Share

Bab 21

Surat itu berisi beberapa lembar kertas dengan tulisan penuh di setiap lembar usangnya. Pena yang digunakan juga memendarkan warna hitam kekuningan. Khas orang tua zaman dahulu, tulisan tegak bersambung dengan ejaan lama.

Baru membuka amplop bertuliskan “Untuk Arum” saja, matanya sudah berkunang-kunang. Huruf-huruf itu bertumpuk satu sama lain, kemudian memunculkan siluet-siluet aneh yang membuat kepalanya pusing. Keringat dinginnya bercucuran di tengkuk dan pelipis. Dia lupa kalau kemampuan membacanya menurun setelah meninggalnya Bu Asiyah.

“Aku akan membacakannya untukmu. Tapi hanya satu-dua lembar. Sisanya, kamu harus membacanya sendiri.”

Arum tampak lega saat Boy tidak jadi pergi dan memegangi badannya yang hampir roboh. Napas Arum yang tersengal berangsur normal. Dia sungguh berterima kasih karena Boy tidak meninggalkannya dalam keadaan seperti itu sendirian.

“Untuk Arum. Cucu Mbah Uti yang tersayang.” Boy mulai me

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status