Tok... tok... tok...
"Masuk!" ucap Dirga.
Faisal masuk ke kamar hotel atasannya tersebut. Wajahnya terliat panik. Dirga yang melihatnya menatap dengan heran. Tanpa basa-basi sekretaris kepercayaannya itu langsung menyerahkan sebuah artikel dalam tab yang dia bawa. "Anda harus melihat ini!"
Dirga dengan tenang mengambil tab tersebut. Dia melihat satu lagi artikel mengenai kedekatan dirinya dan Tania. Dia terlihat tidak ambil pusing. Bukankah banyak berita miring tentangnya. Dia juga sudah beberapa kali mengurus berita tersebut.
"Anda tidak khawatir?" tanya Faisal.
CEO perusahaan itu menggeleng, "aku tidak khawatir. Bukankah artikel seperti ini kerap terjadi?"
Wajah Faisal masih menegang. Dia kemudian mendekati pimpinannya. "Lihatlah baik-baik, artikel ini lebih parah. Mereka bilang anda dan tania sedang liburan sebelum pengumuman pertunangan kalian berdua."
"Tapi aku tidak bertunangan dengan Tania. Kami hanya rekan kerja," ucap Dirga.<
Silvia membawa Hana menuju sebuah rumah di pinggiran kota. Mereka mengendarai mobil mewah series terbaru milik Vanessa. Mereka pergi tanpa supir, Silvia sendiri yang mengendarai mobil untuk nona kesayangannya tersebut. Pemandangan di sekitarnya indah sekali. Sepanjang perjalanan Silvia terus menerus melihat Hana. "Anda benar-benar tidak apa-apa bukan?""Aku baik-baik saja kok!" ucapnya.Silvia mengangguk. "Baiklah. Jika ada yang anda butuhkan jangan sungkan untuk bilang."Beberapa lama kemudian mereka sampai. Sesuai dugaan Hana, rumah tersebut seakan ada yang meninggalinya. "Apakah di sini ada orang?" tanya Hana saat mulai memasuki rumah."Tidak ada, rumah ini dibangun khusus untuk anda berlibur. Keamanannya juga memakai sandi yang hanya diketahui oleh anda dan saya!" ucapnya.Namun Hana menyadari ada orang di sini. Dia melihat siluet bayangan dari balik tirai ketika sampai. "Silvia kita cek setiap sudut ruangan."Silvia masih tidak mengerti
"Anda kenapa sih!" protes Silvia. Dia mengira nona mudanya tersebut sedang bercanda."Aku serius. Dia adalah Vanessa sebenarnya," lirih Hana. Dia masih menundukan kepala. Malu terhadap apa yang diucapkannya. Dia merasa selesai sudah semuanya. Karena sekarang telah terbongkar bahwa dia bukanlah Vanessa yang asli."Apa maksudnya?" tanya Silvia. Melihat wajah Hana yang serius dia menjadi lebih bingung. Jika memang orang yang di depanya adalah Vanessa? lantas siapa orang yang selama ini bersamanya."Itu-!"Belum sempat Hana menjelaskan, sebuah pintu terdengar didobrak. Membuat mereka semua terkejut. Vanessa langsung menginstruksikan kepada rekannya untuk menengok ke bawah. "Andreas bisakah kamu lihat ke sana?"Andreas mengangguk. Dia adalah rekan kerja Hana di kedai kopi dahulu. Entah mengapa mereka terlihat bisa bersama. Andreas mengikuti apa yang diperintahkan oleh Vanessa. Tidak lama kemudian terdengar suara jeritan."Ahhhhh!"Vanessa
"Balas dendam?" Hana terkejut mendengarnya. Dia awalnya mengira bahwa Vanessa sangat mencintai Dirga. "Memangnya kamu sudah tidak punya perasaan kepada Dirga?""Awalnya punya," ceritanya. "Tapi setelah masuk di tubuhmu dan menjalani hidup sebagai Hana. Aku menemukan sesuatu bahwa hidup itu keras. Apa kamu tahu aku bersembunyi di sini karena kamu dikejar-kejar hutang?""Nonaaaaaa-!" jerit Silvia. "Anda apa? Bagaimana bisa?""Tenanglah silvia!" tegurnya. "Andreas sudah menjelaskan padaku bahwa itu bukanlah hutang miliknya. Namun milik seseorang yang mengatas namakan dirinya."Andreas yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara, "ketika kamu akan melakukan bunuh diri, sadar tidak kamu sempat mengirim aku chat pesan untuk yang terakhir kali? Chat itu berisi tentang dirimu yang mengucapkan selamat tinggal. Karena khawatir aku mencari-cari kamu pada akhirnya. Untungnya aku sampai di tempat kau melompat. Aku kemudian menemukan tubuhmu. Butuh waktu beberapa lama
"Vanessa!" panggil Bintang. "Bolehkah aku berbicara berdua denganmu?""Boleh dong!" ucapnya. "Sini ke lantai dua. Di kamarku saja ya!"Mereka berdua menuju ke lantai dua. Tepatnya kamar pribadi Vanessa. Setelah sampai Vanessa dlangsung masuk ke dalam. Tanpa disangka Bintang langsung memeluknya dari belakang. Wajahnya disembunyikan di balik bahu gadis itu.Vanessa sempat terkejut melihatnya. Namun dia akhirnya pasrah. Selama ini Vanessa mengetahui bahwa Bintang menyukainya, tetapi dia diam saja. Semua itu karena memang Vanessa hanya menganggapnya sebagai teman masa kecil, tidak lebih."Aku merindukanmu Vanes! Sangat!" lirihnya.Gadis itu kemudian berbalik. Dia menangkap tangan besar Bintang dan mengajaknya untuk duduk bersebelahan di ranjang kamarnya. "Sini kita ngobrol dulu. Aku pikir banyak yang akan kamu tanyakan."Bintang menurut, dia duduk di sebelah gadis itu. Wajah Vanessa memang terlihat asing, karena dia berada di dalam tubuh Hana. N
Hana merebahkan dirinya di kasur. Tangan kanannya memegang handphone, dia sedang mencari artikel Dirga Sastranegara. Sayangnya semua artikel tersebut merujuk kepada skandal CEO muda tersebut dengan Tania, artis di bawah manajemennya."Semua saja tentang Tania!" umpat Hana. Dia kembali mencari, matanya menyipit. Pada akhirnya dia meletakan handphone tersebut sambil menghela nafas panjang. "Tidak ada infomasi yang bisa aku manfaatkan untuk Dirga!"Dia sedikit frustasi. Rupanya Vanessa hanya memberinya waktu satu bulan. Selepas dia kembali, Hana harus sudah mendapatkan hati Dirga."Sebenarnya hubungan apa sih yang dimiliki oleh Dirga, Vanessa dan Bintang?" keluh Hana. Dia memiringkan badannya. Mencoba untuk berfikir. "Apakah Vanessa benar-benar sedendam itu kepada Dirga sampai ingin mencampakannya? Dia tidak terlihat seperti orang yang sedang jatuh cinta atau dendam. Hanya seperti orang yang sedang bermain-main saja."Hana kemudian bangun. Namun dia masih te
"Kamu sudah siap?" tanya Abraham.Vanessa mengangguk. "Aku siap! Ayo kita pergi."Bintang masih berdiri di depan pintu kamar Vanessa. Ini adalah hari terakhir mereka di Villa. Matanya terlihat sedih. Jelas sekali Bintang tidak rela jika Vanessa harus bepergian jauh. Dia kemudian mendekati gadis itu. "Vanes! Lebih baik kita jelaskan kepada ayahmu bahwa kamu bertukar tubuh tanpa sengaja! Aku bisa mencoba menjelaskan."Vanessa menggeleng. "Ayolah Bintang! Ini benar-benar menarik kamu tahu? Aku seorang nona besar yang terbiasa hidup menyenangkan harus berpetualang untuk bisa kembali ke tubuh asalku! Ini bisa menjadi novel yang menarik.""Keselamatanmu Vanessa! Lagipula bagaimana aku bisa mempercayakan kamu kepada lelaki asing itu?" Bintang menunjuk Abraham.Abraham sendiri hanya nyengir saja melihat ulah Bintang. Dia melihat jelas bagaimana perasaan yang dimiliki Bintang. "Silahkan kalian berbicara dulu. Kalau kamu sudah siap panggil aku." Abraham kemu
Vanessa terlihat kesal. Menurutnya orang asing tadi sangat tidak sopan. Apa dia tidak tahu siapa dirinya? Dia adalah Vanessa Raksawijaya, putri konglomerat kaya yang terkenal di negara ini. Dia juga seorang novelis terkenal. Bisa-bisanya berlagak so kenal seperti itu.Setelah cukup tenang, Vanessa kembali memperhatikan sekeliling. Matanya langsung menyipit. "Apa-apaan kamar sekecil ini! Bisa-bisanya aku ditempatkan di kamar ini? Apa silvia tidak mengurus kamarku dengan benar?"Dia melihat kalender yang terpajang di dinding rumah sakit. Matanya melebar, mulutnya langsung terbuka. "Astaga! Tanggal berapa ini? Hari ini adalah hari penting. Aku harus menghadiri pesta."Vanessa segera bergegas. Dia berniat untuk keluar dan mencari orang-orang yang dikenalnya. Dia menemukan jaket lusuh di kursi. Alisnya terangkat. 'Masa sih cuman ada pakaian seperti ini? Tapi gamasalah deh daripada pake baju rumah sakit.'Diambilnya jaket tersebut, kemudian dikenakannya. Dia me
"JANGAN BERCANDA YA!"Vanessa terlihat marah. Dia hampir saja mau melawan petugas sampai akhirnya dia melihat pantulan dirinya di kaca sebelah pintu masuk hotel. Tanpa memperdulikan orang-orang, dia mulai menyentuh dirinya sendiri. "Siapa ini? Bagaimana bisa aku?"Dia kemudian menyentuh bahu penjaga. "Kenapa? Kenapa wajahku jadi begini?"Petugas penjaga itu mendorong Vanessa sekuat tenaga. Dia menatap Vanessa dengan jijik. "Orang Gila!"Vanessa yang jatuh terduduk hanya bisa diam. Pikirannya kacau. Dia benar-benar masih tidak menyangka jika dirinya berubah wujud. "Gamungkin! Bagaimana bisa wajahku berubah sedrastis ini?"Dari belakang Vanessa seseorang berdiri. Dia adalah Abraham. Dia menepuk bahu Vanessa kemudian berbisik padanya. "Kita pergi! Aku tidak tahu kamu kenapa tapi aku akan berusaha untuk menolongmu."***Abraham membawa Vanessa ke kosan milik Hana. Vanessa yang merasa asing enggan memasuki tempat itu. "Apa-apaan tempat kum