Share

Bab 4

Author: Jayden Carter
Bruno hampir saja menyemburkan darah. Cara Arlo memeras orang persis dengan dirinya. Tadi dia bilang Porsche itu adalah saksi masa muda, sekarang Arlo malah mengeluarkan alasan saksi cinta, bahkan bilang itu adalah perantara jodoh.

Wajah Arlo sontak menjadi dingin. "Bilang saja, kamu mau kasih atau nggak?"

"Kasih, kasih, aku langsung kasih." Meskipun merasa tertekan, saat ini dia tidak berani mengucapkan sepatah kata penolakan.

Arlo melepaskannya, lalu mengambil ponsel dari tangan Isyana yang masih linglung dan membuka kode pembayaran. Tak lama kemudian, terdengar bunyi notifikasi. Uang dua miliar masuk rekening.

"Pergi sana! Jangan sampai terulang lagi. Kalau nggak, kamu nggak akan lolos semudah ini lagi." Begitu uang masuk, Arlo langsung menendang Bruno hingga terlempar.

Bruno gemetar menahan amarah. Kebetulan, dia melihat Bilal, kepala departemen medis rumah sakit, berlari menghampiri dengan tujuh hingga delapan satpam. Niat jahat langsung timbul di hatinya. Dia berteriak keras, "Pak Bilal, aku dipukuli dokter kalian! Kalian harus tanggung jawab!"

Keluarga Raliansyah memiliki bisnis obat. Demi mengejar Isyana, dia sering datang ke rumah sakit, jadi sudah akrab dengan Bilal. Melihat kondisi Bruno yang parah, ekspresi Bilal berubah serius. "Apa yang terjadi?"

Bruno menunjuk Isyana dan Arlo, langsung memutarbalikkan fakta. "Dia menabrak mobilku, lalu suruh si bodoh ini memukulku. Si bodoh bilang orang gila nggak akan dihukum kalau membunuh. Kemudian, mereka peras aku 2 miliar!"

Mendengar itu, Bilal murka. "Pagi tadi kamu salah diagnosis dan hampir membuat pasien meninggal. Kamu bahkan mengirim pasien yang masih hidup ke kamar mayat! Kamu juga berani bawa keluargamu yang punya gangguan jiwa ke rumah sakit!"

"Hanya dengan dua kesalahan itu saja, izin praktikmu bisa dicabut! Bisa-bisa kamu dipenjara seumur hidup! Sekarang kamu malah main tangan di rumah sakit! Di dunia ini masih ada hukum atau nggak?"

Dengan suara lantang, Bilal langsung menuduh Isyana. Keributan ini pun menarik perhatian banyak orang di pintu rumah sakit.

Mendengar ucapan Bilal, semua orang mulai menunjuk dan bergosip. Pasien hidup dikirim ke kamar mayat? Menabrak dan memeras? Itu dokter atau preman?

Melihat reaksi orang banyak, Bilal merasa puas. Kebetulan Ibrahim adalah kakak iparnya. Begitu mendengar tentang Fellis yang salah didiagnosis dan insiden di kamar mayat, dia sadar harus membuat masalah ini jadi lebih besar agar bisa menekan Isyana, sekaligus menutupi kesalahan iparnya. Bagaimanapun, ke depannya dia masih butuh koneksi Ibrahim untuk kariernya.

Bruno menambahkan, "Pak Bilal, kita sudah kenal lama, urusan ini aku serahkan padamu. Aku ada urusan, aku pergi dulu. Ingat, harus ada penjelasan buatku nanti."

"Tenang saja!" Bilal mengangguk.

Bruno segera berbalik dan naik ke mobilnya. Salah satu anak buahnya bertanya, "Satpam-satpam itu 'kan sudah tua dan lemah. Sepertinya juga bukan tandingan si Arlo, 'kan?"

Bruno mendengus. "Kamu ngerti apa? Aku justru ingin dia bikin keributan besar. Lebih bagus kalau dia sampai bunuh satpam-satpam itu! Saat itu, Isyana pasti akan datang memohon kepadaku!"

....

Begitu Bruno pergi, Bilal memasang ekspresi berkuasa dan menatap Isyana. "Gimana? Kalian mau jalan sendiri atau perlu aku suruh orang bawa kalian?"

"Tahan mereka berdua, tunggu hasil rapat rumah sakit. Harus diproses dan nggak boleh ditoleransi! Kalau perlu lapor polisi, langsung laporkan saja!"

Kebetulan kepala perawat lewat. Karena hubungannya dengan Isyana baik, dia tak tahan untuk bertanya, "Pak Bilal, apa ada salah paham di sini? Semua orang tahu kemampuan Dokter Isyana, mana mungkin dia buat kesalahan sepele begitu?"

Bilal melambaikan tangan dengan penuh wibawa. "Kamu urus saja pekerjaanmu, urusan ini bukan wewenangmu!"

"Walaupun pintar, moral tetap yang utama! Dia lalai dan kirim pasien hidup ke kamar mayat. Itu jelas-jelas mengabaikan nyawa orang, itu adalah kecelakaan medis besar!"

Kepala perawat tidak tahu kebenarannya, jadi tidak berani berbicara lagi.

"Kamu bohong! Pagi tadi saat aku masuk, Fellis sudah lebih dulu dinyatakan meninggal oleh Ibrahim!" Isyana yang tak tahan lagi akhirnya membantah di depan umum.

Tatapan Bilal pada Isyana mengandung sedikit kerakusan dan rasa puas. Dulu dia pernah mengisyaratkan ingin bermain dengan Isyana, tetapi wanita itu malah menamparnya keras-keras. Sekarang wanita itu jatuh ke tangannya. Dia ingin melihat sampai kapan Isyana bisa berpura-pura suci!

"Pihak rumah sakit pasti akan menyelidiki kebenarannya! Tangkap mereka! Bawa ke ruang rapat dulu!" Bilal menyeringai dingin.

Empat sampai lima satpam itu pun segera mengepung.

Arlo bertanya dengan santai, "Kalau nggak salah, departemen medis rumah sakit nggak punya hak untuk menangkap orang, 'kan?"

Bilal tertawa sinis. Orang gila ini berani berbicara soal hukum?

"Kamu ini siapa? Apa aku butuh jelasin ke kamu? Orang yang ketahuan melecehkan mayat perempuan masih berani melawan? Tanya orang-orang, apa salah kalau aku menangkapmu?"

Mendengar tuduhan melecehkan mayat, kerumunan langsung bergidik. Terlalu menjijikkan! Orang-orang mulai berteriak agar Arlo segera ditangkap.

Isyana mengernyit, menatap Arlo dengan kesal. Bukannya membantu, malah memberi celah kepada Bilal.

Dia segera mengeluarkan ponsel, ingin menelepon ayahnya agar meminta bantuan orang berpengaruh. Setidaknya, jangan sampai Arlo ditangkap dengan tuduhan menjijikkan itu.

Namun, baru saja panggilan terhubung, Bilal memukul ponsel Isyana hingga jatuh. "Cih! Mau pakai koneksi? Percuma! Perempuan macam kamu cuma modal wajah cantik. Kamu pikir bisa pakai tubuh buat menukar kekuasaan ...."

Bilal bahkan meludah ke arah kaki Isyana.

Wajah Isyana memerah, tubuhnya gemetar karena marah. Wajah Arlo pun semakin suram.

Tiga tahun ini, walaupun hanya status suami istri tanpa hubungan nyata, Isyana selalu merawatnya. Melihatnya dihina begini, api amarah langsung membakar kepalanya.

"Minta maaf!" bentak Arlo dengan dingin.

Bilal mendengus meremehkan.

Plak! Arlo langsung menampar wajah Bilal dua kali.

"Kamu berani menamparku?" Urat di kening Bilal menegang. "Kalau aku nggak bikin kamu masuk penjara, namaku bukan Bilal!"

"Menamparmu? Barusan Bruno bilang, orang gila nggak akan dihukum kalau bunuh orang, 'kan?"

Sambil berbicara, Arlo mencengkeram leher Bilal. Sedikit ditekan saja, wajah Bilal sudah merah dan matanya penuh ketakutan.

"Arlo, lepaskan!" Isyana segera menariknya.

Namun, wajah Arlo tetap dingin. Bilal pun mulai sesak napas. Dia meronta-ronta, tetapi tidak bisa melepaskan diri.

Beberapa satpam buru-buru maju. Namun, Arlo menahan Bilal dengan satu tangannya, sementara tangan lainnya mengempaskan para satpam itu dengan mudah.

Orang-orang menatap Arlo dengan wajah takut. Si gila ini benar-benar berbahaya!

"Minta maaf atau nggak?" tanya Arlo dengan dingin.

Bilal dengan susah payah mengangguk. Arlo baru melepaskan tangannya. "Aku ... aku minta maaf!"

Bilal yang panik pun terbata-bata, lalu kabur keluar kerumunan. Setelah berlari agak jauh, dia kembali berteriak, "Tunggu saja pembalasan dariku!"

Arlo menyeringai sinis. "Aku tunggu, aku ingin lihat apa yang bisa kamu lakukan."

Isyana mengerutkan kening. Arlo sebelumnya tidak pernah sebrutal ini. Kini, urusannya menjadi sebesar ini. Dia benar-benar bingung bagaimana harus menghadapinya.

Saat itu, dari luar kerumunan, Ibrahim dan Rayanza muncul dengan dikawal beberapa pengawal.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 100

    "Kamu juga kesurupan?" Conan meraba dahi Sahrul."Serius, Kak!""Lebih hebat daripada instruktur yang dulu pernah kita temui di Pasukan Khusus!"Rasa kagum dan hormat yang terpancar dari mata Sahrul akhirnya membuat Conan percaya. Dia pun mengangkat peluru yang masih hangat itu dan terdiam lama sebelum berkata, "Laporkan ke Pasukan Khusus, orang ini kalau nggak melakukan dosa besar, jangan sekali-kali disentuh. Jangan dimusuhi, sebaiknya dijadikan sekutu!""Habis sudah Pardus kali ini!"Mengingat kejadian hari ini, Conan menggelengkan kepala. Seketika dia teringat pada Santoso, hatinya muncul rasa iri. Dasar si tua bangka itu, benar-benar beruntung bisa berkenalan dengan sosok luar biasa seperti Arlo!Ilmu pengobatan? Ilmu gaib? Seni bela diri? Dengan bakat sehebat itu, asalkan Arlo tidak membuat dosa besar, kelak pasti akan menjadi orang yang sukses besar.Sekarang, Arlo masih belum terlalu terkenal sehingga mereka masih sempat menjalin hubungan. Namun saat kelak Arlo sudah benar-bena

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 99

    Conan berkata canggung, "Ini juga semacam penyakit profesi, pekerjaanku menuntut banyak kerahasiaan! Arlo, tolong maklumi!""Itu bukan urusanku dan aku juga nggak ingin mencampuri. Asal benda-benda ini diurus, masalahmu pun selesai," ujar Arlo sambil menunjuk bungkusan kertas minyak itu.Sahrul tetap sulit percaya. Selama bertugas dia sudah menembak mati lebih dari 20 penjahat yang melawan penangkapan. Kalau memang ada hal-hal gaib, bukankah dia seharusnya sudah lama diganggu arwah mereka?Apa itu minyak mayat, apa itu jimat ... bukankah cuma ulah orang yang sengaja membuat keributan? Siapa tahu malah Arlo sendiri yang membuat semua ini, lalu berpura-pura menyingkapnya? Metode "maling teriak maling" seperti itu sangat sering digunakan oleh para dukun gadungan."Lalu, apa yang harus dilakukan?" tanya Sahrul."Pertama, bakar kertas minyak dan uang arwah ini bersama-sama," jawab Arlo.Begitu dia selesai bicara, Sahrul langsung menyalakan korek api dan mendekatkannya ke kertas minyak. Dia

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 98

    Setelah kejadian itu, Conan dan istrinya menonton rekaman CCTV ruang tamu. Potongan-potongan gambar itu membuat mereka merinding ketakutan.Sahrul menatap pasangan suami-istri itu dengan ekspresi aneh. Dalam hati dia merasa, apakah keduanya terlalu tertekan sampai jadi berhalusinasi? Menurut pikirannya, kemungkinan besar si gadis kecil hanya ingin bermain dengan pedang kayu, tapi Conan tidak mengizinkan.Anak itu pun mengambek, menangis, lalu meniru adegan di televisi dengan berpura-pura mengancam akan lompat dari balkon. Hal itu menakuti Jenifer, hingga membuatnya kehilangan kendali sejenak. Bagi Sahrul, ini bukanlah sesuatu yang luar biasa. Dalam keadaan panik dan ketakutan hebat, wajar saja orang bisa mengalami kekacauan mental."Aku nggak berani lagi tinggal di rumah. Begitu pagi tiba, aku langsung membawa keluargaku, rencananya mau ke tempat Santoso, biar dia yang mengantarku mencarimu!""Di tengah jalan, lalu lintas sangat sepi dan hanya ada sedikit kendaraan. Tiba-tiba ada sebua

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 97

    "Dari semalam sampai sekarang, nyaris separuh nyawaku hilang! Kalau bukan karena khawatir terjadi sesuatu di jalan, aku sudah ingin langsung ke perkebunan mencarimu." Wajah Conan tampak ketakutan, seperti orang yang baru saja lolos dari maut.Sambil bicara, dia menunjuk pada seorang pria dan seorang wanita yang dibawanya, lalu memperkenalkan, "Arlo, ini istriku, Jenifer. Yang satu lagi sahabat lamaku, Sahrul!""Mereka bukan orang luar, jangan khawatir. Kamu harus tolong aku menyelesaikan masalah ini!"Sejak hari pertama masuk ke biro keamanan, Sahrul selalu mengikuti Conan. Selama lebih dari sepuluh tahun bersama, mereka bukan hanya sebatas atasan dan bawahan, tapi juga saudara seperjuangan."Ketua, kenapa aku sama sekali nggak paham sama semua yang kamu katakan hari ini?" tanya Sahrul sambil mengusap dagunya dengan kebingungan.Conan pun segera menceritakan apa yang terjadi selama dua hari ini. Setelah berpisah dengan Arlo dan Santoso kemarin, dia langsung kembali ke biro keamanan.Di

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 96

    Pria berjanggut hanya mengeluarkan beberapa dengusan. Keringat dingin mengalir deras di dahinya, tetapi dia tetap tidak menjerit kesakitan.Arlo masih menginjak tubuh pria itu, lalu menoleh sekilas pada sopir truk. "Kecelakaan ini salahku. Kita selesaikan secara pribadi saja. Aku transfer uang padamu, lalu kamu boleh pergi!""Nggak ... nggak usah!" Wajah sopir itu pucat pasi, dia buru-buru berbalik dan hendak lari."Tunggu!" Suara Arlo terdengar lagi.Sopir itu semakin panik. Di matanya, pemuda ini adalah orang yang bahkan tidak takut menghadapi senjata api! Adegan yang baru dia saksikan itu lebih gila daripada film. Dia pun teringat pada adegan klise di layar lebar. Setelah ini, biasanya saksi akan "dibungkam"."Kasih aku rekeningmu! Aku akan transfer sekarang!" kata Arlo tenang.Dengan tubuh kaku, sopir itu memberikan nomor rekening. Arlo pun segera mentransfer 20 juta. Begitu mendengar bunyi notifikasi uang masuk, sopir itu menatap tak percaya. Namun, dia tidak berani bertanya apa-a

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 95

    Wajah Arlo sedikit menggelap. Jika tabrakan jip yang pertama tadi masih bisa dianggap satu persen kemungkinan sebagai kecelakaan, maka kali ini sudah jelas benar-benar ditujukan untuk mereka."Ayah, pegang yang kuat!" ucap Arlo dengan suara berat, lalu mengentak pedal gas. Mobil langsung melesat ke depan.Setelah menstabilkan arah, kedua mobil sempat sejajar. Dari kaca jendela, Arlo bisa melihat jelas sopir jip itu adalah seorang pria berjanggut lebat yang berusia lebih dari 40 tahun.Di wajah pria berjanggut itu ada sebuah bekas luka yang panjang dan dalam, membentang dari bawah mata kiri hingga ke sudut mulut kanan, membuat wajahnya tampak garang dan menakutkan.Mata mereka saling bertemu dan memancarkan aura membunuh yang tajam.Victor mencengkeram erat pegangan tangan hingga jemarinya bergetar. Kecepatan mobil begitu tinggi. Di jalan sempit berliku seperti ini, situasinya benar-benar berbahaya.Saat melewati sebuah tikungan tajam lagi, Arlo melihat ada sebuah truk besar melaju dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status