendiri yang mengatakan kalau Sinta adalah calon istrinya. Dan lebih buruknya lagi dia mengatakannya di depan sang mama, wanita yang sangat dia sayangi dan tidak ingin dia kecewakan. Sekarang apa yang akan dia lakukan? Tetap menikahi Sinta seperti perkataannya tadi atau menjelaskan semuanya dengan resiko membuat mamanya kecewa. “Apa kamu yakin mau menjadikannya istri dan atas dasar apa keinginanmu itu?”Pertanyaan sang mama seolah terus terngiang di dalam otaknya membuatnya pusing luar biasa, dia bahkan tak bisa menjawab pertanyaan itu dan dengan pengecut, dia malah mengalihkan pembicaraan pada hal lain. Syukurlah sang mama cukup bijak untuk tak terus mendesaknya dan memberikan waktu untuknya menelaah rasa yang ada di hati.Tapi sekarang dia bingung sendiri apa yang harus dia katakan pada Sinta, gadis itu pasti juga membuatuhkan penjelasan darinya. Mulutnya kadang-

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Tak Terduga

    Mobil yang dikendarai Brian tiba di halaman rumah yang ditunjukkan Sinta. Dengan senyum terima kasih atas semua kebaikan Brian, gadis itu mengangguk dan turun dari dalam mobil.“Sin, tunggu.” Gadis itu menoleh dan terlihat Brian sudah turun dari mobil mewahnya. “Telepon aku jika kamu butuh tumpangan untuk pulang.” Sinta sudah akan membuka mulutnya menjawab tawaran Brian, tapi tubuhnya langsung tersentak saat sebuah gagang sapu memukul punggungnya dengan keras, sakit sekali. “Dasar anak tak tahu diuntung, sudah numpang bikin malu saja, berikan gajimu padaku.”Rasa sakit di punggungnya bahkan jadi tak terasa saat dia bersitatap dengan mata Brian yang memandang semua ini dengan tatapan tak percaya. “Iya, Bi, kita masuk dulu.... terima kasih sudah mengantar saya, Pak.” Sang Bibi memandang Brian dari atas sampai bawah, penampilan Brian yang sangat tampan dan juga semua benda yang melekat dalam tubuhnya meneriakkan kata mahal... dan jangan lupakan mobil me

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Malam Panjang

    Dalam kegelapan, Brian terduduk diam dalam mobilnya yang sewarna malam, matanya begitu tajam mengawasi seorang gadis yang terlihat tersenyum bersama teman-temannya di seberang sana. Sampai satu persatu gadis-gadis itu pergi dari sana, tinggallah Sinta, gadis mungil dengan kuncir ekor kuda yang sesekali melihat arloji di pergelangan tangannya. Brian terus mengamati dalam diam, bahkan sampai setengah jam, yang ditunggu gadis itu tak juga datang, tapi gadis itu tetap menunggu di sana. Malam yang kian beranjak membuat suasana menjadi sepi, bahkan semua toko yang tadi masih ramai dengan pembeli sudah membenahi barang dagangannya. “Apa dia tak takut semakam ini pulang sendiri,” gumam Brian tak senang. Dia sudah akan membuka pintu mobilnya, saat sebuah motor menghampirinya dan terlihat gadis itu menerima uluran helm dari si pengendara dan bergegas naik keboncengannya. Brian cepat-cepat menstater mobilnya untuk mengikuti motor itu sambil terus menjaga jarak ama

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Teman?

    Setelah dengan penuh perjuangan mengantar Winda ke rumahnya, akhirnya Brian bisa bernapas lega dia bisa terbebas dari wanita itu, dia bahkan tak habis pikir bagaimana mamanya yang biasanya sangat kalem dan anggun itu bisa menyukai wanita agresif seperti itu untuk dikenalkan padanya. Apa dia terlihat setak laku itu, usianya baru tiga puluh dua tahun, usia yang belum terlalu tua untuk laki-laki sepertinya. Dan yang lebih menyebalkan lagi, wanita itu dengan tak tahu malunya mengambil hadiah yang akan dia berikan pada Sinta. Brian menghela napas dalam berusaha menetralkan perasaannya, dia ingin menemui Sinta, tapi tentu saja tidak dengan tangan kosong. “Ah! Dasar sialan,” maki Brian kesal. Dia harus memikirkan hadiah apa yang bisa dia bawa untuk Sinta, memang bukan keharusan, Sinta juga tidak sedang berulang tahun, tapi tetap saja, Brian merasa tak nyaman.Dengan tergesa dia meminggirkan mobilnya, sejenak dia menimbang apakah akan menghubungi Dina atau S

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status