“Enggak.”
Begitulah rasanya harga diri Jane yang terkenal tinggi itu seketika terhempas ke dalam jurang curam.
Theo dengan raut wajah santai menolak permintaan yang dengan sulit Jane ucapkan, Jane bahkan harus berpikir matang-matang.
Oh harga diri.
Jane mengerjap pelan.
Lalu dari permukaan kening mulus miliknya muncul semburat gurat halus.
“O-oke, gue cuma kasian, lo nggak pernah nonton jadi gue ajak. Jangan GR,” kata Jane dengan acuh sebelum melarikan pandangan kepada hujan di luar.
Sejatinya Jane tidak pernah mengalami penolakan seperti ini maka wajar jika dia sedikit merasa shock, tetapi sisi dalam diri Jane yang lain tak mengijinkan siapapun tau seberapa malu-nya dia.
“Kalau saya bilang mau, nanti makin sulit meyakinkan kamu kalau saya bukan laki-laki gampangan.”
Jane masih menghadap luar.
Dia dapat mendengar dengan jelas apa yang di ucapkan Theo. Oke itu bagus, Theo melakuk
“Gue udah daftarin nama lo.” suara manis milik laki-laki berkulit putih ini mengalun di dalam café yang sepi pengunjung. Dengan jemari bercincin miliknya ia menyugar rambut hitamnya ke belakang. “Walau sebenarnya dia cuma ambil tiga murid per sesi. Berhubung dia CS gue, jadi lo bisa masuk.” Tenang saja. Butuh berapa kali Jane katakan, godaan semacam itu yang menggunakan gestur-gestur tubuh apalagi oleh Edgar tidak berefek sama sekali terhadapnya. Jane memutar mata, gadis berhills lima centi yang rambutnya di kepang dua itu mendengus kesal. “Udah?” Edgar mengangguk. Jane memainkan lidah dalam mulutnya guna menekan sabar. “Gitu aja mah bisa lewat hp!” Tau tidak? Gara-gara janji temu yang katanya penting ini Jane jadi menunda test drive dengan calon pemilik baru Mendes. Yang dimana hal itu merupakan hal paling penting bagi Jane saat ini. Mendes harus laku. Suara tawa kecil keluar dari mulut kecil Edgar. “Nggak ada
Sore ini langit cerah tiba-tiba berubah mendung karena mulainya musim penghujan. Seusai janji temu-nya dengan Edgar siang tadi, Jane langsung mampir ke bengkel tempat Mendes diperbaiki. Sebenarnya sudah selesai dari lama namun Jane baru memutuskan mengambilnya sekarang karena tawaran mobilnya pada Theo berhasil masuk pada tahap test drive. Tak lupa Jane juga memandikan Mendes sebelum benar-benar bertemu pemilik barunya. Kan tidak lucu kalau Theo batal membayar Mendes hanya karna mobilnya berdebu dan sedikit bau. Maka dari itu setelah semua persiapan beres, dan Mendes pun sudah rapih Jane membawa mobil kesayangannya pulang untuk janji temu yang sudah dia iya-kan setengah jam yang lalu. Setelah sampai di kompek perumahan dan Jane membelokan Mendes ke depan halaman rumah Theo, mematikan mesin, gadis itu pun buru-buru turun, bahkan tak sempat mendandani penampilan karena sudah amat terlambat. Jane berjalan cepat ke arah pintu rumah Theo. M
Diantara deretan resto-resto kecil di tengah kota itu, Jane dan Theo singgah. Memilih tempat yang tepat untuk makan malam. Menurut Jane, karena dari awal Theo hanya iya-iya saja ketika gadis ini mengajaknya kemari. Mereka duduk di meja di luar ruangan, ingin sesekali makan sembari menghirup udara kota malam-malam. Warung makan dengan signature menu bakso urat ini menjadi bentuk kesenangan Jane, ia tidak lagi memikirkan seberapa banyak mecin yang tertuang di dalam kuah bakso yang sedap itu. anggap saja ini cheating day. Jane mengulurkan buku menu pada Theo. “Nih, di Jerman nggak ada bakso kan?” Dan langsung di terima dengan senang hati oleh si lelaki. Theo memeriksa beberapa daftar menunya. Semua bakso. Ya, karena ini memang restoran bakso, jadi ia harus pilih apa? Theo meletakan buku menu itu di atas meja. “Saya ikut kamu aja.” Jane mendengar itu mengangguk mengiyakan. Jemari lentik Jane terangkat di udara. Memanggil wa
Jaket berwarna hitam yang tebal berpadu dengan celana olahraga panjang ssampai mata kaki rasanya tak mampu menutupi sedikitpun hawa atis yang disisakan malam melalui embun pagi. Jane menarik cairan bening yang lagi-lagi mengalir dari hidungnya. Gadis itu bimbang. Sekarang sudah pukul enam kurang namun dinginnya kota metropolitan masih sedingin hawa pagi di pedesaan. Jane memang suka hawa dingin seperti ini, kalau saja cairan ingus yang masih bening belum hadir di hidungnya. Apalagi, hari ini jadwal Jane untuk jogging seperti rutinitas biasa, tetapi dengan gigil yang sebegininya, ia jadi ragu harus tetap berlari atau tidak. Jemari dingin Jane memakaikan tudung jaket yang sedari tadi nganggur ke kepala, menali dengan bentuk pita di bawah dagu ramping miliknya. Berlari sajalah. Batin Jane berbicara. Olahraga itu bagus, namun dengan suhu serendah ini, Jane harus siap dengan dua kemungkinan. Yang pertama, flu di hidungnya akan berhasil ming
Tepat setelah sampai di dalam rumah, Jane tidak menunda untuk segera meminum air hangat, ia terus menggenggam gelas di tanggannya untuk menaikan suhu tubuh. Dan ketika di rasa dingin di tubuhnya tak lagi terasa menusuk Jane tidak menunda untuk bernapas lega, gadis itu merasakan kenyamanan mutlak merasuki tiap-tiap sendi tubuhnya. Jane menarik napas lalu meminum kembali air hangat dari gelasnya satu teguk, kemudian setelah itu tangan pucatnya terangkat untuk membuka box berukuran sedang di atas lemari es. Jane mengambil beberapa buah vitamin dari botol yang berbeda lalu menelannya saat itu juga. Setelah selesai dengan air dan juga vitamin, Jane melajukan langkah menuju kamar, ia harus tidur terlebih dahulu agar bisa melanjutkan hidup. Tak apa, terpejam lima menit pun cukup. Tanpa melepas kaos kaki Jane langsung naik ke atas ranjang, Jane membuka jaketnya lalu ia lemparkan ke sembarang arah, tak lupa Jane juga sudah sempat menyetel alarm untuk j
“Mau tau ada apa kejutan hari ini?” suara Karin lagi-lagi menyapa gendang telinga Theo yang sudah penuh terisi dengan kalimat-kalimat sautan orang berbicara. Satu kali lagi Theo membenarkan tatanan dasinya yang sudah rapih dan tak perlu lagi pembenahan. Sudah hampir tiga puluh menit ia berdiri di sini namun acara ini belum juga di mulai. Pesta sederhana yang katanya hanya di hadiri oleh para keluarga ini nyatanya dibuat dengan skala besar, mengundang lebih banyak orang dari sekedar anggota keluarga dan tentunya tanpa Theo bertanya pun ia tau ini akan memakan waktu yang lama. “Apa?” Theo menoleh kepada gadis yang menggunakan gaun senada dengannya lalu bertanya kembali tentang apa yang baru saja dimaksud Karin dalam kalimatnya. Senyum manis dari bibir putri bungsu keluarga asal negeri ginseng itu terbit. Dengan satu jingkatan Karin melepas tangannya yang sedang menggandeng Theo. Lalu mendekatkan diri ke telinga laki-laki itu. “Om Kevin akan data
Cahaya temaram dan juga suara ketik yang lembut memenuhi ruang tidur bernuansa putih itu. Merasakan sebuah kantuk yang telah hilang karena sudah tidur hampir seharian, Jane perlahan-lahan menggerakan kelopak matanya agar tersikap. Lampu kamarnya mati. Yang menyala hanya satu lampu tidur yang terletak di sebelah kanan ranjang. Jane ingat sekali ia tidur waktu sore. Dan ia belum menyalakan satu lampu pun di rumahnya. Jane mulai mengerang amat pelan ketika pening di kepalanya terasa kembali, ia memejam sekilas lalu menggeleng dan membuka mata. Tepat ketika wajahnya menghadap kearah kanan sana, ada seorang laki-laki yang lengan kemejanya di gulung hingga siku duduk manis dengan kaca mata di wajahnya dan juga laptop terbuka di pangkuan. Theo terlihat sangat fokus. Mungkin karena terlalu fokus hingga laki-laki itu tidak menyadari kalau Jane sudah terjaga. Jane menghela napas sembari melirik jam digital di nakas. Sudah tengah malam.
Biasanya jika Jane terserang sakit demam atau hanya sekedar flu biasa, ia akan bisa normal dan kembali sembuh dalam satu hari dan tidak lebih. Tetapi untuk sakit kali ini, Jane jelas butuh dua sampai tiga kali lipat durasi dari biasanya untuk sembuh karena kejadian tak mengenakan yang telah menimpanya. Ralat. Empat kali. Jane sembuh setelah empat hari. Dan setelah menyebabkan penyakitnya bertahan menjadi semakin lama, tentunya Jane tidak akan memaafkan Theo begitu saja. Never! Jane bergidik sekali lagi saat sadar bahwa ia sedang mengingat-ingat malam waktu itu. Jane hanya heran, ia tidak menyangka Theo yang terlihat kalem dan terkontrol ternyata mempunyai sisi lain tak terduga. Namun jangan pikir Jane ketakutan setengah mati seperti tikus got, gadis itu langsung berdiri dari kasurnya lalu mengusir Theo dari rumahnya dengan segenap sisa tenaga yang ada. Jane menggelengkan kepala mengusir segala bentuk pemikiran yang di h