Dia yang hadir memancarkan warna seindah pelangi dan pergi meninggalkan mendung yang tak pernah usai . berawal dari sebuah ketidak sengajaan berubah menjadi sebuah cinta yang sulit dijelaskan. Kebahagiaan, tawa, rasa bersyukur yang terus mengalir disetiap harinya. Sampai pada akhirnya semua menghilang dalam sekejap ..
View MoreSeorang wanita mondar-mandir di depan pintu UGD sembari terus menangis. Raut wajahnya sendu, dengan air mata mengalir deras. Baju putihnya berlumuran darah.
Dia adalah Melinda. Wanita berusia 25 tahun yang tengah menunggu Bimantara-tunangannya yang berada di dalam ruang UGD. “Ya Tuhan, selamatkan Mas Bima,” lirihnya, mengatupkan kedua tangan dengan cemas. Lama ia mondar-mandir, akhirnya memutuskan untuk duduk. Ingatannya kembali pada kejadian yang baru saja menimpa, di mana niatnya untuk menyusul sang tunangan, malah berakhir dengan melihatnya terjatuh dari ketinggian. “Andai Mas Bima tidak pergi. Kalau saja kami tidak bertemu Tuan Gerald .... “ Melinda menyesali semua. Pertemuan keduanya dengan Gerald Abiyasa selaku Sekretaris Athena Holding di butik menjadi awal mula insiden itu terjadi. Gerald yang marah melihat karyawannya keluar di jam kerja, memberi hukuman berdalih tugas. Bima diminta melakukan sesuatu agar semua dewan berpihak pada Gerald saat Rapat Umum Pemegang Saham. “Ahhh!” Melinda memekik pelan. Suara dentuman keras disusul jatuhnya Bima yang menimpa vas bunga tak bisa lenyap dari ingatannya. “Kalau saja aku melarangnya untuk pergi.” Melinda terisak. Dengan iming-iming akan diberi jabatan yang lebih baik dan diancam akan di-blacklist jika menolak, Bima setuju tanpa berpikir panjang. “Semoga Paman dan Bibi segera sampai. Aku takut,” lirih Melinda, membayangkan yang tidak-tidak. Tak lama berselang, pintu UGD dibuka. Spontan Melinda berdiri, mendekati dokter yang membuka masker. “Bagaimana keadaan Mas Bima, Dok? Dia baik-baik saja, kan?” Melinda mengguncang lengan dokter yang kedapatan menarik napas panjang. “Mohon maaf, kami tidak bisa menyelamatkan pasien. Luka di kepalanya cukup parah dan kekurangan banyak darah.” “A-apa? Tidak mungkin!” Melinda membekap mulutnya, mundur beberapa langkah sampai terjatuh. “Nona baik-baik saja?” Dokter sedikit membungkuk, menepuk pundak Melinda pelan. Kali ini Melinda tersentak, membiarkan dokter membantunya berdiri. “Tidak! Tidak mungkin!” Melinda menggeleng, tak percaya dengan apa yang dokter katakan tadi. Didorongnya dokter ke samping, lantas memasuki ruang UGD. Tampak tubuh terbujur kaku ditutupi kain putih. “M-Mas Bima!” Melinda berhambur mendekat. Perlahan dan gemetaran tangannya membuka kain penutup. Benar saja. Sosok itu adalah Bima. Perban membalut kepala dan beberapa bagian tubuhnya nyaris membuat Melinda terjatuh. “Tidak, jangan tinggalkan aku. Mas Bima! Bangun, Mas!” Diguncangnya tubuh itu dengan harapan akan terbangun. Tangisnya kian nyaring terdengar. “Kita akan menikah dua Minggu lagi. Teganya kau meninggalkan aku,” lirih Melinda, terkulai lemas. Rentetan peristiwa yang pernah dilalui bersama sang tunangan kembali terbayang. Lama Melinda meratapi, hingga panggilan seseorang menyentak lamunannya. “Linda!” Spontan wanita itu berdiri, lalu berhambur memeluk sang Bibi. “Apa yang terjadi? Kenapa Bima bisa jatuh?” tanya Irma-Bibinya kala Melinda melepaskan pelukan. “Iya, Nak, bagaimana dia bisa jatuh? Apa yang terjadi? Siapa yang membawa kalian? Kenapa bisa meninggal?” Rusdi, paman Melinda memberondong dengan banyak pertanyaan. Ditatapnya lekat-lekat wajah Melinda yang basah karena air mata. “Jawab, Linda!” Irma mengguncang tubuh ponakannya dengan wajah dipenuhi kebencian. Pandangannya dialihkan pada tubuh terbujur kaku di depannya. “Aku juga tak tahu apa yang terjadi. Saat aku sampai dan hendak mencarinya, Mas Bima ... Mas Bima jatuh.” Dengan nada bergetar, Melinda menceritakan kronologi kejadiannya. “Apa? Astaga! Apa tidak bisa sekali saja kau tidak membebaniku dengan masalah?” Sang bibi mondar-mandir dengan dongkol. Dipijatnya kepala dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya berkacak pinggang. “Irma! Jaga ucapanmu! Ini musibah. Nak, tenang dulu, ya. Kita tunggu dokter. Jangan dengarkan Bibimu.” Rusdi berusaha menenangkan meski istrinya mengomel. “Musibah apanya? Dia pasti sengaja,” ketus Irma, membela diri. Rusdi menghela napas, memeluk erat sang keponakan. Dilihatnya wajah Bima dipenuhi luka dan kepalanya diperban. “Kau pasti tahu lebih banyak, kan? Katakan padaku sekarang!” desak Irma pada Melinda. Melinda mencoba menenangkan pikiran. Merangkai kembali hal-hal yang terjadi. “Mas Bima diberi tugas Tuan Gerald untuk ... untuk ke kantor secepatnya,” kata Melinda. “Tuh, kan! Pria itu pasti terlibat. Bukan kita yang harus menanggung semua, tapi dia.” Irma mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi. Tepat saat Rusdi menutup tubuh Bima dengan kain putih, dokter dan perawat memasuki ruangan “Dokter, apa yang sebenarnya terjadi? Kami ... kami mendapat informasi bahwa Bima meninggal setelah jatuh. Benar seperti itu?” tanya Rusdi. “Benar. Kondisinya cukup parah dan patah tulang di beberapa bagian tubuhnya. Tidak ada tanda-tanda kekerasan, kecuali luka akibat jatuhnya korban,” jelas dokter. Perawat pun menyerahkan hasil autopsi jenazah pada Irma yang langsung menahan geram setelah membaca hasilnya. “Ini seharusnya tidak terjadi. Kalau Bima mati dan Melinda gagal menikah, dia akan tetap di rumahku dan menjadi benalu.” Kalimat Irma membuat Rusdi meradang. “Dia kan tidak punya keluarga. Pasti aku yang dibebani biaya,” sambung Irma, meremas jemari. “Tutup mulutmu! Bukannya bersedih, kau malah sibuk memikirkan diri sendiri!” Rusdi menahan diri agar tangannya yang gatal tak sampai bergerak. “Jangan salahkan aku. Bima jatuh kan pasti ada sebabnya. Aku rasa, Tuan Gerald itu terlibat. Awas saja dia!” cemooh Irma. Irma memutar bola mata. Tak dipedulikan sang suami yang mencoba menenangkan Melinda agar menerima kenyataan tunangannya sudah meninggal. “Sudahlah, Nak. Yang sabar. Relakan kepergiannya. Kita urus pemakamannya segera, ya. Arwah Bima pasti sedih melihatmu begini.” Rusdi berupaya membujuk. Sayangnya, tangis Melinda semakin menjadi-jadi. Teringat wajah Bima yang pucat, Melinda merasa seolah merenggut separuh nyawanya juga. “Tak guna kau menangis. Bima tidak akan hidup hanya karena kau tangisi. Lebih cepat dia dimakamkan, akan lebih baik bagi kita,” cerca Irma. “Tidak bisakah kau menenangkan Melinda? Dia keponakanmu,” tegur Rusdi. “Dari mana kita bisa mendapat biaya untuk membayar rumah sakit? Apa harus pakai daun? Kau lupa, anak kita ada tiga.” Irma berdecak, melempar hasil autopsi pada jenazah Bima. Wanita itu pun keluar saat dirasa amarahnya kian memuncak.**** Panas matahari mulai menyengat saat Melinda beserta keluarganya berada di area pemakaman umum. Dengan pengawasan beberapa polisi, proses pemakaman pun selesai cepat. “Aku tak menyangka kita tidak jadi menikah, Mas. Padahal gaun pengantin dan persiapan pernikahan sudah hampir rampung. Kenapa kau bisa jatuh? Kenapa .... “ Melinda menyentuh batu nisan bertuliskan nama tunangannya. Air matanya menetes membasahi tanah yang masih basah. “Sudah, jangan menangis lagi. Pokoknya sekarang, kita usut tuntas masalah ini. Paman ingin kau memberi tahu polisi dengan detail,” kata Rusdi, berjongkok di dekat keponakannya. Irma hanya melengos, memerhatikan para polisi yang berkumpul tak jauh dari tempatnya kini. “Kau juga harus mengabari Tuan Gerald itu. Dia harus tahu apa yang terjadi,” ujarnya. Melinda mengangguk. Pandangannya dialihkan pada makam-makam. Sejurus kemudian, ia melangkah menuju para polisi. “Mari, ikut saya ke rumah. Kita bicarakan semua di sana,” ajak Rusdi. Para polisi mengangguk, mengikuti keduanya yang melangkah meninggalkan area pemakaman. “Kami sudah mengirim petugas untuk mendatangi rumah Tuan Gerald dan memeriksa kantornya,” kata polisi, membuka pintu mobil. Melinda hanya diam, sementara Rusdi manggut-manggut. Mereka pun terpaksa pulang naik mobil polisi. Tanpa mereka sadari, tak jauh dari makam Bima, sesosok misterius berpakaian serba hitam dan masker tengah mengintai dengan tangan memegang kamera. Siapakah sosok misterius itu? Adakah hubungannya dengan kematian Bima?****setelah selesai bersiap siap waktu pun sudah menunjuk kan pukul 09.00 wib .handphone Manda pun berdering dan sudah pasti yang menelfon nya adalah Rio .Manda pun mengangkat telfon tersebut ." assalamualaikum, halo Manda ini Rio udah di lobby . cepet kebawah ya , Rio tunggu " ucap Rio ." w*'alaikumsalam oke Manda turun " jaw*b Manda .Manda pun bergegas membawa barang bawaan nya jangan sampe ada yang tertinggal 1 pun .sesampai nya di lobby Rio pun tersenyum melihat Manda yang sudah rapih dan wangi ." idih mau kemana Manda, rapih banget .. mana wangi pula wkwk " ledek Rio ." ishhhhh kan kita mau jalan jalan , jadi Manda harus rapih lah siapa tau disana ada yang ke cantol gitu kan sama Manda haha " ucap Manda ." Mbah Mbah nanti yang ke cantol mau wkwk " jawabb Rio ." atuh jangan haha yang masih muda gitu emas emas " ucap Manda ." emas emasan Iyah " ledek Rio ." ih Rio mah bukan nya aamiinin gitu wkwk . udah ah ayo berangkat nanti malah waktu nya jadi berkurang gara gara Rio ngo
pagi hari pun tiba Manda terbangun dari tidur nya , setelah melihat jam pukul 06.00 , Manda pun bergegas untuk mandi dan sarapan di lantai bawah .setelah mandi Manda keluar kamar dan turun ke ruang makan, disana Manda mengambil sarapan roti dan secangkir teh .Manda terduduk di pinggir dekat jendela , disaat sedang menikmati santapan nya ada seseorang yang menyapa nya sehingga Manda pun kaget ." hai, kita ketemu lagi . maaf ya waktu itu saya tidak sengaja menabrak kamu " ucap Pria tersebut .Manda pun seketika teringat pada kejadian tersebut dan menyadari bahwa Pria yang menyapa nya baru saja adalah Pria yang menabrak diri nya saat itu ." oh .. hai , iya ngga apa apa ko, aku juga yang salah mungkin saat itu aku sedang tidak fokus " jawab Manda ." kamu sendirian aja? boleh saya temani ? " tanya Pria tersebut ." Iyah aku sendirian soal nya teman ku datang menjemput nya nanti siang , oh Iyah silahkan " ucap Manda ." oh ya kenalin saya Justin, kamu siapa? " tanya nya" aku Manda , sa
Selama perjalanan Manda bercerita tentang apa pun ke Rio , tak lama Manda tertidur pulas karena perjalanan yang cukup jauh dan efek terlalu kelelahan . Beberapa jam kemudian pun Rio membangun kan Manda karena sudah masuk di daerah tempat tujuan . Rio mencari penginapan yang paling dekat agar jarak tempuh ke tempat Wahyu tidak terlalu memakan waktu yang lama . " Man di sini aja ya penginapan nya, tempat dan pelayanan nya bagus ko , pemandangan nya pun gausah di ragu kan lagi " ucap Rio . " Oh iyah Yo, di sini aja gpp . Bagus juga ko tempat nya . Wah iyah bener pemandangan nya luar biasa , hehe Manda engga bisa liat pemandangan kaya gini di daerah rumah " tawa Manda sambil terliat wajah nya yang sangat menikmati keindahan pemandangan sekitar . " Yaudah ayo ke dalam biar kita bisa istirahat, pasti cape banget kan . Nanti Manda pesan 1 kamar aja, Rio mau pulang ke rumah Rio , besok pagi baru Rio jemput Manda untuk pergi ke pesta pernikahan nya Wahyu " ucap Rio . " Yaudah Rio pergi
Tak lama kemudian Tama pun mengantar Manda kembali pulang ke rumah nya, Tama sempat tidak ingin mampir karena apa yang sudah pernah terjadi antara Tama dan keluarga Manda namun Manda tetap menyuruh Tama untuk mampir karena terkadang Mama Manda masih suka bertanya kabar tentang Tama . " Mampir dulu Tama, udah lama kamu engga mampir " ujar Manda . " iyah nanti aja Manda , Tama engga enak " jawab Tama . " Ih ga enak apa nya ? Biasa nya kan Tama cuma anter pamit langsung pergi, sekarang duduk dulu kek ngobrol agak lamaan di rumah Manda" bujuk Manda . " Iyah next time aja ya Manda, Tama juga buru buru mau ke rumah temen ada bisnis" ucapa Tama . " Ah Yaudah kalau gitu, hati hati ya " jawab Manda . Tama pun pergi meninggalkan Manda dan Manda segera bergegas ke dalam rumah nya Di dalam kamar Manda terduduk diam sambil memikir kan seperti nya Tama masih ada rasa terhadap nya, namun di sisi lain Manda pun tidak tau perasaan nya sep
Setelah beberapa lama Tama dan Manda pun sampai di rumah Tama .Manda duduk diam dan menyalakan sebuah televisi, dan Tama mengambil air minum untuk di suguh kan kepada Manda ." Manda mau minum apa? Nanti kalau makan mah Tama beli di luar aja ya, soal nya Tama engga masak . Manda tau sendiri kan Tama sibuk kerja terus " ucap Tama ." Iyah Manda juga tau ko Tama, Manda mah minum apa aja asal es hehehe " jawab Manda" Oh yaudah bentar ya Tama beliin di warung depan dulu kalau gitu ," ucap Tama .Lalu Tama pun bergegas ke depan menuju warung yang di dekat rumah nya tersebut .Manda melihat lihat isi ruangan dari sudut persudut rumah nya Tama .Manda bangga ternyata selepas Tama dari Manda, Tama berfikir maju ke depan dan menyiap kan segala nya secara terperinci.Setelah itu Tama pun tak lama kembali dan memberi kan minuman tersebut kepada Manda ." Nih ada nya tea ini doang, Manda suka engga? " Tanya Tama ." I
Beberapa hari kemudian, Tama mengirimkan pesan ke pada Manda ." Assalamu'alaikum, Manda besok Minggu sibuk engga? " Tanya Tama." Wa'alaikumsalam ,, engga Tama emang nya kenapa? Manda ada di rumah terus ko " ucap Manda ." Engga, Tama cuma pengen ngajak Manda main ke rumah Tama . Udah lama kan Manda engga main lagi " jawab Tama ." Oh iyah sih, Yaudah kalau emang gitu mah Manda ikut aja asal di jemput sama Tama Hehe " rayu Manda ." Iyah nanti Tama jemput Manda jam 1 siang ya , sehabis Tama shalat Dzuhur " ucap Tama ." Okeh Tama Manda mah ikut gimana Tama aja " jawab Manda .Setelah itu mereka pun mengobrol seperti biasa nya , Manda pun sudah tidak canggung lagi karena Manda dan Tama sudah menjalin hubungan yang cukup lama dan sudah mengetahui sisi buruk dan sisi baik mereka masing masing .Pada saat itu di satu Negara, sedang di gempar kan dengan virus yang cukup cepat menyebar dan dapat mematikan .Manda yang m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments